Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius enggan mengungkap data instansi yang terpapar radikalisme. Alasannya, karena dia tidak ingin menyebabkan kegaduhan.
"Saya katakan sekali lagi, saya tidak mau merilis itu walaupun ada. Kenapa? Yang tugas kita mereduksi nanti bikin resah. Coba contohnya sekarang perguruan tinggi sekian-sekian kan ribut itu di masyarakat," kata Suhardi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Baca Juga
Suhardi juga mengaku belum melakukan penelitian jumlah TNI atau ASN yang terpapar radikalisme. Dia ingin berkomunikasi lebih lanjut dengan instansi terkait.
Advertisement
"Ya kan bagaimana saya memonitor semacam itu. Kalau sekarang di Polri contohnya kan teman-teman bisa tanya sama Polri, Polwan pun terpapar yang kemarin. Jadi artinya tanyalah pada institusi masing-masing tersebut," ucap dia.
Kendati demikian, Suhardi meminta agar semua kementerian berkoordinasi dengan BNPT. Termasuk dalam melaporkan data anggota instansinya yang terpapar radikalisme.
"Kita minta kementerian itu kalau emang ada indikasi lapor sama kita. Sehingga kita sama-sama datanya kita," kata Suhardi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Hanya BUMN
Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius mengatakan, tidak hanya pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terpapar radikalisme dan terorisme.
"Sekarang gini, jangankan BUMN semuanya ada kok, Polisi saja ada kok Polwan. Saya ngomong sama Polri. Tapi tebal tipis, sedikit banyaknya kan masih beda-beda. Tapi sudah di mana saja. Artinya, tugas kita lah sekarang mereduksi itu," kata Suhardi usai menggelar pertemuan dengan Menko Polhukam Mahfud Md di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin 18 November 2019.
Oleh karena itu, dia pun diminta untuk memberikan masukan terhadap para pegawai BUMN tentang bahayanya radikalisme.
"Saya sudah memberikan ceramah permintaan menteri BUMN yang lama 184 CEO-nya saya berikan masalah resonansi kebangsaan dan juga bahaya-bahaya dan pencegahannya," ujar Suhardi.
"Jadi ada treatment-treatment khusus ketika kita melihat ada anggota kita yang mungkin dalam tanda petik agak lain. Artinya yang sekarang kita kerjakan bagaimana yang sudah ada dan bagaimana untuk rekruitmen ke depannya," sambung dia.
Selain itu, pihaknya mengaku mempunyai data setiap orang yang mempunyai hubungan dengan terorisme, narapidana terorisme ataupun orang yang terpapar radikalisme.
"Semua kita punya petanya, semuanya jangan bilang tidak ada. Emang enggak ada jurnalis, mau saya buka siapa yang suka besuk-besuk di tempat itu. Semuanya kita tugas kita mereduksi supaya menjadi aman kemudian punya wawasan kebangsaan lah jati diri," kata Suhardi.
Reporter: Sania Mashabi
Sumber: Merdeka
Advertisement