3 Fakta ini Ungkap Siapa di Belakang Saracen?

Ujaran kebencian diramu sedemikian rupa. Bahkan, para tersangka tidak peduli bila kebencian yang mereka sebar berbalut SARA.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Agu 2017, 18:09 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2017, 18:09 WIB
Tiga Tersangka Penyebar Ujaran Kebencian Lewat Internet Ditangkap
Petugas meletakkan barang bukti kasus penyebaran ujaran bernada kebencian lewat internet jelang rilis di Mabes Polri Jakarta, Rabu (23/8). Tiga tersangka ditangkap polisi terkait kasus ini. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap praktik penyebaran ujaran kebencian sindikat Saracen. Mirisnya, para tersangka yang terlibat memasang tarif fantastis untuk ujaran kebencian yang dipesan.

Ujaran kebencian diramu sedemikian rupa. Bahkan, para tersangka tidak peduli bila kebencian yang mereka unggah di media sosial itu berbalut SARA.

Analis Kebijakan Madya bidang Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Sulistyo Pudjo Hartono, mengatakan bahwa Saracen ini memang sudah sejak lama diperhatikan oleh pihak kepolisian.

"Ini sudah kita mencoba melakukan mapping berbagai konten di medsos setahun terakhir. Setelah kita lihat setahun terakhir, kita mengerucut ke enam bulan terakhir, dan satu bulan terakhir," ucap dia.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memerintahkan Kapolri Tito Karnavian untuk mengusut tuntas sindikat Saracen. Sindikat ini diduga menyebarkan ujaran kebencian di media sosial.

Jokowi mengungkapkan, tidak sekadar mengusut sindikatnya, dirinya juga meminta Kapolri menelusuri siapa saja yang menggunakan jasa sindikat Saracen ini untuk kepentingannya.

"Saya sudah perintahkan kepada Kapolri diusut tuntas. Bukan hanya Saracen-nya saja, tetapi siapa yang pesen. Siapa yang bayar, harus diusut tuntas," ujar dia di Silang Monas, Jakarta, Minggu, 27 Agustus 2017.

Ada beberapa fakta terang di balik operasi hitam Saracen. Termasuk latar mereka yang tergabung dan ikut di dalam grup penebar kebencian tersebut. Berikut tiga fakta yang dirangkum Liputan6.com.

1. Pasang Tarif Kebencian Saat Pilkada

Penjara
Ilustrasi: UU ITE menjerat banyak aktivis

Polisi menemukan proposal saat olah tempat kejadian perkara di kediaman Jasriadi alias JAS.

"Si JAS ini menyediakan proposal bagi siapa pun kelompok maupun perorangan yang membutuhkan jasa yang bersangkutan, proposal dana kampanye dalam medsos," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Irwan Anwar, kepada Liputan6.com.

Dalam proposal itu, kata Irwan, disebutkan bahwa jika ingin menggunakan jasa Jasriadi, bisa melalui CV Jadi Jaya dengan dikenakan tarif Rp 72 juta per bulan atau per paket.

Irwan lalu memerinci harga paket yang ditawarkan Saracen tersebut.

1. Pembuatan website atau blog Rp 15 juta per bulan
2. Jasa untuk buzzer dengan jumlah 15 orang masing-masing dihargai Rp 3 juta. Sehingga totalnya Rp 45 juta
3. Jasa untuk koordinator Rp 5 juta
4. Jasa untuk media Rp 7 juta

Namun, Irwan belum dapat memastikan apakah jasa itu digunakan untuk pilkada atau bukan.

"Ini kami hanya menemukan bahwa yang bersangkutan memang dugaannya adalah sindikat yang menyiapkan jasa untuk melakukan hoax atau ujaran kebencian," tandas Irwan.

2. Pertemuan Akbar Saracen Saat Pilkada DKI

Tiga Tersangka Penyebar Ujaran Kebencian Lewat Internet Ditangkap
Tersangka kasus penyebaran ujaran bernada kebencian lewat internet digiring polisi usai rilis di Jakarta, Rabu (23/8). Tiga tersangka masuk dalam satu kelompok. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Sindikat Saracen Jasriadi mengaku bahwa dia pernah melakukan pertemuan besar-besaran dengan para anggotanya menjelang Pilkada DKI Jakarta.

Menurut Jasriadi, pada 2016, Agus Setiawan mengajaknya bertemu dengan para anggota Saracen dalam acara silaturahmi akbar. Agus Setiawan merupakan salah satu pimpinan Saracen yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Silaturahmi akbar itu waktu Pilkada DKI. Itu pertemuannya saya enggak tahu persis, di situ ada ceramah cara memilih pemimpin. Tapi lebih detailnya saya lupa karena sudah lama," kata Jasriadi kepada Liputan6.com, baru-baru ini.

Bahkan saat itu, kata Jasriadi, ada media yang meliput pertemuan tersebut. "Itu sekitar bulan 6 (Juni) atau 7 (Juli) itu," ujar dia.

Meski demikian, Jasriadi mengaku pertemuan itu tak ada sangkut pautnya dengan Saracen.

3. Simpatisan Capres Kalah di Pilpres 2014

Tiga Tersangka Penyebar Ujaran Kebencian Lewat Internet Ditangkap
Kasubbagops Satgas Patroli Siber, AKBP Susatyo Purnomo (kiri) menunjukkan barang bukti kasus penyebaran ujaran bernada kebencian lewat internet saat rilis di Mabes Polri Jakarta, Rabu (23/8). Tiga tersangka ditangkap. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Jasriadi, pria yang disebut-sebut sebagai ketua sindikat Saracen, rupanya adalah mantan simpatisan calon yang gagal pada Pilpres 2014. Berawal dari simpatisan tersebut, Jasriadi mengaku, mereka saling kenal hingga terjalin pertemanan.

"Perkenalan kita di medsos, waktu itu kan ada Pilpres 2014, kebetulan kita simpatisan salah satu calon yang gagal, ya," ujar dia dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com, baru-baru ini.

"Nah, di situ kita kenal dengan yang seide, dan dari situ setiap yang seide ya kita kenal," dia melanjutkan.

Kendati, Jasriadi menyebutkan, pertemanan tersebut tidak terjalin kuat. Karena itu, dia mengklaim hanya sebatas perkawanan di media sosial.

"Enggak juga. Karena kita sebatas pertemanan medsos," ucap dia.

Meski hanya pertemanan di media sosial, Jasriadi mengaku pernah kopi darat alias bertemu pada 2016.

"Waktu itu 2016 ada teman saya ngajak kopdar namanya AS, pas momen silaturahmi akbar di situ juga kebetulan kita kopdar bareng. Sebatas itu, setelah itu lupa lagi," kata dia.

(Liputan6.com/Apriana Nurul Aridha)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya