Liputan6.com, Jakarta - Usai pertemuan capres terpilih Jokowi dan mantan rivalnya di Pilpres 2019, Prabowo di stasiun MRT Lebak Bulus, Sabtu (13/7/2019) kemaren, spekulasi akan merapatnya Partai Gerindra kepada koalisi pemenang Pilpres semakin menguat.
Anggota Fraksi Gerindra MPR RI Sodik Mujahid menegaskan, sikap rekonsiliasi berbeda dengan koalisi. Menurutnya wacana rekonsiliasi agak berlebihan jika terus dikaitkan dengan arah koalisi.
Baca Juga
"Soal rekonsiliasi saya kira itu agak berlebihan. Kenapa? Ketika seseorang sudah lepas kontestasi, sudah. Seperti bertanding Barcelona dan Real Madrid sudah selesai cukup bersalaman di lapangan lalu selesai,"Â ujar Sodik dalam diskusi Empat Pilar MPR yang bertajuk "Rekonsiliasi Untuk Persatuan Bangsa" di media center Gedung DPR RI, Senin (15/7/2019).
Advertisement
Sementara, untuk menentukan arah politik partai, dia menyebut Prabowo akan lebih dulu berdiskusi dengan elit dan pendukung.
Jadi, pertemuan tersebut bukan berarti keputusan untuk merapat dengan koalisi pendukung Jokowi.
"Beliau (Prabowo) mengatakan dua hal bahwa rekonsiliasi beda dengan koalisi dan beliau akan bertemu dengan para pendukungnya yang masih belum jelas dengan sikap tersebut," kata dia.
Sementara itu, anggota MPR RI Fraksi Nasdem Syarief Abdullah Alkadrie mengatakan, jika pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah idaman semua elemen masyarakat. Yang jelas menurunkan tensi politik.
"Pertemuan tersebut memberi kesejukan pada bangsa," ujar dia.Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Demi Kepentingan Bangsa
Menurut Syarief, mau nantinya Gerindra bergabung atau tidak, hal tersebut tidak akan menjadi persoalan besar. Namun, harus dipahami bahwa rekonsiliasi dibangun bersifat makro, untuk kepentingan bangsa, kepentingan besar yang perlu dipersamakan.Â
"Jadi koalisi dibangun tidak pragmatis. Bila pragmatis ini yang perlu dikritisi. Jadi oposisi juga bentuk kebersamaan. Menjadi bagus kalau ada pihak yang mengingatkan," ujar dia.
Lebih jauh dia menyebutkan, pemilu presiden 2019 berbeda dengan Pemilu Presiden sebelumnya. Pemilu Presiden kali ini dia melihat ada potensi mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Isu-isu strategis disebut dikalahkan isu-isu primordial.
"Bisa jadi hal ini untuk mengangkat emosional pendukung. Banyak informasi yang diplintir," tambahnya.
Advertisement