Gelar Kompetisi Daya Ingat, Kemenpora: Olahraga Ini Perlu Dimasifkan!

"Tingkat persaingan semakin ketat, rekor-rekor terus dipertajam. Kami harus mencetak atlet-atlet baru dari berbagai sekolah di seluruh Indonesia."

oleh stella maris pada 08 Okt 2019, 12:19 WIB
Diperbarui 08 Okt 2019, 13:16 WIB
Kemenpora
Olahraga otak seperti ini perlu dimasifkan bersama-sama dengan dunia pendidikan.

Liputan6.com, Jakarta Kejuaraaan Daya Ingat Asia 2019 digelar di Hotel Grand Inna Bali, Sabtu (5/10). Dalam acara tersebut, hadir Plt Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Yuni Poerwanti dari Kemenpora, untuk mendukung olahraga yang melatih daya ingat.

Menurutnya, memory sports ini sejalan dengan program pemerintah dalam mendorong pengembangan sumber daya manusia Indonesia dan peningkatan prestasi. 

"Olahraga otak seperti ini perlu dimasifkan bersama-sama dengan dunia pendidikan," katanya. Presiden Indonesia Memory Sports Council (IMSC), Yudi Lesmana menambahkan, prestasi anak-anak Indonesia sangat membanggakan.

Di tengah dominasi atlet Mongolia yang didukung penuh oleh pemerintahnya melalui Mongolian Intellectual Academy, Janet, Shafa, Rinaldy, Yossyifa dan atlet-atlet muda lainnya mampu bersaing dan mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.

"Tingkat persaingan semakin ketat, rekor-rekor terus dipertajam. Kami harus mencetak atlet-atlet baru dari berbagai sekolah di seluruh Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan membuat kompetisi daya ingat antar sekolah secara berjenjang dari daerah, nasional sampai ke tingkat kejuaraan daya ingat dunia," jelasnya.

Atlet Indonesia pun tak kalah berkilau dalam kejuaraan yang diadakan oleh Indonesia Memory Sports Council (IMSC) dan Global Alliance of Memory Athletics ini. Pada nomor mengingat wajah dan nama, pelajar SMA Regina Pacis Bogor, Janet Valencia merebut medali emas.

Sedangkan Rinaldy Adin, pelajar dari SMA Negeri 8 Jakarta memperoleh perunggu. Janet mampu mengingat 112 wajah dan nama. Sementara Rinaldy mengingat 103.

Yossyifa Zahra, pelajar SMA Negeri 1 Depok berhasil mengamankan medali emas junior di nomor 15 menit mengingat urutan kata acak (random words). Dia berhasil menyingkirkan pesaing berat dari Mongolia dan Cina.

Janet maupun Yossyifa sama-sama memecahkan rekor nasional di nomor-nomor tersebut. Sementara, Grandmaster Memori Indonesia, Shafa Anissa dari SMA Kesatuan Bangsa Yogyakarta menyabet perunggu di nomor mengingat gambar acak (random images).

Shafa berhasil menjadi peserta Indonesia dengan perolehan nilai tertinggi, dan secara tim Indonesia menjadi juara ke-3 overall setelah China diposisi ke-2 dan Mongolia diposisi ke-2.

Dalam ajang bergengsi ini, 3 peserta Indonesia berhasil meraih gelar Grandmaster Memory setelah minimal mengingat 600 angka dalam 30 menit, 6 deck kartu (312 kartu) dalam 30 menit, dan 1 deck kartu dibawah 2 menit. Mereka ialah Aulia Nadia (13 tahun), Yossyifa Zahra (15), dan Amira Tsurayya Muniruzaman ( 17).

Dengan pencapaian ini, Indonesia memiliki total 9 Grandmaster Memory. Kejuaraan yang mengadu kecepatan dan ketepatan atlet dalam mengingat berbagai informasi tersebut mempertandingkan 10 nomor yang mencakup tantangan mengingat ribuan angka, wajah, nama, gambar, dan kartu.

Sebanyak 114 atlet dari berbagai negara seperti China, Jepang, Korea, Mongolia, Filipina, Perancis dan Polandia, hadir di Bali untuk memperebutkan puluhan medali di tiga kelompok umur, yaitu: anak-anak, junior dan dewasa serta gelar grandmaster memory.

Lkhagvadulam Enkhtuya, remaja 17 tahun dari Mongolia berhasil memecahkan rekor dunia mengingat urutan kartu remi acak untuk kategori junior atas namanya sendiri. Dalam 30 menit, pemegang sepuluh rekor dunia junior dibidang memory sport itu berhasil mengingat dengan tepat urutan lebih dari 18 tumpuk kartu remi. Secara total, gadis ini mengingat 978 kartu tanpa keliru sedikitpun. Ia pun berhasil menjadi juara umun pada kejuaraan ini.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya