Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR RI H. Mahyudin ST., MM. menyampaikan sambutan dan sekaligus membuka secara resmi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada 400 mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Kalimantan Timur juga dihadiri oleh Anggota MPR RI, H.M. Idris (anggota MPR dari unsur DPD), Dr. Marzoni Rahmat M.Si. (Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda) di Aula Universitas 17 Agustus 1945, Samarinda, Kalimanatan Timur, Kamis (24/8/2017).
Mahyudin menjelaskan kepada para peserta sosialisasi, Tentang Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika) dan mengapa sosialisasi perlu disosialisasikan kepada rakyat Indonesia. Sosialisasi adalah salah satu tugas MPR RI sesuai UU No.17 Tahun 2014 tentang UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) yang memerintahkan kepada pimpinan MPR untuk melakukan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca Juga
Pada kesempatan itu Wakil Ketua MPR Mahyudin menyampaikan, kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan MPR RI sudah berganti nama. Dulu, pada saat MPR diketuai oleh Taufiq Kiemas, sosialisasi ini bernama Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Tetapi, pada awal kepemimpinan MPR RI Periode 2014-2019, nama itu menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Advertisement
Perubahan nama itu adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang MPR mamakai istilah/frasa Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Putusan itu diambil menyusul adanya kelompok masyarakat yang mengajukan gugatan, yudicial review, ke MK atas istilah/frasa Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dan gugatan itu diterima oleh MK. Maka, setelah berkonsultasi dengan MK, MPR kemudian dibolehkan oleh MK mengubah nama menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Pernyataan itu disampaikan Mahyudin karena sebelumnya, ada yang salah dalam penyebutan istilah sosialisasi. Mahyudin berharap, setelah dia mengoreksi, ke depan tidak ada lagi yang melakukan kesalahan dalam penyebutan istilah Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
"Dulu saya mendapat penataran P4, tetapi apa yang dilakukan MPR sekarang bukan untuk menyampaikan penataran seperti dahulu, tapi mengingatkan kembali kalau kita memiliki nilai-nilai luhur peninggalan nenek moyang yang harus terus dijaga, dirawat dan dilestarikan".
Sosialisasi Empat Pilar, kata Mahyudin, dibutuhkan karena masuknya nilai-nilai asing ke Indonesia berjalan terus-menerus, melalui berbagai media. Karena itu, MPR merasa perlu untuk menyosialisasikan Empat Pilar MPR RI agar keutuhan NKRI bisa terjaga. Apalagi saat ini banyak muncul kelompok masyarakat yang hendak memerdekakan diri dari NKRI.
Yang terpenting dari upaya sosialisasi yang dilakukan MPR adalah bagaimana rakyat Indonesia bisa kembali memahami kembali Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsanya. Ini sangat penting di saat bangsa ini pasca reformasi bergulir tidak lagi memahami, mempelajari apalagi mengimplementasikan Pancasila dan nilai luhur bangsa. Ditambah lagi berbagai konflik SARA pra dan pasca Pilkada DKI yang sudah dalam taraf yang mengkhawatirkan dan menganggu persatuan bangsa.
"Pemahaman Pancasila dan nilai luhur bangsa saat ini jauh berbeda dengan masa lalu. Saat ini sosialisasi oleh MPR dilakukan dengan berbagai metode seperti melalui seni budaya, outbound untuk para mahasiswa, lomba cerdas cermat Empat Pilar untuk pelajar SLTA, berbagai seminar dan diskusi serta training of trainers untuk para profesional dan akademisi," paparnya.
Yang diharapkan MPR, lanjut Mahyudin, pasca selesai mengikuti sosialisasi, para peserta mampu memahami dilanjutkan dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan pemahaman kepada lingkungannya masing-masing.
"Kami bersyukur bahwa Pancasila kini sudah banyak dibicarakan, dipahami kembali oleh seluruh rakyat Indonesia. Ini sangat luar biasa sebab, metode yang dilakukan tidak ada sama sekali indoktrinasi dan pemaksaan. Yang ada rakyat Indonesia menyadari dengan kesadaran tinggi pentingnya Pancasila dan nilai luhur bangsa untuk persatuan dan kesatuan bangsa," katanya.
Mahyudin dalam kesempatan itu mengingatkan, salah satu hal yang paling banyak menjadi perdebatan yang perlu diwaspadai adalah fenomena pemilihan kepala daerah. Banyak sekali isu SARA yang dilontarkan pihak pro dan kontra calon untuk saling menjatuhkan.
"Ini yang harus dicamkan. Setiap agama mengajarkan untuk menjalankan segala perintah Tuhan melalui kitab suci Nya. Contoh Islam, bukan rasis jika Islam memilih calon pemimpin yang beragama Islam sebab itu adalah perintah agamanya. Tapi menjadi salah jika kita melarang orang untuk mencalonkan diri dan menjatuhkannya dengan memakai isu SARA," ujarnya.
Â
Â
(*)