Liputan6.com, Jakarta - Pola kelompok radikal maupun teroris dalam melakukan rekrutmen di masyarakat, kini menggunakan isu ketidakpuasan sosial. Tujuan awal mereka mengumpulkan sebanyak-banyaknya pengikut.
Hal ini disampaikan Staf Kantor Kepresidenan, Chrisma Aryani Albandjar, dalam diskusi publik bertema 'Radikalisme dan Sistem Peradilan di Indonesia' di The Habibie Center, Jakarta Selatan, Kamis 23 Maret 2017.
Baca Juga
"Nah di sinilah pentingnya masyarakat untuk lebih waspada, khususnya keluarga, agar anak-anak kita tidak menjadi sasaran dan target kelompok-kelompok radikal ini," ujar Chrisma dalam keterangan tertulisnya.
Advertisement
Menurut dia masyarakat Muslim Indonesia secara mayoritas menghargai kemajemukan. Namun, terdapat sel-sel radikalisme yang jumlahnya kecil tetapi militan, yang mencoba menggalang dukungan menggunakan momentum politik ataupun isu kesenjangan.
"Pemerintah saat ini sedang bekerja mengatasi soal kesenjangan ini. Tidak hanya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, tapi juga bertujuan menutup kesempatan kelompok-kelompok teroris berkembang, selain melalui penegakan hukum tentunya," tegas perempuan yang juga alumni FISIP Unair ini.
Sementara, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung yang juga Hakim Peradilan Anak, Diah Sulastri Dewi, menyatakan fenomena rekrutmen kelompok radikal mengincar anak-anak sekolah. Kasus seperti ini telah ditemukan di Jawa Barat, terdapat delapan anak yang terlibat jaringan teroris berusia 14 sampai 16 tahun.
Diskusi terorisme dan radikalisme ini juga menghadirkan Ketua Satuan Tugas Multimedia Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Sulistyo Pudjo, pengamat intelijen Hari Purwanto, dan pengamat reformasi peradilan dari Prancis, Gilles Blanchi.