Liputan6.com, Jakarta - DPR dan pemerintah telah menyetujui untuk mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP). Pembahasan antara pantia kerja (panja) DPR dengan pemerintah, telah selesai.
"Panja DPR berhasil menyelesaikan pembahasan revisi KUHP untuk menggantikan KUHP lama peninggalan kolonial. Dengan demikian, sebuah misi bangsa Indonesia untuk melakukan misi dekolonialisasi hukum pidana nasional sudah hampir selesai," ujar anggota Komisi III DPR, Taufiqulhadi di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Menurut anggota fraksi Nasdem itu, panja telah menyelesaikan tugasnya kemarin malam. DPR dan pemerintah membahas revisi KUHP di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14-15 September. Kata Taufiqulhadi, pasal tumpang tindih atau multitafsir kini sudah dihilangkan.
Advertisement
"Dengan tuntas tugas panja ini semalam yang dipimpin oleh Wakil Ketua komisi 3, Mulfachri Haharap, maka pasal- pasal multitafsir dan memiliki norma yang tidak konsisten dengan pasal-pasal lainnya, sudah tidak ada lagi," kata Taufiqulhadi.
Setelah disepakati, hasil Panja akan dibawa ke sidang paripurna pada 25 September 2019.
"Selanjutnya, revisi KUHP yang akan disahkan nanti pada paripurna mendatang akan tetap disebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)," kata Taufiqulhadi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Masih Pakai Hukum Belanda
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly berharap pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bisa rampung pada 2019. Sebab, hukum yang digunakan hingga saat ini merupakan warisan dari masa kolonial Belanda dan sudah perlu direvisi sesuai perkembangan zaman.
"Saya berharap tahun ini bisa kita selesaikan. Malu kita sebagai bangsa kalau kita masih menggunakan hukum pidana yang 100 tahun lalu masuk 1915, masuk Indonesia sekarang sudah 100 berapa tahun," tutur Yasonna di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/3/2019).
Untuk itu, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menggelar seminar nasional arah kebijakan pembaharuan hukum pidana bertajuk 'Sumbangan Pemikiran Multidisiplin Ilmu Terhadap Perkembangan Hukum Pidana' dan mengundang banyak pakar.
"Nah maka saya kira ini merupakan kontribusi. Ini multidisiplin berbagai ilmu pengetahuan, kriminologi, IT, psikologi, dan lain-lain, semua kita ambil," jelas dia.
Meski hukum pidana warisan zaman kolonial Belanda akan direvisi, lanjut Yasonna, pemerintah juga mesti berkaca dengan produk undang-undang yang digunakan hingga ratusan tahun itu. Perancang pembaharuan KUHP juga mesti visioner.
"Menjangkau keutuhan hukum nasional, sistem nilai kita harus terakomodasi. Nilai masyarakat harus dianut dalam hukum kita. Tapi pada saat yang sama jangkauan ke depannya, prediksi ke depannya, jenis-jenis perbuatan pidana yang mungkin terjadi ke depan itu seperti apa," kata Yasonna.
"Maka jangan sampai hukum pidana kita baru masuk 20 tahun sudah harus direvisi lagi. Maka ini betul-betul yang sangat kita harapkan bersama," tandasnya.
Reporter:Â Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka
Advertisement