Walau Dibatalkan PTUN, DKPP Sebut Pelanggaran Etik Tetap Berlaku bagi Evi Novida

Menurut Muhammad, Kepres yang menjadi gugatan masuk dalam ranah administrasi. Sedangkan Keputusan DKPP masuk dalam ranah etik terhadap pelanggaran penyelenggaraan pemilu.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jul 2020, 17:29 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2020, 17:18 WIB
Persiapan Pilkada 2020, Apkasi Usul Penyediaan APD Gandeng UMKM Lokal
Ketua Umum Apkasi Abdullah Azwar Anas saat mengikuti rapat koordinasi Pilkada serentak secara virtual bersama Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Bawaslu RI Abhan, sejumlah komisioner KPU, dan Ketua DKPP Prof. Muhammad.

Liputan6.com, Jakarta - Kepres Nomor 34/P Tahun 2020 mengenai pemecatan Evi Novida Ginting selaku Komisioner KPU telah dibatalkan dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT. Meski begitu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad menilai, hal itu tidak turut menggugurkan putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019

Menurut dia, Kepres yang menjadi gugatan masuk dalam ranah administrasi. Sedangkan Keputusan DKPP masuk dalam ranah etik terhadap pelanggaran penyelenggaraan pemilu bedasarkan kewenangan DKPP.

Terlebih, kata dia, dasar alasan tak ikut gugurnya keputusan DKPP terhadap keputusan hasil PTUN. Karena keputusan tersebut hanya menggugat dan membatalkan hasil Kepres Nomor 34/P Tahun 2020.

"Sifat putusan DKPP adalah final, sehingga tidak bisa dibatalkan oleh PTUN. Karena yang bisa dibatalkan PTUN hanya Kepres," kata Muhammad saat dihubungi merdeka.com, Selasa (28/7).

Kemudian, dia menjelaskan bahwa putusan dari DKPP akan tetap melekat pada Evi Novida walaupun banding Presiden Jokowi tak diajukan, selaku pihak tergugat dalam perkara tersebut.

Namun, apabila Presiden mengajukan banding, maka Kepres pemberhentian eks Komisioner Evi Novida Ginting tetap berlaku, hingga ada keputusan hukum tetap yang baru.

"Yang dibatalkan hanya Kepres. Namun, kalau Presiden banding, maka putusan PTUN belum inkhrah masih berlanjut," jelas Muhammad.

Oleh karena itu, dia menambahkan, Presiden perlu meluruskan Putusan PTUN tersebut. Sebab, atas kesepakatan bersama pemerintah dan DPR, kelembagaan DKPP telah dirumuskan dalam Undang-undang Pemilu sebagai peradilan etika yang bersifat mengikat.

"Terhadap amar putusan PTUN yang mengoreksi vonis DKPP pemberhentian menjadi rehabilitasi perlu diluruskan oleh presiden sebagai representasi pemerintah yang ikut merumuskan norma UU tentang kelembagaan DKPP," jelasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Evi Bisa Dianggap Tetap Langgar Etik

Sebelumnya, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi menilai, putusan PTUN dan pelanggaran kode etik mantan Anggota KPU Evi Novida Ginting dua hal berbeda.

Veri menjelaskan, putusan PTUN yang membatalkan Keppres Presiden Jokowi soal pemecatan Evi sifatnya administrasi. Sementara putusan DKPP yang menjadi dasar Keppres pemecatan merupakan ranah etik.

DKPP mengeluarkan putusan No 317-PKE-DKPP/X/2019 yang meminta Evi Novida Ginting diberhentikan karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

"Ada dua hal yang berbeda antara administrasi sebagai anggota KPU. Namun etik itu yang masih menjadi persoalan dan itu yang menjadi ganjalan untuk Evi. Sedangkan Keppres itu konsep administrasinya. Makanya saya memilih dua hal itu berbeda, karena terdapat administrasi dan etik," jelas Veri saat dihubungi merdeka.com, Selasa (28/7).

Veri mengatakan, apabila pemerintah tak ajukan banding atas putusan PTUN, maka Evi sah kembali menjadi anggota KPU.

"Jika Presiden tak ajukan banding berarti final. Nah soal finalnya putusan PTUN ini memang berkaitan dengan administrasi pemberhentian yang dianggap cacat hukum. Sebab, objek pemberhentiannya sendiri adalah Keputusan Presiden," ujar Veri.

Kalau tidak ada upaya banding, kata dia, artinya administrasi pemecatan dibatalkan oleh keputusan PTUN.

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya