Menaker Hanif Dukung Penerapan Kebijakan Uang Jaminan bagi Pengguna PMI di Singapura

Tujuan penerapan kebijakan ini agar pengguna mematuhi kontrak kerja yang disepakati sehingga meningkatkan perlindungan bagi PMI di Singapura.

oleh hidya anindyati diperbarui 14 Mei 2018, 14:55 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 14:55 WIB
M Hanif Dhakiri saat menerima kunjungan Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Singapura, Ngurah Swajaya, di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Jumat (11/5/2018).
M Hanif Dhakiri saat menerima kunjungan Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Singapura, Ngurah Swajaya, di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Jumat (11/5/2018).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan performance bond atau uang jaminan pelaksanaan bagi pengguna Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Singapura. Tujuan penerapan kebijakan ini agar pengguna mematuhi kontrak kerja yang disepakati sehingga meningkatkan perlindungan bagi PMI di Singapura.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri saat menerima kunjungan Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Singapura, Ngurah Swajaya, di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Jumat (11/5/2018).

“Kedatangan Dubes dalam rangka melaporkan perkembangan ketenagakerjaan di Singapura. Selain itu kita juga membahas upaya KBRI untuk melindungi PMI melalui penerapan kebijakan performance bond,” kata Menaker Hanif.

Menaker Hanif menjelaskan, berdasarkan laporan Dubes RI untuk Singapura, kebijakan performance bond ini mewajibkan pengguna PMI membayar uang jaminan kepada pihak ketiga (perusahaan asuransi) senilai 70-75 dolar Singapura. Uang jaminan tersebut akan dicairkan pihak asuransi kepada PMI, jika pengguna melanggar kontrak kerja yang sudah ditandatangani bersama PMI.

“Selama ini sering terjadi disharmoni antara kesepakatan di kontrak kerja dengan pelaksanaan. Jadi pengguna diminta membayar jumlah tertentu dan itu yang akan melindungi PMI kalau pengguna melanggar kontrak. Misal, gajinya tidak dibayar maka performance bond yang akan membayar. Jadi jika pengguna melanggar kontrak maka akan diberikan oleh asuransi sampai 6 ribu dolar. Jadi intinya PMI terlindungi,” ujar Menaker Hanif.

Performance bond ini diharapkan akan membuat pengguna mematuhi kontrak kerja yang di dalamnya ada ketentuan terkait upah minimum (550 Dolar Singapura), jam kerja, ketentuan hari libur dan lain-lain.

"Intinya pelaksanaan kebijakan performance bond ini untuk melindungi PMI dan membuat pengguna di Singapura menghormati dan melaksanakan item-item yang disepakati bersama dalam kontrak kerja," kata Menaker Hanif.

"Kita mendukung penerapan kebijakan ini. Kita berharap kebijakan ini dapat terus dilaksanakan untuk meningkatkan perlindungan PMI dengan baik sehingga ke depannya akan dapat diterapkan di negara-negara penempatan lainnya," kata Menaker Hanif.

Sementara itu, Dubes Swajaya, mengungkapkan, selain kebijakan performance bond, KBRI di Singapura juga telah menerapkan beberapa kebijakan lain untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi PMI di Singapura khususnya untuk sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT).

“Dalam rangka meningkatkan pelayanan di KBRI, pertama kita sudah menerima sertifikasi ISO 9001 tahun 2015 untuk manajemen pelayanan berstandar internasional. Kedua, kita menerima sertifikat wilayah bebas korupsi. Ketiga, mengembangkan sistem aplikasi yg mempermudah bagi kita memberikan pelayanan dan menjamin transparansi serta komunikasi yang lebih mudah antara PMI dengan KBRI Singapura,” ujar Dubes Swajaya.

Sedangkan untuk meningkatkan perlindungan PMI, Dubes Swajaya, mengatakan KBRI sudah memiliki website www.indonesianlabour.sg. Setiap PMI yang bekerja di Singapura harus melapor ke KBRI dan datanya akan diinput ke website tersebut sehingga tercatat dengan baik.

“Aplikasi website ini sudah kita sampaikan ke Menaker, mudah-mudahan bisa disinergikan dengan semua perwakilan dan kementerian sehingga ke depan kita benar-benar bisa melihat bahwa upaya pelindungan dan pelayanan terus ditingkatkan,” ungkap Dubes Swajaya.

Selain itu, KBRI Singapura juga telah mengeluarkan Kartu Pekerja Indonesia Singapura (KPIS) bagi PMI sektor PLRT. Di kartu KPIS ada barcode yang bisa discan melalui smartphone dan akan muncul beberapa menu, salah satunya menu lapor untuk mengadukan persoalan yang PMI hadapi kepada KBRI.

“PMI di Singapura jumlahnya cukup besar. Meskipun di Singapura permasalahannya lebih kecil dibanding di negara lain, tapi kita masih ada permasalahan yang perlu kita atasi melalui suatu strategi yang sedang kita bahas dan perlu didukung oleh Menaker,” ucap Dubes Swajaya.

Hingga 11 April 2018 tercatat ada 106.825 PMI di sektor PLRT, 29.515 PMI sektor anak buah kapal, dan 19.547 PMI sektor formal. Provinsi Jawa Tengah menjadi penyumbang PMI PLRT terbanyak disusul Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Selain membahas kebijakan performance bond, pertemuan dengan Menaker juga membicarakan program direct hiring Pemerintah Singapura. Program ini menurut Dubes Swajaya menjadi salah satu penyebab meningkatnya persoalan PMI di Singapura.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah Indonesia akan segera melakukan pertemuan bilateral dengan Pemerintah Singapura.

"Dalam waktu dekat kami akan bertemu dengan Pemerintah Singapura. Kami akan coba meminta mereka untuk menghapus kebijakan direct hiring karena ini merugikan PMI," ungkap Menaker Hanif.

Program direct hiring atau perekrutan langsung adalah kebijakan yang memungkinkan pengguna jasa tenaga kerja berhubungan langsung dengan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) tanpa melalui agensi yang merupakan mitra usaha pemerintah di negara penempatan.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya