Suara Tokoh Terkait Guyonan Gus Dur yang Berujung di Polisi

Kutipan Gus Dur yang berbunyi, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: Patung Polisi, Polisi Tidur, dan Jenderal Hoegeng" berujung pada penjemputan seorang warga Maluku Utara.

oleh Maria Flora diperbarui 18 Jun 2020, 19:58 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2020, 19:42 WIB
Mengenang Gus Dur dalam Pameran Lukis Sang Maha Guru
Pengunjung melihat lukisan dalam pameran seni rupa "Sang Maha Guru" karya pelukis Nabila Dewi Gayatri di Jakarta, Kamis (22/11). Lukisan Gus Dur dipadu dengan berbagai tokoh dan ragam dimensi. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, sosoknya tak hanya dikenal sebagai ulama dan guru bangsa. Semasa hidupnya mantan Presiden ke-4 RI ini juga dikenang akan guyonannya hingga tak sedikit para pemimpin dunia yang luput dari sasaran humornya.

Dari sekian banyak guyonan atau kelakar yang pernah dibuatnya, ada satu istilah yang selalu diingat akan sosoknya, "Gitu aja kok repot" .

Selain kata-kata nyeleneh yang kerap spontan terucap, tidak sedikit pula untaian kata bijak Gus Dur yang penuh makna membuat banyak orang terinspirasi meski terdengar bercanda. 

Salah satunya dirasakan warga Maluku Utara bernama Ismail Ahmad. Kalimat tersebut adalah "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng."

Belakangan usai memposting kata-kata itu di akun media sosialnya, kepolisian setempat menjemput Ismail di kediamannya. 

"Hanya kami panggil untuk klarifikasi tentang niat atau mens rea (sikap batin) maksud memposting hal tersebut," tutur  Kapolres Kepulauan Sula AKBP Muhammad Irvan saat dikonfirmasi, Rabu 17 Juni 2020 malam.

Dianggap telah menyinggung institusi Polri, Ismail pun diketahui telah meminta maaf terkait postingannya tentang Gus Dur.

Terkait unggahan guyonan Gus Dur hingga berujung pemanggilan oleh pihak kepolisian membuat banyak para tokoh negeri ini angat bicara. Salah satunya datang dari putri almarhum, Yenni Wahid. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Yenni Wahid: Polisi Jangan Over Sensitif

Jokowi ke Rumah Gus Dur, Yenni Wahid: Bicara Kebangsaan
Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah juga menegaskan, pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam itu hanya sekedar mempererat tali persaudaraan.

Putri Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh atau akrab disapa Yenny Wahid meminta agar polisi jangan terlalu sensitif terhadap humor tersebut.

"Jangan over sensitif terhadap ekspresi masyarakat. Yang namanya humor, yang namanya joke, lelucon, itu kan sudah bagian dari masyarakat kita," kata Yenny kepada Liputan6.com, Kamis (18/6/2020).

Dia pun mengungkapkan, pernah mendengar ada mantan Kapolri dalam pidato sambutannya menyinggung humor Gus Dur itu.

"Mengutip humor Gus Dur dengan ringan dan tanpa beban sebagai sebuah auto kritik. Menurut saya sikap itu malah justru sangat bijaksana, sikap yang gentlemen, dan membuat orang menjadi respek, kalau kita mampu menyikapi kritik dengan baik," jelas Yenny.

"Kritik apapun terima saja dengan lapang dada, apalagi humor ketawa saja bareng. Jika ada yang diperbaiki, perbaiki," lanjut dia.

Menurut dia, rakyat mendambakan aparat keamanan yang profesional, yang bisa memberikan rasa aman. Bukan yang mengintimidasi warganya.


Pengamat Hukum Universitas Al Azhar

Buntut Kasus Unggahan Kutipan Gus Dur dan Corona di Sula Maluku Utara
Kedua terlapor kasus penyebaran hoaks ini sudah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka saat digelarnya pres rilis di Mako Polres Kepulauan Sula.

Pengamat Hukum Universitas Al Azhar Suparji Ahmad meminta kepolisian yang memanggil pengunggah candaan Gus Dur soal "Tiga Polisi Jujur" meminta maaf. Permintaan maaf ditunjukkan kepada pengunggah atas nama Ismail Ahmad (41) serta publik.

"Kalau memang ini ada sesuatu yang tidak proporsional ya tidak ada suatu alasan untuk yang bersangkutan memanggil, tidak ada alasan untuk diproses hukum. Memanggil pun perlu minta maaf kepada yang bersangkutan. Iya kepada publik juga," kata Suparji saat dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis (18/6/2020).

Pasalnya, kata dia pemanggilan polisi tersebut tentu saja menyebabkan tekanan psikologis kepada yang bersangkutan. Belum lagi alasan pemanggilan terhadap Ismail Ahmad tak berdasar.

"Dalam konteks hukum pidana itu yang namanya kritik atau membela diri untuk kepentingan umum juga itu kan tidak masuk dari kategori pencemaran nama baik. Baik (Pasal) 310, 311, 312 kemudian UU ITE. Bahkan penghinaan terhadap presiden pun tak masuk dalam kategori jika yang bersangkutan membela diri, untuk bela kepentingan umum atau kritik kebijakan," jelas Suparji.

Suparji menganggap pemanggilan tersebut berlebihan. Mengingat candaan Gus Dur soal tiga polisi jujur itu sudah lama.

"Apa konteks minta maaf ini? Apakah kemudian yang bersangkutan mengaku salah atau yang bersangkutan dianggap salah? Kalau yang bersangkutan dianggap salah apa dasarnya?," ungkap dia.

Jika hal ini terus berlanjut dan sering terjadi, maka seakan-akan polisi menebar ketakutan kepada mereka yang hendak menyuarakan aspirasinya.


Putusan MK: Kritik Pemerintah Hak Konstitusional

Jelang Sidang Pembacaan Putusan, Penjagaan Gedung MK Diperketat
Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), sekitar 47.000 personel keamanan gabungan akan disiagakan di Ibu Kota DKI Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebagai informasi, apa yang diunggah Ismail adalah bagian dari kritik terhadap pemerintah. Polisi dalam hal ini adalah merupakan bagian dari pemerintahan.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya Nomor 6/PUU-V/2007, pernah mengingatkan bahwa kritik atau pendapat terhadap pemerintah itu adalah hak konstitusional setiap warga. Artinya kebebasan berpendapat dijamin undang-undang.

Saat itu MK memperkarakan gugatan Pasal 154 KUHP yang bunyinya, "Barang siapa menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima ratus rupiah."

Serta Pasal 155 KUHP, "Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan sehingga kelihatan oleh umum tulisan atau gambar yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah."

MK lantas mengabulkan gugatan tersebut sebagian. Dan, menyatakan kedua pasal itu tak mempunyai kekuatan hukum mengikat alias tidak berlaku lagi.

"Rumusan kedua pasal pidana tersebut menimbulkan kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan karena secara mudah dapat ditafsirkan menurut selera penguasa. Seorang warga negara yang bermaksud menyampaikan kritik atau pendapat terhadap Pemerintah, di mana hal itu merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945," demikian pertimbangan MK, seperti dikutip, Kamis (18/6/2020).


Wakil Ketua MPR: Kepercayaan Publik Bisa Merosot

Ini Pernyataan Fraksi PKB Terkait Kisruh DPR
Sekretaris Fraksi PKB DPR Jazilul Fawaid saat konferensi pers mengenai pernyataan sikap Fraksi PKB atas kisruh DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Komentar juiga datang dari Wakil Ketua MPR, yang juga Anggota Komisi III DPR RI Jazilul Fawaid. Dia mengaku khawatir jika kasus seperti ini berlanjut, akan menurunkan kepercayaan publik.

"Kalau kasus seperti ini terus berlanjut saya khawatir kepercayaan publik pada polisi akan merosot. Kami tetap dukung Polri yang Promoter, tunjukkanlah," kata Jazilul kepada Liputan6.com, Rabu, 17 Juni 2020.

Dia mengingatkan, promoter adalah professional, modern dan terpercaya. Karena itu, Wakil Ketua Umum PKB ini meminta hal tersebut diperlihatkan oleh aparat Polisi saat ini.

"Promoter: professional, modern dan terpercaya. Tunjukkan dan buktikanlah," tukasnya.


PKB: Menyedihkan Kalau Humor Dianggap Kritik

Bicara tentang kelakar Gus Dur tentunya banyak yang masih terkenang di ingatan masyarakat.
(Sumber ipnu.or.id)

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid juga menyoroti kasus postingan guyonan Gus Dur hingga berbuntut di polisi.

"Menyedihkan, kalo di negara Pancasila humor sudah dianggap kritik. Pahamilah, masyarakat sedang menderita terkena dampak Covid-19, masyarakat perlu bantuan dan kegembiraan," kata Jazilul kepada Liputan6.com, Rabu (17/6/2020).

Wakil Ketua MPR yang juga Anggota Komisi III DPR RI ini meminta agar semua pihak bisa membuka mata hatinya.

"Mari kita buka mata hati dan junjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab," tukasnya.


Wakil Ketua Komisi III DPR: Ucapan Gus Dur Nasihat Abadi

Sarasehan Menggali Konsep Kemaritiman Gus Dur
Yenny Wahid saat menghadiri sarasehan bertema "Menggali Konsep dan Kebijakan Kemaritiman Presiden Abdurrahman Wahid", Jakarta, Rabu (7/1/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan, kutipan Gus Dur ini merupakan pengingat bagi kepolisian untuk selalu menjadi abdi masyarakat yang lurus dan jujur.

"Menurut saya, kutipan ini adalah pengingat sekaligus nasihat abadi bagi kepolisian. Ini adalah pengingat untuk para polisi agar tetap bekerja sesuai koridor, amanah, dan lurus," kata Sahroni, Kamis (18/6) 2020).

Politikus Nasdem ini menambahkan, pernyataan dari ucapan Gus Dur ini tentu saja wajar jika digunakan di masyarakat, selama bukan digunakan untuk menyudutkan institusi kepolisian.

"Wajar saja ya, karena kan tujuannya untuk mengingatkan, bukan dipelintir untuk menyudutkan institusi Kepolisian. Jadi kita juga harus sama-sama fair, publik mengingatkan, polisi juga bisa menerima kritikan," ungkap Sahroni.

Meski begitu, dia menambahkan bahwa jika ada indikasi adu domba, maka pihak yang berwajib juga berhak mengambil tindakan yang diperlukan.

"Ya intinya kalau tujuannya untuk mengadu domba boleh ditindak, namun jika tujuannya adalah untuk mengingatkan maka tidak masalah," tegas Sahroni.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya