Kata Pakar: Ekspresi Sukatani Kritik Terhadap Institusi, Bukan Tindak Pidana dan Tak Bisa Dilarang

Penegak hukum harusnya menghormati konstitusi dengan tidak melarang atau mengintimidasi para pekerja seni yang mengkritik kondisi sosial kita.

oleh Tim News Diperbarui 22 Feb 2025, 17:16 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2025, 17:16 WIB
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Nur Ansar (Istimewa)
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Nur Ansar (Istimewa)... Selengkapnya
Kami menyoroti dua alasan mendasar mengapa intimidasi terhadap Sukatani harus kita lawan bersama. Pertama, Sukatani menyatakan kebenaran yang bukan merupakan penghinaan, apalagi penghinaan tidak boleh untuk melindungi institusi. Kedua, model tindakan klarifikasi, menyuruh minta maaf oleh polisi, tidak sesuai dengan batasan kewenangan polisi dalam hukum acara pidana.

Liputan6.com, Jakarta - Sukatani, band yang lirik-lirik lagunya memuat kritik sosial, 'terpaksa' memberi klarifikasi dan meminta maaf kepada Institusi Polisi melalui akun media sosialnya pada 20 Februari 2024. Lagu berjudul “bayar-bayar”, yang bercerita tentang “pungutan” ketika berurusan dengan polisi harus mereka tarik dari platform musik. Namun, pasca mereka 'klarifikasi', lagu-lagunya justru makin dikenal dan diputar di berbagai tempat sebagai respons masyarakat atas tindakan Kepolisian.

Sebelum video klarifikasi mereka beredar, terdapat berita jika mereka hilang kontak dan dicegat di Banyuwangi sepulangnya dari Bali. Juga terdapat informasi kalau mereka sudah lama diincar, sejak tampil di acara Hellprint Bandung, hingga kabar pemecatan salah satu personelnya sebagai guru. Belum ada kronologi resmi dari Sukatani, tetapi dalam video klarifikasi, mereka meminta maaf dan menyebut tidak ada 'paksaan' dari siapa pun.

Bagi kami, lirik lagu Sukatani yang mereka tarik dari platform musik ini, adalah kritik sosial yang dilindungi oleh hukum. Mereka tidak melanggar peraturan apa pun ketika mengkritik suatu fenomena sosial. Sebagai karya seni, ini harus dihargai. Jika memang ada ketersinggungan, seharusnya hal ini dimaknai sebagai masukan yang dapat menjadi bahan bakar untuk perbaikan institusi.

Sebagai kritik maupun pernyataan kebenaran, isi lagu Sukatani bahkan tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk penghinaan secara personal maupun institusi polisi. Lembaga penegak hukum kita, seperti pengadilan telah mengakui hal ini dalam berbagai putusan perkaranya. Sebagai contoh, putusan Fatia dan Haris Azhar, serta terakhir kasus Septia yang mana majelis hakim beranggapan bahwa pernyataan mereka mengandung kebenaran atau benar adanya, sehingga tindak pidananya tidak terbukti. Pedoman yang menyatakan bahwa kritik maupun pernyataan kebenaran bukan merupakan pencemaran nama baik, dapat kita jumpai dalam SKB UU ITE.

Kandungan kebenaran dalam lirik lagu Sukatani itu pun kita dapat temui dalam berbagai laporan. Sudah sering dilaporkan dan diberitakan oknum polisi yang melakukan pungli. Praktik suap atau membayar oknum juga dilaporkan di media. Ada pula yang tertipu ratusan juta dengan janji anaknya bisa diterima jadi polisi jalur orang dalam. Pada akhirnya, lirik Sukatani tentang bayar-bayar ini ada benarnya.

Kritik Sosial Bagian dari Hak Berekspresi

Band Sukatani
Band Sukatani (Instagram: @sukatani.band)... Selengkapnya

Lagi pula, kritik sosial melalui seni entah seni rupa ataupun musik, adalah bagian dari hak untuk berekspresi di negara yang demokratis. Lirik lagu dengan kritik sosial banyak kita jumpai dalam berbagai genre misalnya punk, metal, atau aliran musik lainnya.

Beberapa contoh band dengan lagu berisi kritik sosial misalnya dari Kaluman berjudul “Membusuk Seperti Sampah”, Betrayer dengan lagu “habis gelap tak terbit terang”, SWAMI dalam lagu “Robot Bernyawa”, lirik-lirik lagu Iwan Fals, dan masih banyak lagi. Terlepas mungkin akan menimbulkan ketersinggungan, ini adalah bentuk hak konstitusional dan bukanlah bentuk pelanggaran hukum.

Poin lanjutannya, kami juga menyoroti praktik dimana orang yang dianggap terjerat pidana UU ITE atau ekspresi kritik tertentu, didorong untuk membuat video atau konten klarifikasi minta maaf. Hal ini kami temukan dalam aturan Perpol No 8 tahun 2021 tentang Keadilan Restoratif. Aturan ini menjelaskan penyelesaian kasus seperti ini dengan yang tertuduh membuat video klarifikasi.

Ini adalah bentuk ketidakpastian hukum dan masalah akuntabilitas polisi dalam proses penyelidikan. Seharusnya upaya-upaya menyuruh orang tertentu melakukan hal tertentu apalagi dengan intimidasi atau paksaan tidak dapat dilakukan dalam masa penyelidikan, apalagi untuk hal yang bukan tindak pidana.

 

Tak Perlu Minta Maaf

Band Sukatani
Band Sukatani (Instagram @sukatani.band)... Selengkapnya

Oleh karena itu bagi kami, Sukatani tidak perlu minta maaf. Ini adalah bentuk keresahan yang justru menjadi keresahan banyak orang ketika lagunya justru semakin diputar di mana-mana.

Penegak hukum harusnya menghormati konstitusi dengan tidak melarang atau mengintimidasi para pekerja seni yang mengkritik kondisi sosial kita. Kerja-kerja seni menjadi salah satu instrumen yang mengantarkan Indonesia keluar dari Orde Baru menuju reformasi.

Membungkam karya seni seperti ini justru hanya mempertontonkan kepada masyarakat kalau kita mungkin akan kembali ke era gelap sebelum reformasi.

Oleh: Nur Ansar, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)

Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan
Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan. Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya