Liputan6.com, Jakarta Pengamanan eksekusi lahan di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah berbuntut panjang. Peristiwa tersebut berdampak pada pencopotan AKBP Heru Pramukarno dari jabatannya sebagai Kapolres Banggai.
Bahkan, peristiwa tersebut dapat mempengaruhi perjalanan karir Heru di Korps Bhayangkara. Hal itu disampaikan Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Irjen Arief Sulistyanto.
Baca Juga
"Ke depan kita akan buat itu berpengaruh (pada karir). Kami sedang lakukan penyederhanaan sistem personel, semua akan tercatat, terekam, apalagi kesalahan," ujar Arief saat ditemui di kantornya, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (28/3/2018).
Advertisement
Berdasarkan investigasi Propam Polri, pencopotan Heru bukan hanya karena anak buahnya membubarkan pengajian dan zikir ibu-ibu saat mengamankan eksekusi lahan.
Lebih dari itu, ia dianggap tidak cermat membaca situasi saat mengamankan pelaksanaan eksekusi.
"Dia gagal dalam menganalisis situasi dan mengambil langkah-langkah. Itulah, jadi kapolres tidak mudah, itu harus pandai," kata dia.
Jenderal bintang dua itu mengaku tidak mengetahui persis kronologi peristiwanya. Namun berdasarkan investigasi Propam Polri, Heru dianggap gagal dalam menjalankan tugas sebagai kapolres.
Dan pencopotan jabatan Kapolres Banggai merupakan opsi terbaik dari Polri. Hanya saja Arief tak mengetahui lebih dalam mengenai sanksi yang bakal diterima Heru setelah sidang etik nanti.
"Nanti dari Propam. Yang penting sanksi administratif telah diberikan, dan dibebastugaskan (dari jabatan kapolres)," ucap Arief.
Warga Miliki Sertifikat
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal mengatakan, eksekusi lahan tersebut dilakukan oleh Pengadilan Negeri Luwuk. Dalam hal ini, Polres Banggai hanya diminta bantuan pengamanan.
"Propam menemukan ketidakcermatan Kapolres dalam melihat eksekusi itu," terang dia.
Hasil investigasi Propam Polri ditemukan fakta masih banyak warga memiliki sertifikat tanah pada lahan yang dieksekusi. Artinya, warga masih memiliki bukti kuat dan berhak menempuh upaya hukum.
"Seharusnya Pak Kapolres bisa meminta penundaan (eksekusi ke PN), karena proses permohonan eksekusi pengadilan tidak bersifat final," ucap Iqbal.
Polisi harus mempertimbangkan faktor keamanan dalam mengawal eksekusi. Menurut Iqbal, polisi memiliki hak menunda proses eksekusi hingga perlawanan atau upaya hukum yang ditempuh warga selesai.
Namun pertimbangan itu tak dilakukan Polres Banggai. "Maka dari itu kapolresnya dicopot," Iqbal menandaskan.
Advertisement