Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus permohonan praperadilan yang dilayangkan Jon Riah Ukur alias Jonru Ginting. Permohonan praperadilan terkait status tersangka ujaran kebencian itu ditolak.
"Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, menyatakan biaya perkara nihil," ujar hakim tunggal Lenny Wati Mulasimadhi dalam putusannya, PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (21/11/2017).
Lenny menolak seluruh petitum dan tuntutan provisi yang diajukan tim penasihat hukum Jonru. Menurutnya, tidak ada pelanggaran HAM yang dialami Jonru dalam proses penetapan tersangka dan penahanannya.
Advertisement
"Maka praperadilan yang diajukan pemohon ternyata tidak dapat mematahkan bukti-bukti. Proses penyidikan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, dan penyitaan oleh termohon satu dan termohon dua adalah sah, sehingga semua petitum dan provisi harus ditolak oleh seluruhnya, maka pemohon dalam pihak yang kalah," tutur Lenny.
Jonru Ginting dilaporkan oleh seorang pengacara bernama Muannas Alaidid ke Polda Metro Jaya. Laporan itu terkait sejumlah postingan di akun Facebook-nya yang dianggap bernuansa ujaran kebencian.
Laporan yang dilayangkan Muannas diterima polisi dengan nomor LP/4153/ VIII/2017/ PMJ/Dit. Reskrimsus tertanggal 31 Agustus 2017. Jonru diduga melanggar Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penetapan Tersangka Dinilai Cacat Hukum
Sebelumnya, tim penasihat hukum Jonru Ginting mengutarakan permohonannya dalam sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sebagai pihak pemohon, mereka berkeras penetapan status tersangka terhadap kliennya cacat hukum.
"Itu tidak sah, karena misalnya dalam hal hak asasi manusia, klien kami itu diperiksa tiga hari berturut-turut tanpa istirahat dan juga penetapan tersangka kurang dari 10 jam. Jadi kami menduga penetapan tersangkanya tidak melalui proses yang seharusnya," kata salah seorang pengacara Jonru, Djudju Purwantoro, di PN Jakarta Selatan, Senin 13 November 2017.
Selain itu, kata dia, pihaknya menduga penyidik tidak sesuai prosedur dalam penetapan gelar perkara karena tidak melibatkan ahli digital forensik. "Kami yakin itu tidak dilakukan," jelas Djudju.
Soal penyitaan dan penggeledahan barang bukti, Djudju dan timnya mempersoalkan langkah kepolisian yang beroperasi pukul 02.00 dini hari. "Klien kami digiring untuk diperiksa, digeledah rumahnya. Laptop disita," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini
Advertisement