Mencari Udang di Balik Dana Kelurahan

Rencana pemerintah menggelontorkan dana kelurahan diserang kubu oposisi. Seluruh fraksi di DPR menyetujui.

oleh Rinaldo diperbarui 23 Okt 2018, 00:09 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2018, 00:09 WIB
Jokowi Gelar Ratas Persiapan OOC 2018
Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas di Istana Bogor, Senin (22/10).Ratas tersebut membahas persiapan OOC (Our Ocean Conference 2018) yang akan di selenggarakan di Bali. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Semuanya berawal dari keinginan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang akan mengeluarkan program dana kelurahan. Kebijakan tersebut rencananya akan dimulai pada awal 2019.

"Dan mulai tahun depan, perlu saya sampaikan, terutama untuk kota, akan ada yang namanya anggaran kelurahan," kata Jokowi dalam siaran tertulis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Jumat 19 Oktober 2018.

Jokowi mengatakan, kebijakan tersebut dikeluarkan pemerintah karena banyaknya keluhan dari masyarakat terkait dana untuk tingkat kelurahan.

"Banyak keluhan, Pak, ada dana desa, kok enggak ada dana untuk kota. Ya sudah tahun depan dapat," kata Presiden.

Langsung saja, rencana itu mendapat respons dari para politisi, khususnya mereka yang berasal dari kubu oposisi.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, misalnya, mengaku heran dana kelurahan baru diturunkan menjelang Pemilu 2019. Menurut dia, seharusnya dana seperti itu sudah dialokasikan sejak lama.

"Pertanyaannya adalah kenapa sekarang? Kenapa enggak dari dulu? Kalau kita setuju dari dulu, harusnya desa itu dengan kelurahan itu di treatment-nya sama. Kenapa baru sekarang? Kita kalau dari dulu lebih setuju lagi," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/10/2018).

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR ini menegaskan, seharusnya dana kelurahan dimasukkan dalam RAPBN 2019 saat pidato kenegaraan 16 Agustus lalu. Dia pun berharap dana kelurahan ini tak dipolitisir.

"Ya kalau sekarang kan orang menilai pencitraan jadi sangat mudah, karena memang di tahun politik dan di saat-saat memang menjelang pemilu legislatif dan presiden," ujar Fadli.

Sedangkan terkait dengan sikap Fraksi Partai Gerindra tentang dana kelurahan ini Fadli mengaku masih ingin melihat lebih lanjut.

"Ya nanti akan kita lihat sikap kita. Tapi yang jelas, kalau prinsipnya harusnya dari dulu. Karena banyak kelurahan yang komplain," tandas dia.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid. Hidayat menilai, seharusnya pemerintah melakukanya sejak dulu. Sehingga tidak menimbulkan kesan politisasi.

"Sangat rawan untuk kemudian disalahpahami dan politisasi dan karenanya kami pasti ini akam dibahas dengan DPR, tapi kalau itu betul-betul ada, karena kadang-kadang kan hanya wacana ternyata enggak ada," ujar Hidayat.

Wakil Ketua MPR ini menuntut payung hukum yang jelas terkait keberadaan dana kelurahan tersebut. Karena, lanjutnya, anggaran tanpa payung hukum bisa digolongkan sebagai korupsi anggaran.

"Ya pertama kami menuntut ada payung hukumnya dulu kalau payung hukumnya enggak ada bagimana membuat anggaran. Anggaran tanpa payung hukum itu berarti sebuah korupsi anggaran dan akan bermasalah jadi buat aturan payung hukmunya itu dibuat dulu setelah itu kemudian diajukan ke DPR," ucap Hidayat.

Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Sandiaga Uno juga mengomentari kebijakan dana kelurahan yang akan dicairkan oleh pemerintahan Joko Widodo pada 2019 mendatang.

Menurut Sandi, masyarakat tentu bisa menilai apa niat sesungguhnya di balik pencairan dana yang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dianggarkan hingga Rp 3 triliun itu.

