Liputan6.com, Jakarta - Polisi menangkap seorang pembuat narkoba jaringan lembaga permasyarakatan (LP) berinisial HS. Terbongkarnya produksi rumahan narkoba jenis ekstasi ini dari hasil penangkapan pengguna narkoba di beberapa hotel berbintang di kawasan Puncak dan Cibinong, Bogor.
Dari hasil pengembangan, anggota Satuan Antinarkoba Polres Bogor kemudian menangkap HS di kontrakannya di Jalan Kramat Pulo, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2020.
Di dalam kontrakan berukuran 10x7 meter, polisi menemukan ruangan yang dijadikan tempat memproduksi ekstasi. Barang bukti yang diamankan meliputi 1.320 butir pil ekstasi, 3 bungkus plastik bening powder ekstasi siap cetak seberat 1,5 kg, 645 butir obat merek bodrek, 5 paket sabu di bungkus plastik bening seberat 53 gr.
Advertisement
Kemudian, dua buku rekap penjualan ekstasi, lima 5 alat pres berbagai ukuran, saringan plastik, satu set mesin cetak ekstasi manual, 11 AW cetak berbagai ukuran, satu kaleng tempat pengoplos bahan mentah ekstasi, satu pak tes paper.
Kapolres Bogor AKBP M Joni mengatakan, dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan tersangka HS merupakan residivis kasus serupa dan bebas pada 2017 setelah menjalani hukuman di Lapas Cipinang Jakarta.
"Pengakuannya baru 1 tahun memproduksi ekstasi jenis Green NN," kata Joni, Selasa (21/1/2020).
Dalam sehari, HS mampu memproduksi 180-240 butir pil ekstasi. Harga barang haram tersebut dijual Rp 400-Rp 800 ribu per butir karena kualitasnya sangat bagus.
"Kualitasnya build up. Efek bagi penggunanya fly selama 10 jam," terang Joni.
Dari hasil tes laboratorium Mabes Polri, ekstasi tersebut mengandung metaphetamin dan N-Ethyl Pentylone kandungannya sejenis dengan dalam inex.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jaringan Freddy Budiman
Kasat Narkoba AKP Andi Alam menyatakan, tersangka HS merupakan orang yang memproduksi sekaligus mengedarkan ekstasi. Terbongkarnya produksi rumahan ekstasi ini dari hasil penangkapan beberapa pengguna narkoba di beberapa hotel berbintang di kawasan Puncak dan Cibinong, Bogor.
"Kita lakukan pengintaian dan penyelidikan selama dua bulan di tempat-tempat yang terindikasi marak penyalahgunaan narkoba," kata dia.
Dari pengakuan tersangka HS, peredaran narkoba ini dikendalikan oleh ADTS seorang napi Lapas Gunung Sindur, yang divonis hukuman mati. ADTS diketahui sebagai pengedar narkoba jaringan Freddy Budiman, yang sudah dihukum mati beberapa waktu lalu.
"Kami sempat menggeledah sel tahanan dan telpon genggam milik yang bersangkutan, bahkan sampai dites urine, tapi hasilnya nihil," kata dia
Untuk perbuatan tersangka HS, dikenakan Pasal 113 (1), 114 (2), 112 (2) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang pidana penjara minimal 25 tahun dan maksimal diancam penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Advertisement