Liputan6.com, Jakarta Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) dibentuk guna memastikan perbaikan tata kelola, pelayanan dan pelindungan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI). Oleh karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus mendorong peranan maksimal pemda terkait LTSA.
LTSA merupakan salah satu cara untuk mencegah dan mengurangi PMI non prosedural, selainmemperkuat program Desa Migran Produktif (Desmigratif). Berdasarkan data Kemnaker sejak 2015 hingga saat ini, ada 42 lokasi LTSA di seluruh Indonesia yang terintegrasi dengan Mal Pelayanan Publik (MPP).
Beberapa diantaranya adalah LTSA Kabupaten Banyumas, Banyuwangi, Kebumen, Batang dan LTSA Kabupaten Pamekasan. Sedangkan LTSA yang sudah terbentuk di Jawa Barat antara lain LTSA Cirebon, Indramayu dan Subang.
Advertisement
"LTSA adalah salah satu program perbaikan tata kelola penempatan dan perlindungan PMI dalam upaya pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah pusat dan pemda memiliki kewajiban memberikan pelayanan kepada pekerja migran secara cepat, murah, mudah, transparan, “ kata Direktur Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemnaker, Eva Trisiana melalui keterangan tertulisnya di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (24/2).
Sesuai UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), masalah terkait perbaikan tata laksana migrasi, pelatihan pekerja migran dan perlindungan PMI menjadi tanggung jawab Pemda baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Menurut Eva, pembentukan LTSA untuk memberikan kepastian dan kemudahan dalam pelayanan ketenagakerjaan khususnya pelayanan penempatan pekerja migran Indonesia. Karena itu sinergitas sangatlah penting guna menghapus ego sektoral dalam hal pemberian pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
Eva menambahkan LTSA ke depan juga harus memiliki penyelesaian sengketa (dispute settlement), untuk membantu PMI yang dilanda masalah. Dispute settlement ini menjadi terobosan LTSA agar proses penyelesaian permasalahan migrasi dapat ditangani lebih cepat dan efektif.
"Jadi jika terjadi masalah di daerah PMI, tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta," kata Eva.
Eva menambahkan pihaknya juga mendorong agar peran Pemda lebih diperkuat dalam memperbaiki layanan, tata kelola dan perlindungan terhadap PMI. Pasalnya masalah ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan Pemda, baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
"Optimalisasi LTSA mengkanilisasi seluruh proses migrasi benar-benar prosedural, terdokumen dan mengedukasi masyarakat lebih aware terhadap masalah risiko," katanya.
Sedangkan Kadisnaker kabupaten Cirebon Abdullah Subandi dalam sambutannya mengatakan berdasarkan pasal 38 UU Nomor 18 Tahun 2017 disebutkan pelayanan penempatan PPMI dilakukan pemerintah pusat dan Pemda secara terkordinasi dan terintegrasi. Dalam memberikan pelayanan penempatan dan perlindungan tersebut, Pemda membentuk LTSA.
Abdullah berharap melalui Rakor di LTSA Cirebon, PMI khususnya di Cirebon bisa didata, dilindungi demi keamanan dan kenyamanan dari tempat asal, sampai dengan bekerja, sehingga tidak ada lagi PMI nonprosedural. "Jadi semua PMI, harus melewati LTSA bantuan Kemnaker ini," katanya.
Rakor di LTSA Cirebon dihadiri diantaranya oleh Kasubdit Kelembagaan TKLN Rendra Setiawan, dan 75 orang peserta yang berasal dari 40 peserta Dirut Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) di wilayah kabupaten Cirebon, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, Perbankan, termasuk para Kabid dan Kasie di Disnaker Cirebon.
(*)