"Kalau misalnya (cair) di tahun politik, 2019 ini pasti masyarakat bisa menilai sendiri kok, apakah ada udang di balik batu," kata Sandi ditemui di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Minggu (21/10/2018).

Masyarakat kata Sandi memang akan senang menerima bantuan dana, apalagi setingkat kelurahan. Namun jika memang ada niatan politis di balik dana kelurahan ini, dia meyakini bahwa masyarakat era ini telah berpikir kritis dan memiliki kedewasaan dalam berpolitik.

"Kemarin ditunjukan sendiri kok (waktu di DKI) bagaimana serangan-serangan sembako yang di ujung masa pemilihan tidak ngaruh sama sekali. Tidak mengubah electoral behavior, tidak mengubah keyakinan berpolitik mereka. Mereka memilih sesuai keyakinan dan pemikiran sebelumnya," jelas Sandi.

Meski begitu, Sandi menyebut apa pun niat di balik kucuran dana itu tentu harus diapresiasi jika memang niatnya untuk rakyat. Dia pun mengaku tak ingin terlalu mengkritisi terhadap segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo bertepatan dengan Pilpres 2019 mendatang.

"Semua diawali dengan niat baik, apa pun programnya terlepas timingnya seperti apa, tentu ya harus diapresiasi," ucap Sandi.

Namun, kubu pendukung Jokowi agaknya keberatan dengan ungkapan udang di balik batu yang disampaikan Sandiaga. Mereka pun mengecam cara Sandiaga menanggapi program Jokowi itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jawaban Kubu Jokowi

Cawapres Sandiaga Uno melakukan kunjungan ke Kantor Pimpinan Pusat MTA untuk silaturahmi dan minta doa restu,Sabtu (22/9).(Liputan6.com/Fajar Abrori)
Cawapres Sandiaga Uno melakukan kunjungan ke Kantor Pimpinan Pusat MTA untuk silaturahmi dan minta doa restu,Sabtu (22/9).(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Ketua DPP NasDem Irma Suryani Chaniago, misalnya, mengaku heran dengan pernyataan Sandiaga Uno yang terus menyindir program dana kelurahan. Menurutnya, cawapres nomor urut 02 itu tak konsisten.

"Sandiaga bilang, program ini tidak akan berpengaruh pada elektoral karena masyarakat sudah pintar, nah kalo sudah tahu tidak berpengaruh kenapa harus negatif thinking dengan bilang ada udang di balik batu?" ujar Irma lewat pesan singkat, Senin (22/10/2018).

Sandiaga menuding ada niat tertentu di balik pencairan dana kelurahan yang baru direalisasikan 2019. Pasalnya di tahun yang sama akan diselenggarkan pemilihan presiden.

Irna menjelaskan, dana kelurahan merupakan aspirasi wali kota seluruh Indonesia. Hal itu seperti kesaksian Wali Kota Bogor Bima Arya yang menyatakan Jokowi mengiyakan permintaan dana kelurahan saat pertemuan Juli lalu.

"Yang meminta keadilan atas bantuan dana untuk mempercepat pembangunan di daerah sebagai mana yang diterima desa di seluruh Indonesia," tuturnya.

Dia menyebut tak perlu mempermasalahkan kapan anggaran itu cair. Yang terpenting, lanjutnya, adalah aturan atau payung hukum untuk pengawasan dana kelurahan yang jelas.

"Yang penting, advokasi, regulasi atau payung hukumnya serta kontrolnya jelas," ujarnya.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, yang heran Sandiaga Uno mengkritik program dana kelurahan. Menurut dia, kelurahan memang butuh dana khusus untuk pembangunan seperti layaknya desa yang sudah diakomodasi.

"Kemudian dianggap seperti ada udang di balik batu, kalau menurut saya terserah Pak Sandi aja. Berarti Pak Sandi tak memahami apa yang menjadi persoalan yang dihadapi masyarakat di tingkat kelurahan," ujar Karding lewat pesan singkat, Senin (22/10/2018).

Sindiran Sandiaga itu, menurut dia, malah berpotensi membuat masyarakat tak bersimpati. Karding mengatakan kalau Sandiaga betul-betul turun ke masyarakat, seharusnya mantan Wakil Gubernur DKi itu bisa memahami apa yang dirasakan kelurahan.

"Jangan justru masyarakat kelurahan tak simpati kepada Pak Sandi karena mempersoalkan dana ini. Kalau Pak Sandi turun ke daerah mestinya memahami apa yang dirasakan masyarakat kelurahan," tuturnya.

Soal dana kelurahan, menurut Karding, merupakan aspirasi dari daerah. Hal itu disampaikan para wali kota ketika bertemu Jokowi pada Juli lalu.

Ia menjelaskan, apa yang dilakukan Jokowi merupakan cara untuk melakukan pemerataan. Kelurahan juga harus dibangun tanpa terkecuali.

"Dalam membangun ini kan tidak boleh ada perbedaan seluruhnya sama jadi harus dibangun. Kelurahan pun tanpa terkecuali harus dibangun agar terjadi apa yang disebut pemerataan, agar seluruh pembangunan dinikmati tak hanya desa tapi juga di kelurahan," pungkas Karding.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Raja Juli Antoni, mengatakan jika tak setuju dengan dana kelurahan, Sandiaga Uno lebih baik jangan cuma menyindir, tapi beri solusi.

"Sandiaga Uno mencurigai kepentingan politik di balik rencana dana kelurahan, ada udang di balik batu katanya. Menurut saya, Mas Sandi jangan nyinyir, tapi solutif," ucap Raja di Jakarta, Senin (22/10/2018).

Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia ini bertanya pada Sandiaga apakah setuju atau tidak dengan dana kelurahan.

"Pertanyaannya, apakah Mas Sandiaga setuju dengan dana kelurahan? Kalau setuju full stop (titik). Bismillah kita jalankan," ungkap Raja.

Jika tak setuju dengan hal tersebut, kata dia, segera memberikan solusi. Raja juga meminta agar jangan destruktif jika menjadi pemimpin.

"Kalau tidak setuju apa alternatif solusi atas kebutuhan dana di kelurahan. Tidak susah menjadi pemimpin yang konstruktif," pungkasnya.

 

 

Disetujui Seluruh Fraksi DPR

Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor Datangi KPK
Wali Kota Bogor Bima Arya. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Badan Anggaran (Banggar) Azis Syamsudin juga memberikan penjelasan terkait anggaran dana kelurahan yang saat ini menjadi polemik. Menurutnya anggaran dana kelurahan itu hanya sekadar usulan dari pemerintah.

"Kan usulan pemerintah. Dana kelurahan itu kan dana desa yang pada saat ingin diturunkan banyak keluhan, kenapa kelurahan tidak mendapat dana bantuan dari pemerintah," kata Azis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (22/10/2018).

Azis memaparkan, dana kelurahan akan masuk dalam postur anggaran dana desa sebesar Rp 73 triliun dengan rincian Rp 3 triliun untuk dana kelurahan. Anggaran dana desa diambil dari RAPBN 2019.

"Sehingga dana desa itu dari Rp 73 triliun diefisiensikan kemudian Rp 3 triliunnya masuk ke sana kelurahan. Tidak ada porsi penambahan, tetapi pengefisiensi posting," ungkap dia.

Politikus Partai Golkar ini menegaskan, memang belum ada payung hukum yang jelas untuk dana kelurahan. Kata dia, payung hukum dana desa dan kelurahan seharusnya berbeda.

"Beda, kalau dana desa sama dana kelurahan kan beda," ucap dia.

Dana kelurahan ini, lanjut Azis juga diusulkan untuk beberapa keperluan. Mulai dari tata kota, dan keperluan pengembangan kota.

"Kalau dari masukan dari temen dan ini juga temen di DPR juga mengajukan usulan contohnya dari kota ini kan mereka enggak ada desa tapi adanya dari kelurahan," ujarnya.

Di tempat yang sama Wakil Ketua Banggar DPR, Jazilul Fawaid menegaskan bahwa kelurahan memang berasal dari anggaran dana desa di RAPBN. Dia juga menyebutkan seluruh fraksi yang hadir dalam rapat Banggar setuju penganggaran dana kelurahan.

"Semuanya setuju, tidak ada fraksi yang tidak setuju bahwa kelurahan itu patut diperhatikan," kata Jazilul.

Ia juga menegaskan, partai oposisi juga setuju dengan keberadaan dana kelurahan. Sebab, kata dia, isu ini masalah kepentingan masyarakat banyak dan bukan kepetingan Pilpres 2019.

"Setuju. Karena ini nggak ada hubungannya dengan pilpres, ini hubungannya dengan perhatian kita dengan pemerintah tingkat bawah yaitu kelurahan dan desa. Desa sudah mendapat perhatian, kelurahan minta," ungkapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang juga Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto membeberkan awal mula usulan dana kelurahan. Usulan tersebut, kata Arya, atas dasar curhatan Apeksi kepada Presiden Jokowi pada Juli lalu.

"Pada pertemuan antara presiden dengan para wali kota di Istana Bogor bulan Juli lalu, Presiden memberi kesempatan kepada kami (Apeksi) untuk curhat," kata Bima dalam keterangan tertulisnya dari London, Inggris, Minggu 21 Oktober 2018.

Bima menceritakan, pada momen curhat dengan presiden tersebut, dia bersama Wali Kota Jambi Syarif Fasha ditunjuk sebagai juru bicara mewakili anggota Apeksi.

"Tentunya momen itu kami gunakan untuk sampaikan beberapa hal yang jadi atensi bersama," katanya.

Bima menjelaskan, daerah sangat membutuhkan dana tersebut layaknya dana desa yang sudah digulirkan lebih dulu. Beberapa hal yang pihaknya sampaikan dalam pertemuan dengan presiden tersebut yakni kewenangan pengelolaan SMA/SMK, pengangkatan guru honorer K2, evaluasi sistem zonasi penerimaan siswa, kewenangan pemeliharaan jalan.

"Jangan sampai problem perkotaan seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi kemudian meledak mengancam kebersamaan dan stabilitas nasional," katanya.

Bima mengatakan, apa yang disampaikannya adalah suara para wali kota dan menjelaskan, asal usulan dana kelurahan tersebut agar tidak semua ditarik ke ranah politik.

Menurut dia, problem yang dihadapi kesenjangan sosial banyak terjadi di kota, termasuk kriminalitas menjadi perhatian serius. Setelah mendengarkan curhatan dari para wali kota. Presiden langsung merespons untuk memberi anggaran khusus kelurahan.

"Saat itu presiden spontan berkata 'oh iya, belum ada ya anggaran khusus untuk kelurahan? Kami jawab, belum pak. Kemudian presiden bilang, 'baik akan saya kaji dan koordinasikan'. Sambil beliau catat itu di iPad beliau. Saat itu presiden didampingi Mensesneg Pratikno," kata Bima menambahkan.

Bima menambahkan, terlepas dari isu politik di tahun politik, bagi para wali kota anggaran untuk kelurahan tersebut adalah kebijakan yang memang ditunggu.

"Kami sambut baik. Tinggal pelaksanaanya saja yang harus diiringi dengan aspek perencanaan yang tepat agar tepat sasaran dan pengawasan secara bersama-sama agar semua tetap sesuai dengan aturan," katanya.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi dan Sania Mashabi

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya