Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 8 Mei, setelah sempat mangkir. Berkemeja putih dan berpeci hitam, Lukman datang untuk menghadap penyidik KPK.
Lukman dipanggil sebagai saksi terkait kasus jual beli jabatan yang melibatkan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Penyidik mencecar Menteri Lukman soal penemuan uang Rp 180 juta dan USD 30 ribu di laci kantornya. KPK menemukan uang tersebut saat penggeledahan.
Baca Juga
"Penyidik mengkonfirmasi mengenai dan temuan uang di laci meja saksi (Lukman) saat penggeledahan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Advertisement
Penyidik juga mencecar kewenangan Lukman dalam proses seleksi jabatan di Kemenag.
"Selain itu, penyidik juga menggali informasi mengenai apakah ada komunikasi atau pertemuan saksi dengan tersangka RMY (Romi)," kata Febri.
Usai pemeriksaan, sebuah fakta terungkap ke publik. Menteri Lukman Hakim mengaku telah menerima uang Rp 10 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur, Haris Hasanuddin.
Belakangan diketahui uang tersebut diberikan Haris sebagai bentuk rasa terima kasihnya karena bisa menduduki posisi Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
"Jadi yang terkait dengan uang Rp 10 juta itu, saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari satu bulan yang lalu uang itu sudah saya laporkan kepada KPK," ujar Lukman di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (8/5/2019).
"Saya tunjukkan tanda bukti pelaporan yang saya lakukan bahwa uang (Rp 10 juta) itu saya serahkan kepada KPK karena saya merasa saya tidak berhak untuk menerima uang itu," kata Lukman.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Salahi Aturan
Niat baik Lukman Hakim Saifuddin patut mendapat apresiasi karena telah melaporkan dugaan gratifikasi ke KPK, namun masalah baru kini timbul. Lukman disebut KPK telah menyalahi aturan pelaporan gratifikasi penyelenggara negara.
Febri Diansyah menjelaskan seharusnya Menteri Lukman melaporkan adanya gratifikasi maksimal 30 hari setelah uang diterima dari tangan Haris. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi.
Namun, yang dilakukan Lukman, pelaporan tersebut baru terjadi setelah 30 hari dia menerima uang itu.
"Maka jika terdapat kondisi laporan tersebut baru disampaikan jika sudah dilakukan proses hukum, dalam hal ini OTT, maka laporan tersebut dapat tidak ditindaklanjuti," kata Febri.
Lalu, bagaimana kelanjutan dari kasus yang menyeret nama Menteri Lukman ini?
Febri sendiri enggan berspekulasi apakah pelaporan gratifikasi Rp 10 juta Menag akan diterima oleh Direktorat Gratifikasi KPK atau ditolak. Dia mengatakan, KPK akan menunggu proses hukum yang tengah berjalan.
"Oleh karena itulah perlu menunggu proses hukum di penyidikan yang sedang berjalan," kata Febri.
Advertisement
Kasus Jual Beli Jabatan di Kemenag
Pada kasus ini KPK menetapkan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). Romahurmuziy diduga menerima suap sebesar Rp 300 juta terkait seleksi jabatan di lingkungan Kemenag tahun 2018-2019.
Selain Romahurmuziy KPK juga menetapkan dua orang lainnya yakni, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur, Haris Hasanuddin (HRS). Keduanya diduga menyuap Romi agar mendapatkan jabatan di Kemenag.
KPK menemukan bahwa Romi tak hanya bermain pada proses jual beli jabatan di Kanwil Kemenag Jawa Timur. KPK mengaku menerima banyak laporan bahwa Romi bermain di banyaj daerah di Tanah Air. KPK pun berjanji akan mendalami hal tersebut.
Dalam memainkan pengisian jabatan di Kemenag, Romi dibantu pihak internal Kemenag. KPK pun sudah mengantongi nama oknum tersebut. Hanya saja lembaga antirasuah masih menutup rapat siapa oknum tersebut.