AJI Tuntut Jaminan Penuh untuk Pekerja Media di Aksi May Day

Menurut AJI, ada empat ‎modus pelanggaran jaminan sosial yang dilakukan oleh perusahaan media kepada para pekerjanya.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mei 2018, 13:56 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2018, 13:56 WIB
Demo Tolak Kekerasan terhadap Wartawan
Seorang wartawan membentangkan poster saat aksi solidaritas tolak kekerasan terhadap jurnalis di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) ikut  demo di Hari Buruh Internasional 2018 atau biasa disebut May Day. Salah satu tuntutan yang disampaikan yaitu meminta adanya jaminan penuh terhadap para pekerja media. Hal itu, karena ma‎sih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan media.

"Pelanggaran terhadap pekerja media yang merupakan pilar dari demokrasi masih jamak ditemukan di perusahaan media yang beroperasi di Indonesia," kata ‎Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia, Aloysius Budi Kurniawan, ‎di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/5/2018). 

Dia mencatat, ada empat ‎modus pelanggaran jaminan sosial yang dilakukan oleh perusahaan media kepada para pekerjanya.

Empat pelanggaran tersebut yakni, tidak mengikutsertakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja media.

"Lalu yang kedua, mengikutsertakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan namun tidak membayarkannya," ujar dia.

Lebih lanjut, mengikutsertakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, tapi hanya membayar salah satunya saja. Terakhir, pekerja tidak diikutsertakan pada program BPJS namun diikutsertakan pada asuransi swasta lain yang nilai tanggungannya lebih rendah dari BPJS.

"Data pengaduan yang sudah masuk ke LBH Pers tercatat ada lebih delapan perusahaan media yang melakukan pelanggaran jaminan sosial terhadap 15 pekerja media," jelas dia.

Menurut dia, pola pelanggaran perusahaan media hampir sama, yaitu BPJS Kesehatan dibayarkan, tetapi BPJS Ketenagakerjaan sempat tidak dibayarkan.

Iuran BPJS Ketenagakerjaan kemudian baru dibayarkan setelah diadvokasi dan muncul desakan terhadap perusahaan.

"Padahal ketentuan kepesertaan pekerja sudah diatur jelas dalam UU BPJS. Aturan tersebut juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang melanggar mulai dari sanksi administratif hingga tidak mendapat pelayanan publik tertentu," ujar dia.

 

Jurnalis Perlu Serikat pekerja

20160825-Wartawan-Demo-Jakarta-FF
Seorang jurnalis melakukan aksi solidaritas di depan Kantor Menkopolhukam, Jakarta, (25/8). Dalam aksinya para Jurnalis mendesak penyelesaian kasus tindak kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di Medan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Selain itu, AJI juga mendata ternyata masih banyaknya perusahaan media yang tak memfasilitasi para pekerja media dalam berorganisasi. Padahal, keberadaan serikat pekerja di perusahaan media dapat menjadi mitra bagi perusahaan dalam memajukan perusahaan media secara bersama-sama.

"Serikat media bisa menjadi teman bagi perusahaan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang mampu memompa produktifitas pekerja, yang dapat bermuara kepada keuntungan kedua belah pihak," tandas dia.‎

Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS Pasal 14 berbunyi, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial. Kemudian, Pasal 15 (1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya