Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar pada 2 Oktober 2013, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dijerat dalam berbagai macam kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat itu, 2 Oktober 2013, tim Satgas KPK memantau kediaman Akil Mochtar, tak lama berselang, tim langsung menangkap Akil Mochtar, anggota DPR Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa, dan pengusaha Palangkaraya bernama Cornelis Nalau.
Bersamaan dengan penangkapan itu, KPK menyita uang sekitar Rp 3 miliar yang terdiri dari SGD 284.050 dan USD 22 ribu. Di waktu bersamaan, tim penindakan lainnya mengamankan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH, serta Wawan.
Advertisement
Wawan diamankan di kediamannya di Jalan Denpasar, Jakarta. Terkait dengan penangkapan Adik dari Gubernur Banten periode 2007-2014 Ratu Atut Chosiyah itu, tim KPK juga meringkus seorang advokat bernama Susi Tur Andayani di kawasan Lebak, Banten.
Susi diketahui telah lama mengenal Akil Mochtar. Susi diketahui menerima uang dari Wawan melalui seseorang berinisial F di Hotel Aston, Jakarta. Uang sekitar Rp 1 miliar tersebut dimasukkan ke dalam tas warna biru dan disimpan Susi di kediaman orangtuanya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Uang itu rencananya akan diberikan kepada Akil.
Baca Juga
Dari operasi senyap tersebut, KPK menyematkan status tersangka terhadap enam orang, yakni Akil, Chairun Nisa, Cornelis, Hambit, Wawan, dan Susi. Wawan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Pilkada Lebak Banten.
Seiring berjalannya proses penyidikan, pada 7 Januari 2014, Wawan dijerat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemerintah Provinsi Banten tahun anggaran 2011-2013. Wawan dijerat bersama kakaknya, Ratu Atut Chosiyah.
Seminggu berselang, KPK pun menjerat Wawan dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni pada Januari 2014.
Pada Maret 2014, Wawan menghadapi dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK. Wawan dijerat dengan dua dakwaan, yang pertama suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmy Diani ini didakwa memberikan uang sebanyak Rp 1 miliar kepada Akil.
Tujuannya ialah permohonan keberatan pasangan calon dan wakil calon bupati Lebak, Banten, Amir Hamzah-Kasmin, agar dilakukan pemungutan suara ulang dikabulkan oleh MK.
Pada dakwaan kedua, jaksa KPK mendakwa Wawan memberi uang Rp 7,5 miliar kepada Akil. Uang ini untuk mengamankan kemenangan pasangan Atut Chosiyah-Rano Karno pada Pemilihan Gubernur Banten tahun 2011 yang digugat ke MK.
Sekitar tiga bulan menghadapi persidangan, Wawan divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yakni 10 tahun penjara.
Namun pada 25 Februari 2015, Vonis Wawan diperberat Mahkamah Agung menjadi 7 tahun. Vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap, Wawan pun dieksekusi ke Lapas Sukamiskin Pada 17 Maret 2015.
Di Lapas Sukamiskin, Wawan tak jera, dia diduga menyuap Kalapas Sukamiskin Wahid Husein. Ketika itu, Wawan meminta izin pada 5 Juli 2018 untuk mengunjungi Ibunya yang sakit di Serang, Banten. Namun, pada faktanya digunakan untuk menginap di suatu hotel di Kota Bandung selama dua hari.
Hal tersebut dijelaskan secara rinci dalam dakwaan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein. Dalam dakwaan, Wawan kerap memberikan uang kepada Wahid Husein. Total uang yang diberikan Wawan kepada Wahid Husein Rp 63,39 juta.
Uang diberikan Wawan kepada Wahid agar Wawan diberikan kemudahan saat izin keluar Lapas. Bahkan, saat tim Satgas KPK menggelar OTT terhadap Wahid pada 27 Juni 2018, Wawan tak ada dalam selnya. Saat itu, sel Wawan pun disegel oleh tim penindakan KPK.
Dalam kasus suap terhadap Kalapas Sukamiskin ini Wawan belum dijerat meski terbukti memberikan suap. Yang dijerat dalam kasus suap Kalapas Sukamiskin ini Fahmi Darmawansyah yang merupakan suami dari Inneke Koesherawati.
Namun sebentar lagi Wawan yang masih menjalani hukuman 7 tahun akibat tindak pidana korupsi terkait penyuapan hakim MK Akil Mochtar harus kembali menghadapi dakwaan jaksa KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, setidaknya Wawan akan menghadapi dakwaan dalam tiga kasus, yakni TPPU, Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan TA 2012, dan TPK pengadaan sarana dan prasanara kesehatan di Lingkungan Pemprov Banten Tahun 2011-2013.
"Persidangan direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 8 Oktober 2019.
Febri mengatakan, mandeknya kasus TPPU Wawan lantaran tim penyidik membutuhkan waktu untuk mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi, dan kerjasama lintas negara.
Setidaknya tim penyidik memakan waktu sekitar 5 tahun menelisik perbuatan Wawan itu. Dalam kurun waktu 5 tahun, KPK pun berhasil menyita aset Wawan senilai Rp 500 miliar. Aset-aset tersebut diduga didapatkan Wawan sejak 2006 hingga 2013.
Wawan melalui perusahaannya diduga telah mengerjakan sekitar 1.105 kontrak proyek dari Pemerintah Provinsi Banten dan beberapa Kabupaten yang ada di Provinsi Banten dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp 6 triliun.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Aset Diduga Milik Wawan
Perkara ini, kata Febri, menjadi salah satu contoh pengembangan dari OTT sekaligus bukti bagi mereka yang menganggap bahwa OTT tidak penting. Menurut Febri, dari OTT dengan nilai Rp 1 miliar, KPK bisa menelusuri proyek dengan nilai Rp 6 triliun.
"Sehingga OTT tidak bisa dilihat hanya pada barang bukti yang ada pada saat kegiatan dilakukan, karena OTT justru bisa menjadi kotak pandora untuk menguak korupsi yang lebih besar," kata Febri.
Febri mengatakan, KPK menemukan fakta-fakta bahwa Wawan diduga menggunakan PT BPP dan perusahaan lainnya memanfaatkan hubungan kekerabatan dengan pejabat di Provinsi Banten untuk mendapatkan kontrak-kontrak tersebut.
"Ini sejalan dengan kedudukan kakak kandung TCW (Wawan), Ratu Atut Chosiyah yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten 2002-2007 dan Gubernur Banten 2005-2014," kata Febri.
Selama kurun waktu 2014 hingga 2019, penyidik telah melakukan analisa atas aset-aset milik Wawan dan PT BPP serta perusahaan lainnya untuk membuktikan keterkaitannya dengan hasil kejahatan yang berasal dari keuntungan proyek dan unsur-unsur pasal tindak pidana korupsi dan TPPU.
Total aset yang disita dalam proses penyidikan ini adalah sekitar Rp 500 miliar, diantaranya:
a. Uang tunai sebesar Rp 65 miliar.
b. 68 unit kendaraan roda dua dan roda empat atau lebih.
c. 175 unit rumah/apartemen/bidang tanah, terdiri dari:
1) 7 unit apartemen di Jakarta dan sekitarnya
2) 4 unit tanah dan bangunan di Jakarta
3) 8 unit tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang
4) 1 unit tanah dan bangunan di Bekasi
5) 3 unit tanah di Lebak
6) 15 unit tanah dan peralatan AMP di Pandeglang
7) 111 unit tanah dan usaha SPBU di Serang
8) 5 unit tanah dan usaha SPBE di Bandung
9) 19 unit tanah dan bangunan di Bali
10) 1 unit apartemen di Melbourne, Australia
11) 1 unit rumah di Perth, Australia
Untuk aset di Australia, KPK menempuh proses Mutual Legal Assistance (MLA) untuk kebutuhan penanganan perkara. Dalam proses penyidikan tersebut KPK juga dibantu oeh Australian Federal Police (AFP), seperti dalam proses penyitaan aset sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Nilai aset yang berada di Australia saat pembelian tahun 2012-2013 adalah setara dengan total sekitar Rp 41,14 miliar, rinciannya adalah rumah senilai AUD 3,5 juta dan unit apartemen di Melbourne senilai AUD 800 ribu.
Advertisement