Liputan6.com, Jakarta - Draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2020 terancam telat dilayangkan ke Kementerian Dalam Negeri. Hingga jelang batas akhir penyerahan, RAPBD baru masuk tahap penetapan Kebijakan Umum serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebesar Rp 87,9 triliun.
Padahal menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019Â tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2020 disebutkan, rancangan peraturan daerah (raperda) tentang APBD 2020 seharusnya disetujui eksekutif dan legislatif paling lambat pada 30 November 2019.
Kondisi ini akan menimbulkan dampak buruk. Ada konsekuensi yang bakal dipetik. Berdasar UU Otonomi Daerah Pasal 312 disebutkan hak keuangan dewan dan kepala daerah tidak dibayarkan selama enam bulan.
Advertisement
Namun menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan, secara normatif peraturan itu memang sudah diterapkan. Tetapi kondisinya berbeda saat di lapangan.
"Ini harus lebih tegas aturannya. Ini kan belum ada PP-nya turunan dari pasal tersebut," ujar Misbah saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (27/11/2019).
Dia menjelaskan, belum ada penjabaran yang lebih spesifik terkait peniadaan hak keuangan bagi para eksekutif dan legislatif. Karena itu, pemerintah dinilai setengah hati dalam menerapkan peraturan ini.
"Pemerintah pusat masih belum cukup tegas dalam mengeksekusi sanksi ini. Selama ini masih penundaan, bukan pemotongan atau bukan tidak diberikannya gaji dan tunjangan. Nanti kan mereka dapatnya rapelan tuh 6 bulan kemudian. Kalau bisa sih memang ditiadakan," ujar dia.
Selain tak digelontorkannya gaji kepada para pejabat, Misbah juga menerangkan sisi lain yang bakal terkena imbas akibat molornya RAPBD DKI 2020. Yang pertama, kata dia, serapan anggaran DKI akan rendah.
"Karena penetapannya kan molor sehingga project-project yang seharusnya bisa dieksekusi di awal tahun atau di pertengahan tahun, pasti ikut tertunda ya," jelas Misbah.
Yang kedua, lanjut dia, kualitas proyek-proyek yang dikerjakan akan menurun. Sebab pemerintah ingin agar anggaran dapat terserap sempurna pada akhir tahun.
"Jadi kayak kejar tayang. Asal terlaksana terus serapannya dianggap tinggi, pasti tidak melihat kualitas proyek. Proyeknya terlaksana saja," ucap dia.
Selain itu juga akan berpengaruh terhadap proses lelang pengadaan barang. Karena proses lelang baru akan dimulai setelah RAPBD ditetapkan.
"Kalau APBD-nya molor terus Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD-nya juga baru ditetapkan. Kalau APBD kan melalui perda ya itu kan harus dirinci lagi menjadi dokumen pelaksanaan anggaran melalui Pergub. Nah itu kalau sudah molor ke tahun berikutnya, nanti akan berkonsekuensi pada proses-proses lelang," ujar Misbah.
Yang tak kalah penting, lanjut dia, masyarakat akan dirugikan akibat kondisi ini. Dengan tidak terserapnya anggaran artinya proyek itu akan gagal atau berjalan alakadarnya.
"Ini yang dirugikan masyarakat karena project-project semua program kegiatan itu seharusnya punya dampak manfaat kepada warga DKI. Nah kalau dikerjakan asal-asalan, apalagi tidak dilaksanakan, itu kan yang dirugikan warga DKI," terang dia.
Pemprov DKI dan DPRD DKI, kata Misbah, seharusnya bisa lebih pandai mengatur waktu untuk membahas dan menyepakati APBD 2020. Supaya program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti pembangunan sanitasi dan taman tidak terhambat.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio berpendapat senada. Molornya penyerahan draft RAPBD DKI 2020 dipastikan akan memberikan efek berarti bagi masyarakat.
"Belanja DKI terganggu. Enggak gajian, enggak bisa benerin jalan, macam-macam itulah. Kan itu belanja," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (27/11/2019).
Dia menduga karut marutnya pembahasan RAPBD DKI akibat belum adanya kecocokan dalam angka, antara dewan dengan Pemprov DKI. Karena itu, kedua elemen itu harus sepakat terkait RAPBD tersebut.
"Pokoknya kalau enggak ada kesepakatan, enggak ada yang ditandatangani. Enggak jalan kan," ucap dia.
Â
Akan Temui Mendagri
Molornya penyerahan draf RAPBD DKI 2020, membuat eksekutif dan legislatif mengambil langkah. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Gubernur DKI Anies Baswedan berencana bertemu Mendagri Tito Karnavian untuk meminta toleransi waktu.
Selain itu, keduanya juga akan menjelaskan penyebab draf RAPBD DKI Jakarta tahun 2020 telat dari batas waktu yang ditetapkan. Banyak faktor yang menyebabkan ini terjadi.
Pengesahan APBD 2020 telat karena 106 legislator Kebun Sirih baru didapuk pada 26 Agustus lalu. Kemudian anggota dewan menyelesaikan pembentukan alat kelengkapan dewan pada 21 Oktober 2019 lalu.
"Saya dan gubernur akan ngomong ke Mendagri, mengapa demikian. Ini karena waktunya kepotong-potong banyak," kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin malam, 25 November 2019.
Kendati demikian, Prasetio meyakini, APBD DKI 2020 akan rampung sebelum 31 Desember 2019. Bahkan dia meminta anggota dewan untuk menunda rencana kunjungan kerjanya demi menyelesaikan pengesahan RAPBD DKI 2020.
"Pada prinsipnya tahun ini selesai. Desember selesai. Kunker kami hold semua," tutur politisi PDIP tersebut.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberi warning atas molornya penyerahan draf RAPBD DKI. Pemprov DKI dinilai telah melanggar tahapan pembahasan RAPBD 2020.
"Itu sudah lampu merah, karena dikhawatirkan APBD terlambat ditetapkan," kata Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin saat dihubungi, Selasa 26 November 2019.
Meski begitu, dia menyebut, pengesahan Perda APBD DKI dapat tepat waktu bila bisa disahkan sebelum akhir tahun atau 31 Desember 2019.
"Sebelum 31 Desember, APBD-nya tepat waktu juga, hanya dalam tahapannya sudah mulai melampaui step-stepnya," jelas Syarifudddin.
Â
Advertisement
Tahapan Proses APBD
DPRD DKI Jakarta sebelumnya mengesahkan Kebijakan Umum serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebesar Rp 87.956.148.476.363 . Keputusan itu diambil dalam rapat bersama eksekutif DKI Jakarta, Selasa 26 November 2019.
Sehari berselang, keputusan ini dibawa dalam rapat pimpinan dan gabungan di Gedung DPRD DKI Jakarta. Alhasil, rancangan KUA-PPAS APBD DKI pun disepakati.
"Setelah mendengar tanggapan dari pihak eksekutif dari pimpinan-pimpinan Banggar setiap komisi, apakah rancangan KUA-PPAS APBD DKI 2020 dapat disetujui," tanya Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi , Rabu (27/11/2019).
"Setuju," jawab anggota dewan.
Proses selanjutnya akan dilakukan penandatanganan (MoU) KUA-PPAS DKI 2020 antara Pemprov dan DPRD DKI. Agenda itu dijadwalkan akan berlangsung pada 28 November 2019, pukul 10.00 WIB.
Selanjutnya, pada 2 Desember 2019, digelar rapat paripurna pidato Gubernur mengenai penyampaian Raperda tentang APBD DKI 2020. Pidato gubernur akan ditanggapi melalui pandangan fraksi serta Penelitian Akhir dan Persetujuan Raperda tentang APBD DKI 2020. Proses ini akan berlangsung pada 3-10 Desember 2019.
Dan pada 11 Desember 2019, Rapat Paripurna digelar untuk menyepakati raperda tentang APBD 2020. Hal itu sesuai kesepakatan dalam Badan Musyawarah DPRD DKI Jakarta.
"Sudah disepakati bahwa paripurna APBD tanggal 11 (Desember). Makanya tadi saya ingatkan supaya jadwal yang tadi kami sepakati itu harus ditepati bersama, baik eksekutif maupun legislatif," ujar Sekda DKI Saefullah di gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin 25 November 2019.
Untuk menunjang hal ini berjalan tepat waktu, ia melarang seluruh pegawai melakukan kunjungan kerja, sebelum APBD disahkan. Jangan sampai jadwal yang telah disepakati terlewat sehingga tidak tepat waktu.
"Jadi semuanya harus hadir dan taat mengikuti jadwal itu dengan baik," ucap Saefullah.
Selanjutnya usai paripurna DPRD berlangsung, RAPBD diserahkan ke Kemendagri. Ada waktu selama 15 hari untuk dievaluasi. Karena itu, Ia yakin sebelum pergantian tahun pihaknya bisa menyelesaikan evaluasi hingga mengundangkan APBD 2020.
"Insya Allah tanggal 1-2 Januari, teman kita yang di Ragunan bisa makan," ujar dia.