Penumpang Lampaui Ekspektasi, MRT Klaim Ubah Gaya Hidup Warga Jakarta

Dari target yang hanya 65 ribu penumpang perhari, sekarang sudah menembus angka 80 ribu.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 04 Jul 2019, 19:26 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2019, 19:26 WIB
Naik MRT Jakarta di Lengangnya Ibu Kota Jelang Lebaran
Naik MRT Jakarta di Lengangnya Ibu Kota Jelang Lebaran (Foto: Maria)

 

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim mengatakan, semenjak pertama kali beroperasi Moda Raya Terpadu (MRT) sudah melampaui ekspektasi awalnya. Sebab, dari target yang hanya 65 ribu penumpang perhari, sekarang sudah menembus angka 80 ribu.

"Bahkan beberapa minggu terakhir ini, mungkin karena ada faktor liburan sekolah juga, kita sudah mencapai 100.000 orang perhari juga," jelas Silvia saat mengisi Seminar Nasional Kebangsaan di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Menurutnya, selain berkontribusi mengatasi kemacetan Ibu Kota, MRT juga sudah mengubah gaya hidup masyarakat Kota Jakarta.

Sebab, fase 1 MRT sepanjang 16 kilometer dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI saja sudah sangat memudahkan masyarakat untuk cepat berpindah tempat.

Hanya dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai dari satu ujung stasiun ke yang lainnya. Sehingga, masyarakat menjadi lebih fleksibel dan bebas pergi kemanapun dengan mudah.

"Kita menjadi lebih efisien dan produktif dalam sehari-hari kita. Banyak kita lihat di-sharing di sosial media pengguna bahwa ada yang bisa rapat di Sudirman, habis itu dua jam kemudian rapat di Lebak Bulus, nggak ada masalah," ujar Silvia.

"Ada juga yang cerita soal kantornya di Sudirman, makan siangnya bisa di Cipete. Mana mungkin dulu itu bisa terjadi, gitu," imbuh dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Ubah Perilaku dan Budaya

Silvia menambahkan, MRT juga mengubah perilaku dan budaya masyarakat Jakarta. Dia menilai, MRT bukan sekadar alat transportasi, namun juga alat untuk membudayakan perilaku baik.

"Di sini kita tampilkan budaya antre, tertib, menjaga kebersihan, dan juga untuk berbagi dengan ruang publik bersama. Saya melihatnya ini adalah suatu bentuk penerapan toleransi dalam sehari-hari, kita menghargai orang lain juga yang sedang menggunakan ruang publik tersebut," jelas dia.

"Jadi, kita melihat bahwa MRT bukan sekadar transportasi publik lagi, tapi juga alat untuk men-triger atau membudayakan perubahan-perubahan tersebut," Silvia mengakhiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya