Ini yang Dilakukan KPK Jika Nurhadi dan Harun Masiku Tak Tertangkap

KPK periode ini telah menetapkan empat orang sebagai buronan kasus korupsi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 05 Mar 2020, 20:35 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2020, 20:35 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemprov Papua merupakan daerah yang memiliki risiko korupsi tertinggi dengan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempertimbangkan untuk mengadili para buronan kasus korupsi dengan metode in absentia. Hal tersebut akan dilakukan jika nantinya para buronan tersebut tak tertangkap saat akan menjalani persidangan.

Dalam istilah hukum, in absentia merupakan proses mengadili seseorang tanpa dihadiri oleh terdakwa yang berperkara.

"Kalau pun kemudian seandainya tak tertangkap sampai hari kami melimpahkan ke pengadilan, tak menutup kemungkinan sekali lagi itu tetap kami lanjutkan dengan proses persidangan in absentia," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020).

Sejak Ghufron menjabat komisioner di lembaga antirasuah, sudah ada empat tersangka kasus dugaan korupsi yang menjadi buronan.

Untuk kasus suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, KPK menyematkan nama politikus PDIP Harun Masiku masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Sementara dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), KPK menetapkan tiga buronan, yakni mantan Sekretaris MA Nurhadi, menantu Nurhadi bernama Rezky Herbiono, dan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Beri Kesempatan Buronan

Calon Pimpinan KPK Nurul Ghufron Diuji Komisi III DPR
Capim KPK Nurul Ghufron menyampaikan pendapatnya saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/9/2019). Ghufron beralasan SP3 sewajarnya diterapkan KPK karena kemungkinan adanya kesalahan dalam penyidikan. (Liputan6.com/JohanTallo)

Ghufron menyakini, perbuatan yang dilakukan para buronan tetap bisa dibuktikan dengan menggunakan proses peradilan in absentia. Majelis hakim, kata dia, dapat mempertimbangkan sejumlah fakta dari keterangan saksi dan alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan.

"Apakah pembuktiannya cukup? kami sudah merasa cukup, walaupun sebetulnya keterangan terdakwa tetap dibutuhkan. Tetapi, dengan keberadaan alat bukti yang lain dan saksi lain, kami merasa optimis untuk tetap bisa dilimpahkan perkara itu walau tak ada Harun Masiku," kata dia.

Menurut Ghufron, setidaknya KPK sudah memberikan ruang kepada para buronan untuk memberikan keterangan di depan penyidik. Namun rupanya kesempatan tersebut tak digunakan oleh para buronan.

"Prinsipnya begini, bahwa persidangan itu harus berikan kesempatan bagi tersangka untuk membela diri. Tetapi kesempatan membela diri itu kalau kemudian tak diambil oleh tersangka atau terdakwa, itu adalah hak dia," kata Ghufron.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya