Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengumumkan dikabulkan atau tidak status justice collaborator (JC) terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto pada Kamis 29 Maret 2018. Tanggal tersebut bertepatan dengan sidang pembacaan surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
"Ditolak atau diterima (JC) , akan kita sampaikan di agenda tuntutan minggu depan. Kalaupun misalnya KPK menyampaikan keputusan terkait JC tentu hakim akan tetap mempertimbangkan hal tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat 23 Maret 2018.
Baca Juga
Kendati mantan Ketua Umum Golkar itu mengaku telah mengembalikan uang Rp 5 miliar ke KPK, Febri menilai Novanto masih setengah hati dalam membuka kasus megakorupsi tersebut. Tak hanya itu, Setya Novanto pun masih membantah menerima uang haram korupsi e-KTP.
Advertisement
Menurut Febri, masih ada kesempatan bagi Setya Novanto agar JC-nya dikabulkan yaitu, dalam pembacaan nota pembelaan atau pleidoi. KPK pun berharap mantan Ketua DPR itu dapat membuka secara terang-benderang kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.
"Nanti kami pertimbangkan soal JC tersebut, tentu dengan mengingat tiga poin besar tadi ya, apakah terdakwa mengakui perbuatannya atau tidak. Kalau memang mau mengakui perbuatan, forumnya seharusnya kemarin, atau terakhir forum pleidoi ya setelah tuntutan untuk Setya Novanto dibacakan KPK," kata Febri Diansyah.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Keterangan Setengah Hati
Sebelumnya, Majelis hakim menilai, Setnov tidak seluruhnya membuka kronologi kasus tersebut dengan berbagai keterangan, seperti lupa atau tidak tahu. Padahal, dalam kasus ini, mantan Ketua DPR itu mengajukanpermohonan sebagai justice collaborator.
"Keterangan Anda masih setengah hati. Seharusnya ikhlas, tapi keterangan Anda aliran Andi tidak benar sangat bertentangan dengan ini," ujar Ketua Majelis Hakim Yanto sambil mengangkat surat permohonan JC Setnov di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 22 Maret 2018.
Hakim Yanto merunut keterangan sejumlah saksi yang bertolak belakang dengan keterangan Setnov. Dimulai dari jatah hasil korupsi proyek e-KTP ke DPR, pengaruh Setnov dalam pembahasan proyek tersebut, termasuk vendor pada proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Hakim Yanto berpendapat keterangan mantan Ketua DPR yang mengatakan tidak mengetahui alasan Andi kerap kali membahas proyek e-KTP tidak mencerminkan kriteria penerimaan JC.
Advertisement