BPOM Amankan Kosmetik Ilegal Senilai Rp31 Miliar, Mayoritas Viral di Medsos

BPOM menemukan pelanggaran dan dugaan kejahatan produksi dan distribusi kosmetik ilegal senilai lebih dari Rp31,7 miliar jelang Ramadhan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori Diperbarui 21 Feb 2025, 20:00 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2025, 20:00 WIB
BPOM Amankan Kosmetik Ilegal Senilai Rp31 Miliar, Mayoritas Viral di Medsos
BPOM Amankan Kosmetik Ilegal Senilai Rp31 Miliar, Mayoritas Viral di Medsos. (Dok BPOM)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Jelang bulan Ramadhan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) semakin memperketat pengawasan terhadap peredaran kosmetik ilegal, khususnya yang viral di media sosial (medsos).

Intensifikasi pengawasan dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia pada 10 hingga 18 Februari 2025, dengan target pemberantasan kosmetik tanpa izin edar dan mengandung bahan berbahaya.

"BPOM menemukan pelanggaran dan dugaan kejahatan produksi dan distribusi kosmetik ilegal senilai lebih dari Rp31,7 miliar. Meningkat signifikan lebih dari 10 kali lipat dibandingkan pengawasan tahun 2024," kata Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers di Kantor BPOM Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Dari 709 sarana yang diperiksa, sebanyak 340 sarana (48 persen) tidak memenuhi ketentuan. Temuan ini melibatkan pabrik, importir, pemilik merek, distributor, klinik kecantikan, reseller, dan retail kosmetik yang terindikasi memperdagangkan atau memproduksi kosmetik ilegal.

Petugas BPOM menemukan 205.133 pieces kosmetik ilegal (4.334 item/varian) dari 91 merek yang beredar. Temuan ini terdiri dari:

  • Sebanyak 79,9 persen kosmetik tanpa izin edar.
  • Sebanyak 17,4 persen kosmetik mengandung bahan dilarang/berbahaya, termasuk skincare beretiket biru tidak sesuai ketentuan.
  • Sebanyak 2,6 persen kosmetik kedaluwarsa.
  • Sebanyak 0,1 persen merupakan kosmetik injeksi.

 

Mayoritas Temuan adalah Produk Viral

Mayoritas produk ilegal tersebut merupakan kosmetik impor (60 persen) yang viral secara daring. Produk kosmetik yang tidak sesuai ketentuan sangat berisiko membahayakan kesehatan.

“BPOM bukan saja menemukan kegiatan distribusi kosmetik tanpa izin edar, melainkan juga adanya dugaan tindak pidana berupa kegiatan produksi kosmetik mengandung bahan dilarang/berbahaya, termasuk pembuatan skincare beretiket biru secara massal.”

“Kami juga menemukan adanya pelanggaran yang berulang, yang menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan yang disengaja,” urai Taruna Ikrar.

 

Bahan Dilarang dalam Kosmetik Ilegal dan Bahayanya

Bahan dilarang yang ditambahkan pada kegiatan produksi kosmetik tersebut di antaranya:

  • Hidrokuinon;
  • asam retinoate;
  • antibiotik; dan
  • steroid.

Hidrokinon berpotensi mengakibatkan hiperpigmentasi, menimbulkan ochronosis, serta perubahan warna kornea dan kuku.

Asam retinoat dapat mengakibatkan kulit kering, rasa terbakar, dan perubahan bentuk atau fungsi pada organ janin (bersifat teratogenik).

Antibiotik berpotensi mengakibatkan hipopigmentasi, menimbulkan iritasi, menimbulkan bercak kemerahan padat kulit (eritema), dan risiko resistensi antibiotik.

Sedangkan, steroid dapat menyebabkan terjadinya biang keringat, atrofi kulit, perubahan karakteristik kelainan kulit, hipertrikosis, fotosensitif, perubahan pigmen kulit, dermatitis kontak, dan reaksi alergi.

 

Kosmetik Ilegal Paling Banyak Ditemukan di Yogyakarta

Temuan produk kosmetik ilegal ini diperoleh dari seluruh wilayah Indonesia, tapi terdapat beberapa wilayah dengan angka temuan yang signifikan.

Yogyakarta merupakan wilayah dengan temuan terbanyak hingga mencapai lebih dari Rp11,2 miliar, diikuti dengan temuan di Jakarta yang mencapai lebih dari Rp10,3 miliar.

Sedangkan, temuan di Bogor lebih dari Rp4,8 miliar, Palembang dengan temuan mencapai Rp1,7 miliar, dan Makassar temuannya mencapai Rp1,3 miliar.

"Angka temuan ini menunjukkan bahwa peredaran kosmetik ilegal masih menjadi permasalahan yang perlu diwaspadai, terutama di daerah-daerah dengan tingkat konsumsi kosmetik yang tinggi," tambah Taruna.

Taruna Ikrar mengungkapkan, pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana.

Pelaku pelanggaran akan dikenakan ketentuan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah.

BPOM akan menindaklanjuti 4 kasus secara pro-justitia dengan ancaman pidana bagi pelaku usaha yang terbukti melanggar regulasi tersebut. Selain itu, BPOM juga memberikan sanksi administratif berupa penarikan dan pemusnahan produk ilegal, pencabutan izin edar, serta penghentian sementara kegiatan usaha.

"BPOM akan menggiring kasus pelanggaran berulang ke ranah penyidikan agar ada efek jera," tegas Taruna Ikrar.

Infografis 4 Tren Kecantikan 2024
Infografis 4 Tren Kecantikan 2024.  (Liputan.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya