PPP Tolak Usulan Hak Angket Demokrat soal Dugaan Penyadapan SBY

PPP menyarankan, jika masalahnya menyangkut dugaan pelanggaran hukum pidana, harusnya menggunakan jalur hukum bukan politik.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 02 Feb 2017, 18:04 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2017, 18:04 WIB
SBY
SBY

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arsul Sani menyatakan, pihaknya tak setuju usulan Fraksi Partai Demokrat di DPR yang ingin menggalang hak angket anggota dewan. Hak angket itu diusulkan untuk menyelidiki dugaan penyadapan pembicaraan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dengan Rais Aam NU yang juga Ketua Umum MUI Ma'aruf Amin.

"PPP menolak wacana atau usulan hak angket kasus tersebut. Isu penyadapan ini kan merupakan persoalan hukum, yakni dugaan pelanggaran hukum dalam bentuk penyadapan yang jika terbukti merupakan pelanggaran terhadap UU Telekomunikasi dan UU ITE," kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Anggota Komisi III DPR ini menyarankan, jika masalahnya menyangkut dugaan pelanggaran hukum pidana, harusnya menggunakan jalur hukum bukan menggunakan jalur dan instrumen politik di DPR.

"Ya jalur yang harusnya dipergunakannya jalur dan instrumen hukum, bukan menggunakan jalur dan instrumen politik meski hak angket merupakan instrumen pengawasan," ucap Arsul.

Arsul mengatakan, Fraksi PPP meminta aparat penegak hukum untuk proaktif menangani adanya dugaan penyadapan terhadap mantan Presiden SBY.

"Toh, yang perlu diselidik adalah tim penasihat hukumnya Ahok, terutama Humphrey Djemat, yang menggelindingkan dan mengangkat masalah ini baik dalam persidangan maupun di luar persidangan," kata Arsul.

Menurut dia, meskipun PPP berkoalisi dengan Demokrat di Pilkada DKI Jakarta, dalam soal wacana angket ini PPP tegas mengambil sikap berseberangan.

"Pada saatnya F PPP akan instruksikan anggota untuk menolak kalau wacana angket itu (dugaan penyadapan SBY) menggelinding," Arsul menandaskan.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya