Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Bidang Polhukam, Azis Syamsuddin mengaku sepakat dengan mantan Kepala BIN, Hendropriyono berwacana untuk meredefinisi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai organisasi terorisme Internasional.
Menurut dia, merujuk pada pasal 1 ayat 2, Undang-Undang Terorisme yang baru, atau UU No 5 Tahun 2018, terorisme didefinisikan sebagai; Perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
"Mencermati definisi undang-undang di atas, agaknya kelompok bersenjata di Papua memenuhi beberapa kriteria yang dimaksud," katanya, Senin (20/1/2020).
Advertisement
Sebagai contoh, pembantaian 31 orang pekerja infratruktur yang terjadi pada tahun 2018 lalu, tentunya melahirkan teror di tengah masyarakat. Jumlah itu katanya belum termasuk 1 orang anggota TNI yang tewas satu hari setelahnya.
Jumlah korban meninggal itu bahkan lebih besar dari jumlah korban terorisme yang berlangsung dalam satu dekade terakhir di Indonesia.
Dan bila benar tindakan tersebut didorong motif untuk memisahkan diri dari NKRI, artinya gerakan tersebut juga bersifat ideologis dan bermotif politik.
Nah, menurut dia, bila ditinjau dari perspektif strategis, redefinisi status KKB Papua menjadi organisasi terorisme, juga bisa memudahkan aparat untuk menegakkan hukum di wilayah itu.
"Karena statusnya akan definitif, dan payung hukumnya pun akan lebih kokoh dari pada status kelompok kriminal biasa," imbuhnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Menghindari Persinggungan Isu
Diyakininya redefinisi identitas ini juga akan menghindari kemungkinan persinggungan isu kemanusaiaan dan pelanggaran HAM yang saat ini sudah bergaung di fora internasional. Dimana belum hilang dari ingatan kita, tahun 2016 yang lalu, isu pelanggaran HAM Papua dilontarkan oleh negara-negara di kepulauan Pasifik dalam Sidang Umum PBB.
Dan pada tahun 2017 lalu, hal tersebut kembali terjadi, dimana delegasi Indonesia di PBB terpaksa harus menanggapi tuduhan yang sampaikan kepada Indonesia.
"Dalam kerangka ini, meredefinisi identitas kelompok kriminal bersenjata Papua menjadi kelompok teroris, akan secara otomatis mengunci kemungkinan lahirnya dukungan masyarakat internasional atas gerakan mereka," tandasnya.
Sebab bagi dunia internasional, terorisme sudah jadi musuh kemanusiaan. Di sisi lain, sebagaimana layaknya organisasi teroris, pemerintah dapat melacak akses jejaring internasional mereka, termasuk juga aliran dana internasional yang mendukung gerakan mereka.
"Selain itu, pemerintah dan masyarakat dapat membedakan secara definitif antara tuntutan objektif yang murni berasal dari aspirasi masyarakat Papua, dengan gerakan kriminal yang berkedok aspirasi politik masyarakat," pungkasnya.
Advertisement