Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menyarankan agar Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto untuk mengajukan praperadilan terkait status tersangka kasus korupsi e-KTP.
"Karena inilah proses hukum yang bisa ditempuh," kata Akbar di Jalan Patra Kuningan XIII, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juli 2017.
Baca Juga
Jika kasus yang menimpa Setya Novanto sampai di pengadilan, ia menjelaskan, dapat memakan waktu yang lama. Sebab, ia mengaku, proses tersebut dapat menghambat aktivitas Partai Golkar di Pilkada serentak 2018.
Advertisement
Belum lagi, Akbar mengungkapkan, saksi yang akan dihadirkan nantinya jumlahnya tidak sedikit melainkan mencapai puluhan. "Saya kira satu tahun (sidang Setya Novanto) belum tentu (selesai). Nanti bagaimana kita di Pilkada 2018," ujar dia.
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid menyatakan sebagai warga negara Indonesia, Setya Novanto dapat menggunakan haknya untuk mengajukan praperadilan. Tetapi, kata dia, Setya belum memberikan kepastian terkait hal tersebut.
"Tapi sampai saat ini belum ada kepastian keputusan Pak Setya Novanto. Apakah akan melakukan praperadilan atau tidak," kata Nurdin.
Sebelumnya usai bertemu mantan Presiden BJ Habibie, Setya Novanto mengatakan belum berniat mengajukan praperadilan akan kasus yang menjeratnya.
"Sabar, saya belum ada niat untuk langsung kepada proses pra peradilan," kata dia.
Meskipun telah berstatus tersangka, Setya Novanto menegaskan, dirinya akan tetap melakukan tugas yang baik sebagai ketua umum Partai Golkar dan Ketua DPR. "Kita akan terus melakukan kerja-kerja di dalam tugas yang sedang kita hadapi," jelas Setya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK ini diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan Negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Setya Novanto tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Â
Saksikan video di bawah ini: