Langkah Jokowi Soal Darurat Sipil Penanganan Corona Dikritik Koalisi Masyarakat Sipil

Situasi negara di tengah pandemi virus Corona harusnya tetap pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 31 Mar 2020, 09:36 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2020, 09:36 WIB
Kerabat Pasien Corona Depok Dibawa ke RSPI Sulianti Saroso
Petugas Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengenakan pakaian pelindung khusus saat menangani pasien yang diduga terinfeksi Corona di Gedung Mawar RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta, Senin (2/3/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah Koalisi Masyarakat Sipil, mengkritik langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang menetapkan status darurat sipil dengan pembatasan sosial yang akan disertai sanksi dalam pencegahan dan penanganan Corona atau Covid-19.

Mereka terdiri dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, dan KontraS.

"Koalisi mendesak pemerintah berpijak pada UU Karantina kesehatan. Koalisi menilai, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat sipil," tulis rilis Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima hari ini, Selasa (31/3/2020).

Menurut mereka, situasi negara di tengah pandemi virus Corona harusnya tetap pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Hal ini didasarkan karena Covid-19 merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit.

"Optimalisasi penggunaan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dilakukan pemerintah dalam penanganan wabah Covid-19. jadi belum saatnya menerepakan keadaan darurat sipil," tegas mereka.

Apa itu darurat sipil?

Darurat sipil tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Saat terjadi darurat sipil, penguasa tertinggi adalah presiden atau panglima angkatan perang.

Saat aturan ini diterapkan maka pemegang komando darurat sipil berhak membatasi pengadaan rapat umum, pertemuan, dan kegiatan terbuka lainnya yang mewajibkan izin tertentu.

Dalam Pasal 20 bahan tertulis penguasa darurat sipil dibolehkan memeriksa badan dan pakaian tiap orang yang mengundang kecurigaan. 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Alasan Pemerintah Terapkan Darurat Sipil

Lantas, alasan apa yang membuat pemerintah menerapkan darurat sipil?

Presiden Joko Widodo menilai imbauan jaga jarak sosial atau social distancing perlu semakin digalakkan. Karenanya, pembatasan sosial dengan skala yang lebih besar lagi, lanjut Jokowi perlu dilakukan. 

"Sehingga tadi juga sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Presiden Jokowi di Istana Bogor, Senin 30 Maret 2020.

Menanggapi arahan Presiden Jokowi, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangananan Covid-19, Doni Monardo mengatakan ada tiga dasar penerapan darurat sipil, pertama UU Nomor 24/2007 tentang Bencana, kedua UU Nomor 6/2018 tentang Kesehatan, dan ketiga Perppu Nomor 23/1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya.

Menurut Doni, darurat sipil bukan yang pertama diterapkan sejak diterbitkan di masa pemerintahan Presiden Soekarno. Pada tahun 2000, Indonesia pernah menerapkan Perppu tersebut di Maluku dan Maluku Utara. Kemudian di tahun 2004, pemerintah juga pernah merapkannya di Aceh.

Saat diterapkan di Maluku, pemerintah menerapkannya untuk menormalkan keadaan dengan pengerahan personel TNI dan Polri sebanyak 19 batalyon. Kala itu Maluku dan Maluku Utara terjadi konflik horizontal dan kekerasan antar kelompok masyarakat.

Senada di Aceh, saat itu Presiden Megawati menitahkan status darurat sipil untuk menggantikan status darurat militer. Kebijakan itu diambil saat Indonesia tengah bersitegang dengan Gerakan Aceh Merdeka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya