Liputan6.com, Jakarta Sejak sekitar satu dekade yang lalu, pemerintah Indonesia sudah mulai mencanangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Hal ini dapat dilihat di antaranya pada salah satu misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 yang memuat dua hal, yaitu (1) pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup, serta (2) pemanfaatan ekonomi SDA dan lingkungan hidup yang berkesinambungan.
Kemudian, sebagai salah satu wujud pelaksanaan misi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2014 menerbitkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia. Roadmap yang dikeluarkan oleh regulator lembaga keuangan di Indonesia ini dapat dikatakan sebagai arahan awal bagi lembaga keuangan untuk juga mulai memerhatikan aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya. Bentuk perhatian lembaga keuangan, terutama bank, terhadap aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya diantaranya adalah dengan memberikan porsi yang semakin besar terhadap penyaluran kredit ke sektor energi terbarukan.
Penggunaan energi terbarukan (seperti tenaga surya) untuk menghasilkan listrik misalnya, terbukti lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar fosil sehingga dapat meminimalkan emisi gas buang. Dengan demikian, sebuah PLTS diharapkan tidak hanya dapat menghasilkan listrik dengan biaya operasi yang rendah dalam jangka panjang, namun juga dapat memberikan kontribusi dalam menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dengan pelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial.
Advertisement
Sehubungan dengan hal itu pada Rabu (10/10/2018) bertempat di Hotel Double Tree by Hilton Cikini diselenggarakan FGD hasil survei menguji skema potensi pembiayaan pemasangan rooftop solar PV di perumahan dan bangunan komersial kerjasama antara Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, GIZ INFIZ,PPLSA dan KANTAR TNS. FGD tersebut dihadiri oleh para pengusaha di bidang Panel Surya Atap dan juga kalangan perbankan yang tertarik untuk menawarkan skema pembayaran untuk pembelian panel surya atap.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Harris dalam keynote speechnya menyatakan pemerintah tengah menyiapkan suatu regulasi agar panel surya diminati perbankan.
“Kami juga nanti rumuskan skema pembiayaannya seperti apa," kata dia.
Aturan ini akan mengatur mengenai siapa yang dapat memasang panel surya atap, izin operasi, dan aturan ekspor-impor, dan harga ekspornya. Adapun, yang boleh memasang adalah konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)(Persero) rumah tangga, industri, sosial, pemerintahan, dan sektor bisnis.
Direktur Utama PT ATW Sejahtera, Paulus Adi Wahono dengan produknya ATW Solar menyampaikan selain telah sukses memasang Panel Surya Atap di perumahan besar seperti di Grup Summarecon untuk cluster Symphonia dan Burgundy sebanyak 700 rumah, juga di perumahan existing dan juga di kawasan industri seperti di Kalbio Global Medika (Kalbe Farma Group) Cikarang.
Paulus menambahkan PT ATW Sejahtera yang saat ini membawahi PT ATW Solar Indonesia sebagai penyedia Solar PV (EPC), serta PT Adidaya Abadi Sentosa sebagai Electical equipment trading dan installation.
"Di samping itu berperan aktif turut serta memikirkan jalan keluar atas pembiayaan Panel Surya Atap yaitu segera akan meluncurkan anak perusahaan terbaru yaitu PT ATW Investasi Hijau yang merupakan perusahaan di bidang leasing/Solar PV yang akan dilauncing dalam waktu dekat yang akan mengatasi masalah pembiayaan untuk pembelian Panel Surya Atap," kata Paulus Adi Wahono dalam presentasinya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meminta pemerintah mencari solusi mengenai pendanaan untuk panel surya atap (rooftop). Ini karena investasi panel surya membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Seharusnya pemerintah bisa menggandeng lembaga keuangan untuk memberikan pinjaman kepada konsumen yang ingin memasang panel surya di atap. Saat ini ada 37 juta pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jawa Bali. Dari jumlah tersebut ada 13% persen atau 4,8 juta yang tertarik memakai panel surya atap," kata Febby.
Solusi Energi Surya yang Ramah Paulus Adi Wahono menambahkan ada tiga keuntungan menggunakan panel surya. Yang pertama adalah penghematan listrik. Sistem panel surya dapat mengurangi tagihan listrik dengan mengggunakan cahaya matahari sebagai tambahan sumber energi. Kedua, kepastian harga listrik. Dengan panel surya, kita tidak perlu kuatir dengan tren harga listrik yang meningkat dengan adanya produksi listrik milik sendiri dari cahaya matahari. Ketiga, energi terbarukan.
"Kita turut serta dalam kampanye go green, membantu menjaga kelestarian lingkungan di atap rumah sendiri dengan menggunakan sumber energi yang terbarukan dan tanpa polusi.
”ATW Solar menyediakan solusi energi surya yang ramah (friendly solar energy solutions) untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi pengguna, dengan menekankan pada tiga komitmen utama yaitu: ramah pengguna (user-friendly), ramah terhadap tagihan (bill-friendly) dan ramah lingkungan (eco-friendly).
Perlu diketahui, ATW Solar menawarkan pemasangan yang terjangkau untuk perumahan, komersial dan manufaktur di Indonesia dengan standar kualitas internasional. Melalui solusi yang ATW Solar berikan, konsumen Indonesia dapat melakukan penghematan biaya listrik sekaligus peduli terhadap lingkungan dengan mengaplikasikan pemanfaatan tenaga listrik surya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
“Kami optimis untuk menjadikan energi surya sebagai tren gaya hidup modern terbaru yang ramah lingkungan. Dengan panel surya, kita tidak perlu khawatir dengan tren harga listrik yang meningkat dengan adanya produksi listrik milik sendiri dari cahaya surya. Selain itu, kita turut serta go green, membantu menjaga kelestarian lingkungan di atap rumah sendiri dengan menggunakan sumber energi yang terbarukan dan tanpa polusi,” tutup Paulus Adi Wahono.
(*)