Liputan6.com, Jakarta - Kontestasi politik Pilkada 2018 sudah di depan mata. Masyarakat diminta pandai dalam memilih calon kepala daerah agar bisa memajukan daerahnya dalam lima tahun ke depan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengingatkan agar masyarakat tak memilih calon kepala daerah yang menjerumuskan masyarakat ke dalam pusaran suap.
"Jangan pernah mau masuk dalam jebakan politik uang yang tidak akan menyejahterakan apalagi menggembirakan," ujar Saut saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa (26/6/2018).
Advertisement
Selain meminta agar tak memilih calon pemimpin yang bermain politik uang, Saut mengimbau masyarakat tak memilih pemimpin yang sudah dijerat KPK sebagai tersangka korupsi.
"Kalau sudah menjadi tersangka, ya tentu tidak direkomendasi untuk dipilih, karena KPK punya bukti awal yang cukup mereka terganggu integritasnya," kata Saut.
Dia pun meminta masyarakat untuk melihat rekam jejak calonnya sebelum memilih.
Namun, dia membebaskan masyarakat memilih calon yang sesuai hati nuraninya.
"Tapi pasangannya akan lain dan tentu KPK tidak dalam posisi mengomentari, biar publik yang menilai dengan mempelajari dan mencari info detail tentang calon," kata Saut.
Menurut catatan Liputan6.com, ada sembilan kepala daerah yang dijerat KPK karena berbagai kasus korupsi. Berikut ini daftarnya:Â
1. Calon Gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus
Mantan Bupati Kepulauan Sula, Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Ketua DPRD Kepulauan Sula Zainal Mus. Ahmad Hidayat Mus merugikan negara sebesar Rp 3,4 miliar.
Ahmad dan Zainal diduga telah melakukan pengadaan fiktif dalam pembebasan lahan Bandara Bobong yang menggunakan APBD Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara tahun anggaran 2009.
Pemerintah Kabupaten Sula seakan-akan membeli tanah milik ZM (Zainal Mus), yang seakan-akan dibeli dari masyarakat.
Dari total kerugian negara sebesar Rp 3,4 miliar itu, sebesar Rp 1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal sebagai pemegang surat kuasa penerima pembayaran pelepasan tanah, dan senilai Rp 850 juta diduga masuk ke kantong Ahmad. Sementara, sisanya diduga mengalir kepada pihak-pihak lain.
Ahmad Hidayat Mus sendiri hingga kini masih belum ditahan penyidik KPK. Dalam Pilkada serentak 2018, Ahmad Hidayat Mus berpasangan dengan Rivai Umar diusung Partai Golkar dan PPP dengan nomor urut 1.
2. Calon Gubernur Lampung, Mustafa
Bupati Lampung Tengah Mustafa yang maju sebagai Calon Gubernur Lampung pada Pilkada 2018 didakwa menyuap enam anggota DPRD Lampung Tengah 2014-2019 sebesar Rp 9,6 miliar. Mustafa melakukan hal tersebut bersama Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah, Taufik Rahman.
Uang yang diberikan Mustafa kepada enam pimpinan dan anggota DPRD diberikan secara bertahap yakni, Rp 2 miliar, Rp 1,5 miliar, Rp 1 miliar, Rp 1,2 miliar, dan Rp 495 juta. Enam anggota DPRD Lampung Tengah, yang menerima suap tersebut yaitu, Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri, Bunyana dan Zainuddin.
Yang keseluruhannya berjumlah Rp 9.695.000.000.
Uang suap itu bertujuan untuk memuluskan penandatanganan persetujuan DPRD terkait rencana pinjaman Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2016. Dana Rp 300 miliar rencananya digunakan untuk biaya pembangunan sembilan ruas jalan dan satu jembatan.
Pada Pilkada 2018, Mustafa berpasangan dengan Ahmad Jajuli. Mustafa-Ahmad diusung Partai Nasdem, PKS, dan Hanura. Nomor urut 4.
3. Calon Bupati Subang, Imas Aryumningsih
Imas tersandung kasus dugaan suap terkait perizinan di Pemerintah Kabupaten Subang. Imas sendiri akan diadili di Pengadilan Tipikor, Bandung, Jawa Barat. Berkas penyidikan Imas dirampungkan penyidik pada awal Juni 2018, kemarin.
Imas yang kini dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung dijerat dengan tiga tersangka lainnya. Yakni Asep Santika selaku Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP Subang, Miftahudin selaku pihak swasta, dan Data seorang karyawan swasta.
Diduga, Imas, Data dan Asep menerima uang suap ‎dari dua perusahaan, PT ASP dan PT PBM senilai Rp 1,4 miliar. Pemberian suap diduga dilakukan untuk mendapatkan izin prinsip untuk membuat pabrik atau tempat usaha di Subang.
Uang tersebut diberikan oleh seorang pihak swasta yakni, Miftahudin dalam beberapa tahapan. Komitmen fee di awal antara pemberi dengan perantara adalah Rp 4,5 miliar. Sedangkan pemberian fee antara Bupati ke perantara sejumlah Rp 1,5 miliar.
Pada Pilkada 2018 ini, Imas berpasangan dengan Surarno sebagai calon dalam nomor urut 2. Imas dan Sutarno didukung Partai Golkar dan PKB.
Â
*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.
4. Calon Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko
Serupa dengan Imas, Bupati Jombang petahana Nyono Suharli Wihandoko juga segera disidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. Penyidik KPK merampungkan berkas Nyono pada akhir Mei 2018.
Nyono dijerat KPK bersama dengan Plt Kadis Kesehatan Jombang Inna Sulistyowati. Keduanya terlibat praktik suap yang berkaitan dengan jabatan.
Inna diduga mengumpulkan uang suap dari 34 Puskesmas di Jombang dan diberikan kepada Nyono. Pemberian diperuntukkan agar Inna yang menjabat sebagai pelaksana tugas menjadi Kadis Kesehatan definitif.
Uang suap juga dipergunakan Bupati Nyono untuk membiayai kampanye dalam Pilkada Bupati Jombang 2018. Bupati Nyono diduga telah menerima sekitar Rp 275 juta dari Inna.
Dalam Pilkada Serentak 2018, Nyono berpasangan dengan Subaidi. Nyono dan Subaidi diusung Partai Golkar, PKB, PKS, Partai NasDem dan PAN di Nomor urut 2.
5. Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae
Serupa dengan Bupati Nyono, Bupati Ngada Marianus Sae yang juga Calon Gunernur NTT juga disebut menerima uang suap untuk maju dalam kontestasi politik. Marianus sendiri merupakan tersangka dugaan meneria suap terkait proyek-proyek di lingkungan Ngada.
Bersama dengan Marianus, KPK juga menjerat Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu selaku pemberi suap. Wilhelmus diduga memberi sekitar Rp 4,1 miliar kepada Marianus dalam kurun November 2017 hingga Februari 2018.
Penerimaan uang tersebut diduga akan digunakan Marianus untuk maju sebagai Gubernur NTT dalam Pilgub NTT 2018. Diketahui, Marianus bersama Emilia Nomleni maju dalam Pilgub NTT dengan diusung PDIP dan PKB dengan nomor urut 2.
Dugaan uang untuk dijadikan modal kampanye lantaran dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim Satgas KPK terhadap Marianus di Surabaya, politisi PDI Perjuangan itu tengah bersama dengan Ketua Tim Psikotes bakal calon Gubernur NTT, Ambrosius Tirta Santi.
6. Calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun
Asrun yang merupakan mantan Walikota Kendari disebut menerima uang Rp 2,8 miliar dari Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. Uang suap diterima Asrun bersama dengan Walikota Kendari petahana Adriatama Dwi Putra yang merupakan anak Asrun.
Uang suap sebesar itu, sesuai dengan dakwaan terhadap Hasmun, akan digunakan untuk biaya Pilkada Asrun oleh Adriatama. Asrun hendak mengikuti kontestasi Pilgub Sulawesi Tenggara.
Sebagai imbal balik, perusahaan Hasmun diberikan pekerjaan proyek multi years oleh Adriatama, yakni pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020 dengan nilai proyek Rp 60,168,400,000,000.
Asrun sendiri maju dalam Pilkada serentak 2018 sebagai Calon Gubernur Sulawesi Tenggara berpasangan dengan Hugua. Asrun dan Hugua diusung PAN, PDIP, PKS, Hanura, Gerindra dan PBB di nomor urut 2.
Â
Advertisement
7. Calon Wali Kota Malang, Mochamad Anton
KPK menetapkan Wali Kota nonaktif Malang Mochamad Anton sebagai tersangka. Selain Anton, KPK menjerat 18 anggota DPRD Malang.
18 legislator itu diduga menerima suap dari Anton untuk memuluskan pembahasan APBDP Kota Malang tahun anggaran 2015.
Penetapan tersangka terhadap para anggota DPRD diketahui merupakan pengembangan dari kasus yang telah menjerat mantan Ketua DPRD Kota Malang, M. Arief Wicaksono, dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB), Jarot Edy Sulistyono.
Dalam hal ini, penyidik menduga Arief memperoleh uang Rp 700 juta dari tersangka Jarot. Sebanyak Rp 600 juta dari yang diterima Arief kemudian didistribusikan kepada sejumlah anggota DPRD Kota Malang melalui Anton.
Dalam Pilkada serentak 2018, Anton yang kembali maju sebagai Wali Kota Malang berpasangan dengan Syamsul Mahmud. Anton dan Syamsul diusung PKB, Gerindra dan PKS di Nomor Urut 2.
8. Calon Wali Kota Malang, Yaqud Ananda Gudban
Anggota DPRD Malang, Yaqud Ananda Gudban mencalonkan diri sebagai Wali Kota Malang pada Pilkada 2018. Dia berpasangan dengan Ahmad Wanedi dan mendapatkan dukungan dari lima partai yakni, PDI-P, PAN, Hanura, PPP, dan NasDem.
KPK sendiri telah menetapkan ‎Yaqud Ananda sebagai tersangka suap bersama dengan Mochamad Anton. Senada dengan rivalnya, M. Anton di Pilkada 2018, Nanda terjerat kasus dugaan suap pemulusan pembahasan APBD-P tahun 2015.
Dalam Pilkada serentak 2018, Yaqud Ananda berpasangan dengan Ahmad Waned. Yaqud Ananda dan Ahmad diusung PDIP, PAN, PPP, Hanura, dan Partai Nasdem dalam nomor urut 1.
9. Calon Bupati Tulunggagung Syahri Mulyo
Bupati Tulungagung Syahri Mulyo ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Dinas PUPR Tulungagung, Sutrisno (SUT), dan dua pihak swasta, Agung Prayitno (AP) dan Susilo Prabowo (SP).
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembangunan peningkatan jalan pada Dinas PUPR kabupaten Tulungagung. Diduga pemberian dari Susilo kepada Bupati Tulungagung sebesar Rp 1 miliar.
Uang Rp 1 miliar itu merupakan pemberian ketiga. Sebelumnya Bupati Tulungagung sudah menerima Rp 500 juta, dan Rp 1 miliar. Total peneriman uang kepada Bupati Tulungangung Rp 2,5 miliar.
Dalam Pilkada serentak 2018, Syahri yang kembali maju sebagai Bupati Tulungagung berpasangan dengan Maryoto Birowo. Syahri dan Maryoto diusung PDI Perjuangan dan NasDem di Nomor urut 2.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini: