KPK Dalami Kasus Suap BLBI Lewat Petinggi PT Gajah Tunggal

Pemanggilan terhadap Sjamsul dan Itjih ini bukan kali pertama oleh penyidik KPK.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 06 Nov 2017, 11:26 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2017, 11:26 WIB
Massa Geruduk KPK, Tuntut Penuntasan Kasus BLBI
Massa menuntut KPK untuk mengusut tuntas skandal korupsi BLBI dan pencabutan Inpres No. 8 tahun 2002, Jakarta, Selasa (26/8/14). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim.

Sjamsul akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk BDNI.

“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsjad Tumenggung),” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (6/11/2017).

Selain Sjamsul, penyidik juga memanggil istri dari pemilik PT Gajah Tunggal (Tbk) itu, yakni Itjih Nursalim dan salah satu petinggi di perusahaan produsen ban tersebut, Jusup Agus Sayono.

“Keduanya juga akan diperiksa untuk melengkapi berkas SAT,” kata Febri.

Pemanggilan terhadap Sjamsul dan Itjih ini bukan kali pertama oleh penyidik lembaga antirasuah. Keduanya diketahui selalu mangkir dari pemeriksaan penyidik lantaran posisi keduanya berada di Singapura.

Dalam kasus ini, KPK telah menemukan bukti baru kerugian negara. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara atas kasus ini sebesar Rp Rp 4,58 triliun. Sebelumnya KPK menyebut kerugian negara atas kasus ini senilai Rp 3,7 triliun.

 

Rugikan Negara Triliunan Rupiah

Menurut KPK, nilai kewajiban yang harus diselesaikan oleh Sjamsul Nursalim sebagai obligor BDNI sebesar Rp 4,8 triliun.

Total dana tersebut terdiri dari Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak, sementara Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan oleh BPPN dan tidak ditagihkan ke Sjamsul Nursalim.

Namun setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), aset sebesar Rp 1,1 triliun yang dibebankan pada petani tambak hanya bernilai Rp 220 miliar. Jadi, sisanya Rp 4,58 triliun menjadi kerugian negara.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya