Kemenag Sebut Tren Toleransi Umat Beragama di Indonesia Tinggi

Salah satu indikator yang dilihat dalam pengukuran toleransi di Indonesia yakni, pendirian rumah ibadah.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 12 Sep 2020, 19:39 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2020, 19:37 WIB
Ilustrasi Toleransi
Ilustrasi Toleransi. (Bola.com/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) mengatakan, tingkat toleransi umat beragama di Indonesia cukup tinggi, meski indeksnya fluktuatif. Misalnya, pada tahun 2015 berada pada angka 75, 6 kemudian sempat menurun menjadi 70,9 pada 2018.

Namun, indeks kerukunan umat beragama kembali naik pada 2019 yakni 73,83. Adapun survei tren toleransi ini rutin dilakukan oleh Kementerian Agama dengan bekerja sama dengan lembaga non-pemerintahan seperti, Setara Institute dan Wahid Foundation.

"Kami melakukan dua pengukuran terutama tingkat nasional, kedua tingkat toleransi provinsi secara nasional selama kita melakukan penelitian dari 2015 sampai 2019 ternyata itu skornya tinggi," kata Kapuslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag Adlin Sila dalam sebuah talkshow, Sabtu (12/9/2020).

Dia menjelaskan, dalam pengukuran indeks kerukunan umat beragama di tanah air ada dimensi yang dilihat yakni, toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Meski begitu, Adlin mengatakan skor kerukunan beragama di setiap lembaga berbeda.

"Kami punya kategori 70 ke atas itu jadi kita rentang skornya itu 1 sampai 100 di kategori kami. Secara nasional kita selalu berada di 70 sampai 75," katanya.

"Kita tidak ingin menyampaikan kesimpulan bahwa berarti sisa 30 itu masih tidak toleran. Kita tidak mengukur persentase, tapi kita mengukur adalah sikap rukun di masyarakat kita," sambung Adlin.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Indikator Rumah Ibadah

Menurut dia, salah satu indikator yang dilihat dalam pengukuran toleransi di Indonesia yakni, pendirian rumah ibadah.

Kementerian Agama sendiri memberikan wewenang kepada kepala daerah untuk berupaya menciptakan kerukunan dengan membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

"Pendirian rumah ibadah selalu kita jadikan pintu masuk sudah diberlakukan di daerah itu atau tidak. Misalnya, beberapa rumah ibadah yang batal didirikan, tidak diberikan izin mendirikan bangunan (IMB), atau ditutup karena tidak mendapat rekomendasi dari FKUB," tutur Adlin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya