Terima Kunjungan Dubes Singapura, HNW Bicara Tentang GBHN

Supaya program dan pembangunan tertata dengan baik, lanjut Hidayat, maka perlu GBHN.

oleh stella maris pada 06 Sep 2019, 18:21 WIB
Diperbarui 07 Sep 2019, 09:57 WIB
Hidayat Nur Wahid
HNW dan Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kunar Nayar.

Liputan6.com, Jakarta Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kunar Nayar datang ke ruang kerja Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Jakarta, Jumat (6/9). Kedatangan itu untuk meminta pandangan dan pendapat Wakil Ketua MPR bagaimana Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Menjawab tentang Indonesia ke depan, Hidayat mengatakan bahwa ke depan para pemangku kepentingan di Indonesia harus menjaga komitmen-komitmen yang sudah menjadi kesepakatan bersama, yaitu menjaga keIndonesiaan. Menjaga Indonesia juga akan berdampak positif buat negara-negara tetangga seperti Singapura.

“Demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik. Pemilihan Umum berjalan lancar dan aman. Banyak yang mengkhawatirkan terjadinya konflik usai pemilu. Ternyata tidak terjadi. Kita tetap bisa menjaga Indonesia. Saya ingin ke depan komitmen-komitmen yang sudah kita sepakati tetap terus kita jaga. Jika Indonesia maju bisa berdampak pada kemajuan kawasan Asia Tenggara. Menjaga Indonesia juga akan berdampak positif buat negara-negara tetangga,” jelas Hidayat.

Dalam pertemuan itu, Dubes Singapura Anil Kunar Nayar juga menyebut soal Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). “GBHN sebagai proses dari reformasi politik di Indonesia, yaitu bagaimana program-program dan rencana pembangunan memiliki visi jangka panjang bukan hanya tujuan pendek selama lima atau 10 tahun,” kata Anil Kunar Nayar.

Kepada Dubes Singapura, Hidayat menjelaskan panjang lebar tentang GBHN. “Saya setuju dengan dihidupkan kembali GBHN. Ketiadaan GBHN yang berjangka panjang dan mengikat membuat kebijakan Indonesia tidak terukur dan memiliki visi ke depan yang kuat. Contohnya, pimpinan di Indonesia melaksanakan program sesuai janji kampanye. Presiden memenuhi janji kampanye. Gubernur juga banyak janji kampanye. Begitu juga Bupati dan Walikota,” papar Hidayat.

Supaya program dan pembangunan tertata dengan baik, lanjut Hidayat, maka perlu GBHN. GBHN akan memandu semua orang. Pimpinan punya janji kampanye dan menjalankan visi tetapi harus sesuai koridor GBHN. Agar GBHN mempunyai posisi politik yang kuat dan dilaksanakan maka harus didukung oleh sebuah lembaga. Lembaga itu adalah MPR.

“GBHN inilah tempat bertemunya seluruh wakil rakyat dan wakil daerah dari seluruh partai. Inilah Indonesia. Sehingga diharapkan pembangunan bukan berdasarkan visi seseorang tetapi visi tentang negara. Jika ini terlaksana maka tahapan pembangunan Indonesia akan terukur,” ucapnya.

Dalam pertemuan itu, Anil Kunar Nayar juga menyinggung soal pemindahan ibukota negara. “Dalam lima tahun ke depan, presiden juga sudah menentukan skala prioritas yaitu pembangunan sumber daya manusia, kesehatan, investasi. Tapi tiba-tiba muncul rencana untuk memindahkan ibukota negara. Apakah ini surprise?” tanya Anil Kunar.

Hidayat mengungkapkan sudah membuat pernyataan tentang pemindahan ibukota negara di berbagai media massa. Jika pemerintah ingin membangun sumber daya manusia yang unggul maka salah satu pintu melalui pendidikan. “Kalau ada anggaran yang longgar pakailah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ini lebih urgent daripada memindahkan ibukota negara,” ujarnya.

Selain itu, anggaran untuk membangun ibukota negara baru bisa untuk menutup defisit BPJS. “Kalau rakyat sakit, bagaimana bisa menjadi sumber daya manusia yang unggul,” ucapnya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya