Liputan6.com, Karangasem, Bali - Gunung Agung beberapa hari terakhir nampak seperti tenang. Tak nampak kepulan asap kelabu membubung tinggi. Dari laporan periodik tiap enam jam sekali yang disusun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) hanya terpantau asap putih dengan intensitas tipis membubung setinggi 500-1.000 meter.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil Syahbana menjelaskan, adanya kemungkinan magma dari dalam perut yang keluar menjadi lava di puncak kawah Gunung Agung mengalami pendinginan dan pada akhirnya membeku.
Menurut Devy, jika sudah keluar ke permukaan, lava akan cepat pendinginan. Semakin ke atas akan semakin tebal bekuan lava tersebut. Hal itu bergantung pada udara di sekitarnya.
Advertisement
Ia menceritakan pengalamannya mengambil guguran lava saat erupsi Gunung Rinjani. Beberapa jam setelah gunung di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu erupsi, Devy naik ke gunung tersebut untuk mengambil sampel guguran lava.
"Saya pernah naik ke Rinjani untuk mengambil sampel guguran lava kurang dari 24 jam setelah erupsi. Lavanya sudah mulai mendingin. Penyebab dingin tentu tergantung dari udara sekitarnya," ujar Devy di Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Minggu (3/12/2017).
Pembekuan lava tentu saja berpengaruh pada pergerakan magma dari perut gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut. "Kalau semakin keras (bekuan lava) mobilitas (magma) semakin rendah," kata Devy.
Hanya saja, yang menjadi pertanyaan kemudian apakah lava mendingin lantaran magma Gunung Agung kehabisan energi atau justru saat naik ke permukaan terhalang oleh bekuan lava yang telah mengeras.
Habis Energi
Memang, kata Devy, dari hasil pengukuran gas SO2 yang terkandung dalam magma saat ini mengalami penurunan cukup drastis. Bahkan, Devy menyebut penurunannya 20 kali lipat lebih rendah dari fase erupsi beberapa waktu lalu.
"Tapi hal itu terjadi apakah magma sudah habis energinya atau ter-blok oleh penyumbatan," ujarnya.
Dari pengalaman di Gunung Galeras, Meksiko sesaat sebelum erupsi dahsyat terpantau penurunan intensitas gas SO2 dari puncak kawah. Begitu pula dengan Gunung Merapi saat meletus tahun 2010.
"Merapi sebelum erupsi proksisma itu SO2 mengalami penurunan," ujar Devy.
Advertisement