Setnov Laporkan Dua Pimpinan KPK, Bentuk Kriminalisasi?

Laporan terhadap pimpinan KPK ke Polri bukan menjadi hal baru. Sebelumnya, Bambang Widjojanto juga mengalami hal yang sama.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Nov 2017, 07:22 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2017, 07:22 WIB
20151013-Gedung-Baru-KPK
Tampilan depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas delapan hektar dengan nilai kontrak 195 miliar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, dilaporkan oleh Sandy Kurniawan selaku kuasa hukum DPR Setya Novanto.

Agus dan Saut dilaporkan atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu dan menggunakan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang.

Laporan terhadap pimpinan KPK ke Polri bukan menjadi hal baru. Sebelumnya, petinggi KPK seperti Bambang Widjojanto juga pernah mengalami hal yang sama. Dari kondisi itu, muncul dugaan adanya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.

Lantas, apakah laporan terhadap Agus dan Saut saat ini juga bagian dari kriminalisasi KPK?

"Kami tentu belum bisa menyimpulkan sejauh itu, tetapi kalau itu kemudian menjadi diskusi di publik tentu itu patut dicermati lebih lanjut," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu, 8 November 2017.

Kedua petinggi KPK tersebut dituduh telah melakukan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan menggunakan surat palsu dan atau penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.

"Saya juga belum tahu secara persis siapa dan bagaimana profil dari pihak pelapor tersebut, tetapi yang pasti tentu kami berpatokan dan berpegangan pada Pasal 25 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Febri seperti dikutip dari Antara.

Terkait hal itu, ia pun mengingatkan ketentuan dalam Pasal 25 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan kasus tindak pidana korupsi itu didahulukan dibanding dengan perkara yang lain.

"Kalau itu terkait dengan pelaksanaan tugas di KPK, misalnya dalam kasus penanganan perkara, tentu kami perlu ingat pasal 25 Undang-Undang Tipikor. Jadi, saya kira baik KPK, Polri atau pun Kejaksaan memahami ketentuan di Pasal 25 Undang-Undang Tipikor tersebut," ujarnya.

 

Berharap Tidak Terjadi

Febri pun mengaku lembaganya telah menerima SPDP dari Bareskrim Polri tersebut pada Rabu, 8 November 2017 sore. Soal adanya SPDP terhadap dua pimpinan KPK itu, ia pun menyatakan bahwa KPK memang mempunyai sejarah yang tidak cukup bagus dengan pemberhentian pimpinan di tengah jalan.

"Kami berharap hal tersebut tidak terjadi lagi saat ini, karena kami semua punya komitmen dan konsistensi dalam pemberantasan korupsi. Saya kira sesuai Pasal 25 Tindak Pidana Korupsi, bagaimana penanganan kasus korupsi diselesaikan terlebih dahulu," ucap Febri.

Dikeluarkannya SPDP tersebut bermula dari seorang warga bernama Sandy Kurniawan melaporkan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ke Bareskrim Polri dengan tuduhan tindak pidana membuat surat palsu dan menggunakan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.

Laporan tersebut teregister dalam laporan polisi Nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim tertanggal 9 Oktober 2017.

Saksikan vidio pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya