Wakil Ketua Komisi IX: Pemerintah Tak Tambah Penerima KIS di 2018

Wakil Ketua Komisi IX DPR berharap pemerintah mempertimbangkan ulang agar penambahan kepesertaan KIS dari data PBI bisa tetap diadakan.

oleh Muhammad Ali diperbarui 27 Agu 2017, 11:16 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2017, 11:16 WIB
Kartu Indonesia Sehat
Kartu Indonesia Sehat (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Program pemberian kartu Indonesia Sehat (KIS) menjadi prioritas pemerintah dalam pembangunan sosial. Sebab, program itu dinilai sangat bermanfaat dan bisa membantu masyarakat kurang mampu. Karena itu, sangat disayangkan jika pada 2018 pemerintah tidak menganggarkan tambahan kepesertaan baru.

"Pesiden Jokowi dalam pidato tentang nota keuangan dan RAPBN 2018 jelas menyebut bahwa target sasaran program itu masih 92,4 juta orang. Itu artinya, di tahun 2018, tidak ada penambahan kepesertaan baru," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, Jakarta, Minggu (27/8/2017).

Padahal, pemerintah sudah menetapkan target bahwa pada 2019 nanti, peserta program KIS akan mencapai 107 juta orang. Itu artinya, masih ada 14,6 juta orang lagi masyarakat yang berhak, tetapi belum menerima kartu tersebut.

Jika pada 2018 pemerintah tidak mengalokasikan anggaran penambahan penerima KIS dari data PBI (penerima bantuan iuran), dikhawatirkan target itu tidak akan tercapai.

"Betul bahwa masih terdapat carut-marut pendataan kepesertaan PBI. Tetapi itu bukan alasan yang bijak untuk meniadakan penambahan kepesertaan pada tahun 2018. Semestinya, pendataan itu diperbaiki sehingga bantuan benar-benar tepat sasaran," saran dia, seperti dalam keterangan tertulisnya.

Pemerintah sebelumnya mengagendakan akan ada penambahan sebesar 4 juta orang penerima KIS pada 2018. Namun, dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden Jokowi, agenda penambahan itu menjadi tidak ada.

 

Manfaat KIS

Padahal, jika ada penambahan sebesar 4 juta orang masyarakat tidak mampu, anggaran yang diperlukan hanya Rp 1,1 triliun. Anggaran ini tentu sangat kecil jika dibandingkan dengan RAPBN yang diajukan pemerintah yang mencapai Rp 2.204,3 Triliun.

"Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan ulang agar penambahan kepesertaan KIS/BPJS kesehatan dari data PBI bisa tetap diadakan. Masyarakat yang kurang mampu tentu sangat senang jika hak kepesertaan mereka segera dipenuhi oleh pemerintah," demikian Saleh menandaskan.

Berdasarkan dari laporan audited akhir tahun 2016, program JKN-KIS sangat dirasakan oleh masyarakat. Ini terlihat dari pemanfaatan kartu JKN-KIS di 2016 sebanyak 177,8 juta untuk kunjungan ke fasilitas kesehatan. Angka kunjungan tersebut terus meningkat dari tahun 2014 dari sebanyak 92,3 juta hingga pada tahun 2015 menjadi sebanyak 146,7 juta.

Total pemanfaatan di 2016 ini terdiri dari kunjungan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama, seperti puskesmas, klinik pratama, dan dokter praktek perorangan mencapai sekitar 120,9 juta kunjungan, untuk rawat jalan di poliklinik dan rumah sakit sebanyak 49,3 juta, dan rawat inap 7,6 juta. Bila ditambah angka rujukan sebesar 15,1 juta, maka total pemanfaatan JKN-KIS adalah 192,9 juta.

Komitmen pemerintah dalam keberlangsungan Program JKN KIS terwujud penyediaan APBN dalam bentuk iuran bagi 92.4 juta jiwa peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan pemenuhan ketersediaan fasilitas kesehatan. Dari mana sumber APBN tersebut, tentu salah satunya dari pajak.

 

Saksikan tayang video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya