Jokowi: Politisasi SARA Bagian dari Praktik Demokrasi Kebablasan

Jokowi menyatakan saat ini demokrasi di Indonesia sudah berlangsung terlalu bebas dan kebablasan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 22 Feb 2017, 11:26 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2017, 11:26 WIB
20170113-Jokowi-Temui-Pelaku-Industri-Jakarta-AY
Presiden Joko Widodo memberi keterangan saat melakukan pertemuan dengan pelaku industri jasa keuangan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/1). Jumlah UMKM di Indonesia terbilang cukup besar, yaitu lebih dari 50 juta UMKM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri acara Pengukuhan Pengurus DPP Partai Hanura periode 2016-2020 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor. Dalam sambutannya, Jokowi mengungkapkan kondisi Indonesia dalam lima bulan belakangan ini.

"Ada pertanyaan kepada saya, dalam 4-5 bulan akhir ini, banyak kita disuguhkan persoalan bangsa yang banyak jadi tanda tanya. Apakah bangsa kita masih bersatu? Saya jawab, bangsa kita masih bersatu," ujar Jokowi di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/2/2017).

Dia menuturkan, pemahaman konsep nilai kebangsaan harus terus digaungkan. Pemerintah akan terus memperbaiki terutama terkait pemahaman konsep nilai kebangsaan.

"Semua rakyat tahu betul, betapa kita masih beraneka ragam, sangat majemuk. Keanekaragaman yang melekat Indonesia jadi jati diri, identitas sekaligus entitas suatu bangsa," ujar Jokowi.

Keanekaragaman itu, kata Presiden, menyatu ke dalam masyarakat sebagai simbol keharmonisan rakyat. "Sebab itu, harus dijaga terus apa yang jadi anugerah kepada kita," pinta Jokowi.

Politisasi SARA

Selain itu, Jokowi juga menuturkan terkait kondisi demokrasi Indonesia saat ini. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menilai demokrasi saat ini sudah keluar dari yang semestinya.

"Apakah demokrasi kita sudah terlalu bebas dan kebablasan? Saya jawab, iya, demokrasi kita sudah terlalu kebablasan," tegas Jokowi.

Dia mengungkapkan, praktik demokrasi politik telah membuka peluang terjadinya artikulasi poilitik yang ekstrem seperti liberalisme, radikalisme, sekterisme, dan terorisme, serta yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

"Penyimpangan praktik demokrasi ini mengambil bentuk nyata seperti akhir-akhir ini adanya politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan)," ujar Jokowi.

Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk menghindari hal tersebut. Karena itu akan dapat memecah belah persatuan bangsa.

"Harus kita ingatkan, kita hindari. Adanya kebencian, fitnah, saling maki dan menghujat. Ini kalau diteruskan bisa menjurus kepada pecah belah bangsa kita," ujar dia.

Selain itu, kondisi tersebut juga dianggapnya sebagai ujian yang jika menghadapinya secara tepat, akan memberikan dampak positif bagi bangsa.

"Kalau dilalui dengan baik, akan jadi dewasa, matang, dan tahan uji. Bukan justru melemahkan. Namun begitu, tenaga, pikiran kita habis seperti ini, dan jika tidak dihentikan, kita lupa pada utama tugas kita untuk menyejahterakan rakyat," ujar dia.

Dalam menghadapi menghadapi demokrasi yang dianggapnya sudah kebablasan ini. Jokowi mengaku memiliki cara tersendiri. Kunci tersebut adalah penegakan hukum di Indonesia.

"Kuncinya dalam demokrasi yang kebablsan adalah penegakan hukum. Aparat hukum harus tegas, tidak usah ragu-ragu. Jangan sampai kita lupa terus-menerus berurusan dalam hal seperti ini dalam 4-5 bulan sehihngga lupa persoalan ekonomi kita," jelas Jokowi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya