Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menetapkan ganja sebagai salah satu komoditas tanaman obat binaan di bawah Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal itu tertera dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, yang ditandatangani Mentan SYL pada 3 Februari 2020 silam.
Baca Juga
"Bahwa tanaman binaan dan komoditas lain lingkup Kementerian Pertanian saat ini mengalami perkembangan jenis komoditas," tulis Kepmen tersebut, seperti dikutip Sabtu, 29 Agustus 2020.
Advertisement
Namun tak berselang lama, keputusan tersebut dicabut. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian, Tommy Nugraha menjelaskan, Kepmentan 104/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian dicabut sementara untuk selanjutnya dikaji kembali.
"Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, dan LIPI)," kata Tommy seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Sementara, Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar menyampaikan, pengobatan menggunakan ganja tidak sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Berikut deretan hal terkait polemik ganja jadi obat atau narkoba dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sempat Jadi Tanaman Obat
Kementerian Pertanian mencabut sementara Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020, yang di dalamnya menetapkan ganja atau dengan nama latin Cannabis sativa sebagai tanaman obat komoditas binaan Kementan.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian Tommy Nugraha menjelaskan Kepmentan 104/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, dicabut sementara untuk selanjutnya dikaji kembali.
Kepmentan itu akan dilakukan revisi bersama pihak terkait, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, dan LIPI)," kata Tommy seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Â
Advertisement
Keputusan Menteri Dicabut
Kementerian Pertanian mencabut sementara Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020, yang di dalamnya menetapkan ganja atau dengan nama latin Cannabis sativa sebagai tanaman obat komoditas binaan Kementan.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian Tommy Nugraha menjelaskan Kepmentan 104/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, dicabut sementara untuk selanjutnya dikaji kembali.
Kepmentan itu akan dilakukan revisi bersama pihak terkait, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, dan LIPI)," kata Tommy seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Â
Kata Polri
Polri menanggapi adanya Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, yang menyebutkan ganja termasuk jenis tanaman obat.
Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar menyampaikan, Polri sebagai aparat keamanan taat dan berpegang teguh pada hukum dan Undang-Undang.
Berdasarkan aturan, sejauh ini tanaman ganja masih digolongkan sebagai narkotika golongan I.
"Dalam Pasal 8 Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang narkotika, bahwa narkotika golongan I tidak diperbolehkan untuk kepentingan pengobatan," tutur Krisno saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Menurut Krisno, jika memang akan dilakukan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengobatan, maka harus melalui izin Kementerian Kesehatan selaku pihak yang berwenang.
"Sebenarnya itu bertentangan dengan amanat Undang-Undang," ucap dia.
Krisno juga menyampaikan, pengobatan menggunakan ganja tidak sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Bahkan lebih jauh, penggunaannya pun mesti mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan.
"Manakala akan dilakukan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan termasuk untuk pengobatan, harus melalui izin menteri terkait, menteri kesehatan tentunya," tutur Krisno.
Â
Advertisement
Budi Daya Ganja Harus Diawasi Ketat
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto menjelaskan bahwa tanaman ganja atau dengan nama Latin Cannabis sativa, harus dalam pengawasan ketat dan mendapat izin, jika dibudi daya sebagai tanaman obat.
Prihasto menjelaskan budi daya jenis tanaman hortikultura, termasuk di dalamnya tanaman obat, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.
"Menurut UU 13 tentang Hortikultura, itu pun diperbolehkan, namun melalui istilahnya satu pengawasan yang ketat dan harus ada izin-izin yang tidak boleh dilanggar," kata Prihasto saat dihubungi, seperti dikutip dari Antara.
Ada pun dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, disebutkan Pasal 67 poin 1 berbunyi, "Budi daya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang."
Kemudian, poin 2 berbunyi, "Budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin khusus dari Menteri."
Prihasto menambahkan bahwa penetapan ganja sebagai salah satu tanaman obat telah melalui diskusi dengan berbagai pihak.
"Yang pasti, sudah melalui diskusi dengan berbagai pihak sebelum kita putuskan aturan-aturannya dulu," kata dia.
Ketetapan itu tertulis dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, yang ditandatangani Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada 3 Februari 2020.
Dalam lampiran kepmen tersebut, ganja tercantum pada nomor 12 di daftar tanaman obat, di bawah binaan Direktorat Jenderal Hortikultura.
Â
Ganja Tetap Ikuti UU Narkotika
Ganja masuk tanaman obat melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kpmentan) Nomor 511 Tahun 2006 dan disempurnakan di Kepmentan 104 Tahun 2020.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura, Tommy Nugraha menyampaikan bahwa setelah Kepmentan 511/2006 terbit, Kementan melakukan pembinaan dengan mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya, dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu.
"Ganja termasuk kelompok komoditas tanaman obat, ditanam hanya untuk keperluan medis dan secara legal oleh UU Narkotika, itu yang kita jadikan acuan," ungkap Tommy, dalam keterangan tertulis, Minggu, 30 Agustus 2020.
Pada prinsipnya Kementerian memberikan ijin usaha budidaya pada tanaman sebagaimana dimaksud pada Kepmentan 104/2020, namun dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Penyalahgunaan tanaman, menurut Tommy, menjadi bagian tersendiri dan tentunya ada pengaturannya tersendiri.
"Undang-Undang Hortikultura di Pasal 67 menyebutkan bahwa Budidaya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang," tegas Tommy.
Terkait dengan Polemik Publik tanaman Ganja sebagai komoditas tanaman obat pada Kepmentan 104/2020, Kementan sangat terbuka dan dikaji kembali bahkan untuk dilakukan revisi.
Walaupun sebagai informasi, sampai saat ini belum dijumpai satu pun petani ganja yang menjadi petani legal, dan menjadi binaan Kementan.
Â
Advertisement
Ganja Jadi Tanaman Obat Sudah Ada Sejak 2006
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri menyampaikan bahwa Kepmentan Nomor 104 Tahun 2020 memang tetap memasukkan komoditas yang sebelumnya sudah ada di dalam Kepmentan 511 Tahun 2006, ditambah beberapa emerging commodity atau komoditas potensial baru khususnya yang memiliki potensi ekonomi.
"Jadi itu sudah sejak 2006, kok baru ribut sekarang. Kenapa keluar Kepmentan 104/2020 terkait komoditas binaan? karena Kementan mengakomodir komoditas emerging ekspor baru seperti porang dan sarang walet sebagai komoditas binaan, jelas, Kuntoro dikutip dari keterangan tertulis.
Sementara itu, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura, Tommy Nugraha menyampaikan bahwa setelah Kepmentan 511/2006 terbit, Kementan melakukan pembinaan dengan mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya, dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu.
"Ganja termasuk kelompok komoditas tanaman obat, ditanam hanya untuk keperluan medis dan secara legal oleh UU Narkotika, itu yang kita jadikan acuan," ungkap Tommy.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba, dan akan merevisi Kepmentan tersebut setelah berkoordinasi dng stakeholder terkait (BNN, Kemenked, LIPI).
Komitmen Mentan Syahrul Yasin Limpo juga dalam hal ini diantaranya memastikan pegawai Kementan bebas narkoba, serta secara aktif melakukan edukasi pengalihan pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan bersama BNN, pada daerah-daerah yang berpotensi menjadi wilayah penanaman ganja secara ilegal.