Polri: Dalam Undang-Undang, Ganja Tidak Boleh Untuk Pengobatan

Menurut Krisno, jika memang akan dilakukan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengobatan, maka harus melalui izin Kementerian Kesehatan selaku yang berwenang.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 29 Agu 2020, 15:23 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2020, 15:23 WIB
Ilustrasi tanaman ganja.
Ilustrasi tanaman ganja. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Polri menanggapi adanya Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, yang menyebutkan ganja termasuk jenis tanaman obat.

Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar menyampaikan, Polri sebagai aparat keamanan taat dan berpegang teguh pada hukum dan Undang-Undang. Berdasarkan aturan, sejauh ini tanaman ganja masih digolongkan sebagai narkotika golongan I.

"Dalam Pasal 8 Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang narkotika, bahwa narkotika golongan I tidak diperbolehkan untuk kepentingan pengobatan," tutur Krisno saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (29/8/2020).

Menurut Krisno, jika memang akan dilakukan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengobatan, maka harus melalui izin Kementerian Kesehatan selaku yang berwenang.

"Sebenarnya itu bertentangan dengan amanat Undang-Undang," jelas Krisno.

Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan siap merevisi aturan penetapan ganja (cannabis sativa) sebagai tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian jika menjadi kontroversi.

"Kalau memang aturan ini menurut berbagai pihak bahwa ini lebih banyak tidak bermanfaatnya daripada manfaatnya, ya tentunya kita akan revisi Kepmentan ini," kata Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (29/8/2020).

Prihasto mengatakan, penetapan ganja sebagai tanaman obat binaan sudah ada dalam Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 511 Tahun 2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura.

Keputusan soal ganja itu tertera dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, yang ditandatangani Mentan Syahrul Yasin Limpo pada 3 Februari 2020 silam.

"Bahwa tanaman binaan dan komoditas lain lingkup Kementerian Pertanian saat ini mengalami perkembangan jenis komoditas," tulis Kepmen tersebut, seperti dikutip Sabtu (29/8/2020).

Selain ganja, jenis narkotika golongan I lainnya adalah sabu, kokain, opium, dan heroin. Izin penggunaan terhadap narkotika golongan I hanya diperbolehkan dalam hal-hal tertentu.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jadi Wewenang 4 Direktorat

Dalam diktum pertama Kepmen tersebut, diuraikan bahwa komoditas binaan Kementerian Pertanian menjadi wewenang 4 direktorat jenderal (ditjen) di dalam instansi. Antara lain Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, serta Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Adapun ganja dan lainnya merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang berasal di bawah binaan Ditjen Tanaman Pangan. Total ada sebanyak 66 komoditas tanaman obat yang berada di bawah direktorat jenderal tersebut, salah satunya seperti akar kucing, jahe, kecubung, hingga purwoceng.

Sebagai catatan, ganja sendiri dalam peraturan pemerintah lainnya ditetapkan sebagai jenis narkotika golongan I. Itu tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam menetapkan komoditas binaan dan produk turunannya, berbagai ditjen di bawah Kementan wajib berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, direktorat jenderal teknis lingkup Kementerian Pertanian, pakar/perguruan tinggi, hingga pihak kementerian/lembaga.

"Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan (3 Februari 2020)," bunyi diktum ketujuh Keputusan Menteri Pertanian 104/KPTS/HK.140/M/2/2020.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya