Pertimbangkan Gabung Berkas Perkara Markus Nari, Ini Alasan KPK

Saat ini, KPK menjerat Markus Nari dengan dua sangkaan yaitu, dugaan korupsi proyek e-KTP dan kasus menghalangi penyidikan kasus tersebut.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 27 Feb 2018, 11:24 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2018, 11:24 WIB
Ilustrasi Kasus Korupsi
Ilustrasi Kasus Korupsi

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk menggabung dua berkas perkara milik tersangka Markus Nari. Saat ini, politikus Golkar itu dijerat dua sangkaan yaitu, dugaan korupsi proyek e-KTP dan kasus menghalangi penyidikan kasus tersebut.

"Hampir keseluruhan penyidikan Pasal 21-nya itu sudah berjalan. Sedang dipertimbangkan apakah berkas perkaranya nanti digabung dengan perkara induk, kasus e-KTP," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa (27/2/2017).

Febri mengatakan penggabungan berkas perkara tersebut dapat memenuhi prinsip peradilan cepat. Kendati begitu, kata dia, masih ada sejumlah saksi yang akan dibutuhkan keterangannya terkait penyidikan kasus Markus Nari.

"Karena yang MN (Markus Nari) itu kan fase berbeda dengan kasus e-KTP tersangka Irman dan lain-lain. Dia diduga menerima terkait dengan proses penambahan anggaran, jadi tempusnya berbeda," tutur Febri.

Pada kasus megakorupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor masing-masing penjara tujuh dan lima tahun. Adapun pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dihukum penjara delapan tahun.

Tersangka lain dalam kasus ini, yakni Dirut PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo dan politikus Partai Golkar Markus Nari. Keduanya hingga kini masih dalam tahap penyidikan oleh tim penindakan KPK.

Sementara, mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sudah duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor.

Nasihat untuk Markus Nari

Ilustrasi Korupsi 2
Ilustrasi Korupsi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Pengacara Rudi Alfonso rampung menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rudi berjanji terus memenuhi panggilan KPK.

"Sebagai warga negara yang baik saya mendukung KPK menuntaskan kasus e-KTP," ujar Rudi, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (1/11/2017).

Rudi dipanggil penyidik untuk melengkapi berkas politikus Golkar Markus Nari dalam kasus dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan, dan pemberian keterangan palsu dalam perkara korupsi e-KTP.

Rudi mengaku sempat bertemu dengan Markus Nari di kantor DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat. Rudi yang merupakan Ketua Bidang Hukum Golkar tesebut menyarankan agar Markus Nari kooperatif dan berbicara apa adanya di hadapan KPK.

"Saat itu saya sampaikan agar (Markus Nari) berkata jujur. Agar kooperatif, dan bicara apa adanya," kata Rudi.

Terkait dengan kedatangan Markus Nari ke kantornya di kawasan Kuningan, Rudi membenarkan hal tersebut. Namun, saat itu Rudi tidak ada di tempat. Markus pun ditemui oleh salah satu stafnya.

Dia menduga kedatangan Markus untuk meminta bantuan hukum.

"Mekanisme pemberian bantuan hukum di Partai Golkar adalah jika ada kader atau pengurus yang mengalami masalah hukum dan meminta bantuan, maka Bidang Hukum akan menugaskan beberapa orang untuk melakukan pendampingan," kata Rudi.

Dia juga membantah soal dugaan dia mengetahui penyebab politikus Partai Hanura Miryam S Haryani yang mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) dalam sidang. Dia mengaku tak memiliki kepentingan apapun dari pencabutan BAP Miryam.

Pengacara itu pun meminta agar Partai Golkar tidak dibawa-bawa dalam kasus e-KTP dan Miryam S Haryani.

"Partai Golkar secara kelembagaan tidak bertanggung jawab atas perbuatan oknum-oknum kader dalam kejahatan Tipikor atau pidana lainnya walau Partai Golkar wajib menyiapkan tim advokasi jika diminta," kata Rudi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya