Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi melarang masyarakat mudik Lebaran 2020. Keputusan tersebut dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus Corona Covid-19.
Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, larangan mudik akan efektif mulai Jumat, 24 April 2020 mendatang dan berlaku bagi warga di Jabodetabek dan wilayah yang sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Baca Juga
"Pemerintah memutuskan untuk pelarangan mudik saat Ramadan 1441 H maupun Idul Fitri untuk wilayah Jabodetabek maupun wilayah yang PSBB," kata Luhut dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa, 21 April 2020.
Advertisement
Larangan mudik itu juga berlaku bagi masyarakat yang tinggal di zona merah virus Corona Covid-19. "Wilayah yang masuk zona merah (juga dilarang mudik)," ucap Luhut.
Lantas, apa sebenarnya dampak larangan mudik ini bagi ekonomi Indonesia? Salah satunya adalah kekhawatiran PHK massal.
Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi DKI Jakarta mendukung langkah Presiden Jokowi yang menerbitkan aturan larangan mudik Lebaran 2020.
"Organda mendukung kebijakan tersebut karena melihat penyebaran virus corona yang masih tinggi," kata Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan kepada Merdeka.com, Selasa, 21 April 2020.
Shafruhan beserta jajarannya akan menindaklanjuti larangan perjalanan mudik yang baru diumumkan oleh Jokowi. Terutama dampaknya bagi pelaku usaha dan pekerja sektor transportasi umum darat yang terancam kehilangan mata pencaharian.
Berikut 4 dampak larangan mudik Lebaran 2020 yang dikeluarkan oleh Jokowi:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Skenario Buruk Ekonomi
Pemerintah telah memaparkan skenario berat hingga terburuk yang bisa menimpa perekonomian nasional akibat wabah virus Corona Covid-19.
Di antaranya pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi hingga 0,4 persen, serta nilai tukar rupiah yang mencapai Rp 20 ribu per USD.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) merancang skenario buruk tersebut disebabkan adanya aksi mudik colongan yang dilakukan warga Jakarta ke berbagai daerah.
"Kita dengar minggu lalu terjadi pergerakan manusia dari Jakarta ke Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, bahkan juga ke beberapa daerah di luar Jakarta. Kalau (what if) ini terjadi maka wabah penyebaran Covid-19 akan meluas," kata Perry.
Perry mengatakan, pemerintah pusat dan daerah memang perlu berkoordinasi bersama-sama agar penyebaran virus Corona tidak semakin melebar ke berbagai daerah, yang kemudian akan semakin melemahkan perekonomian nasional.
"Kalau penyebaran terus meluas, tidak dilakukan langkah bersama, dampaknya terhadap masyarakat akan lebih buruk. Kasus Covid-19 dan kematian akibat Covid-19 akan lebih banyak, aspek kemanusiaan akan lebih buruk kalau tidak melakukan langkah bersama," papar Perry.
Â
Advertisement
Pengusaha Transportasi Khawatir PHK Massal
Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi DKI Jakarta mendukung langkah Presiden Jokowi yang menerbitkan aturan larangan mudik Lebaran 2020.
Aturan tersebut diharapkan dapat memutus mata rantai penyebaran virus Corona Covid-19, sehingga sektor usaha kembali menggeliat.
"Organda mendukung kebijakan tersebut karena melihat penyebaran virus corona yang masih tinggi," kata Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi DKI Jakarta Shafruhan Sinungan kepada Merdeka.com, Selasa, 21 April 2020.
Meski begitu, Shafruhan beserta jajarannya akan menindaklanjuti larangan perjalanan mudik yang baru diumumkan oleh Jokowi. Terutama dampaknya bagi pelaku usaha dan pekerja sektor transportasi umum darat yang terancam kehilangan mata pencaharian.
Sebab, sejak pemerintah mengumumkan dua warganya terpapar virus berbahaya asal kota Wuhan pada Senin, 2 Maret 2020, perlahan tapi pasti kelangsungan usaha transportasi darat Tanah Air mulai goyah.
Hal tersebut diperparah dengan pemberlakuan aturan PSBB oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di wilayah Jabodetabek yang semakin membuat kelangsungan usaha transportasi darat terancam gulung tikar.
Â
Untuk Perbaikan Ekonomi Nasional
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyebut, kebijakan pelarangan mudik berpotensi menurunkan ekonomi nasional. Sebab, tradisi mudik menjadi ladang emas bagi pertumbuhan konsumsi masyarakat.
Namun menurutnya, inilah cara yang harus ditempuh pemerintah demi memutus mata rantai penyebaran pandemi Corona Covid-19 yang membuat terpuruknya ekonomi domestik.
"Mudik ini biasanya jadi amunisi pertumbuhan ekonomi, mobilitas orang akan diikuti pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tapi kalau mudik tetap dilakukan, kita khawatir pandemi covid-19 tidak usai," ujar Enny dalam diskusi larangan mudik secara virtual bersama sejumlah ahli, Rabu, 22 April 2020.
Namun demikian, implementasi aturan larangan mudik harus segera diterapkan untuk membatasi pergerakan manusia disaat wabah corona berlangsung. Hal ini agar tekanan pada dunia usaha tidak semakin berkepanjangan.
"Kalau tidak selesai (corona), tidak ada yang bisa bertahan hidup (bisnis). Sebab tanpa penghasilan untuk 2 sampai 3 bulan ke depannya," pungkasnya.
Â
Advertisement
Berkurangnya Perputaran Uang Rp 3 Triliun
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memprediksi, masa mudik Lebaran kali ini terjadi penurunan perputaran uang hingga Rp 3,09 triliun.
Selain akibat pelarangan mudik jika diberlakukan, penurunan terjadi karena adanya virus Corona dan efisiensi dunia usaha.
Perputaran uang diramal akan merosot hingga 30 persen atau sekitar Rp 3,09 triliun di musim mudik tahun ini. Perputaran uang tahun lalu di masa mudik mencapai Rp 10,3 triliun.
"30 persen baru perkiraan awal," kata Bhima kepada merdeka.com.
Â
Reporter : Harwanto Bimo Pratomo
Sumber : Merdeka