Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Habib Rizieq Shihab (HRS) Center Haikal Hassan Baras mengomentari pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi imbas dari kerumunan massa yang terjadi pada pandemi Covid-19.
Menurut dia, permasalahan kerumunan pada kegiatan yang dihadiri Rizieq Shihab dianggap selesai. Apalagi, pihak Rizieq Shihab telah membayar denda sebesar Rp 50 juta sesuai penetapan Pemprov DKI Jakarta.
Baca Juga
"Sanksi telah dijatuhkan. Siapa sanksi yang dijatuhkan? Yaitu polisi. Tidak melakukan tindakan antisipatif dan tidak melakukam tindakan pembubaran. Dan sanksi juga telah dijatuhkan sanksi administratif kepada penyelenggara dalam hal ini pihak habib Rizieq sebagai penyelenggara pernikahan telah dijatuhkan sanksi. Jadi apalagi," kata dia, Kamis (19/11/2020).
Advertisement
Haikal pun menilai pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 tidak bisa diseret ke ranah pidana.
"Sanksi telah dijatuhkan kepada semua pihak yang melanggar. Sanksi administratif, bukan tindakan pidana," ucapnya.Â
Sementara itu, Habib Rizieq Shihab Center menanggapi polemik dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri Pimpinan FPI, Rizieq Shihab.
Direktur HRS Center, Abdul Chair Ramadhan mempertanyakan pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rizieq Shihab dan pihak-pihak terkait dalam kasus ini. Dia menegaskan, kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
"Proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri Imam Besar Habib Rizieq Shihab harus dinyatakan bukan perbuatan pidana," ucap dia, Kamis (19/11/2020).
Abdul Chair menjelaskan, perbedaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dengan Karantina Wilayah. Dasar hukum PSBB merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19.Â
"Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 didasarkan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," katanya lagi.Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tidak Berlaku untuk PSBB
Namun, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana tidak mengatur tentang pemberlakuan PSBB. Pemberlakuan PSBB merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Sementara, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak menerangkan norma hukum dan sanksi pidana atas pelanggar PSBB.
"Norma hukum Pasal 9 jo Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan berlaku dalam hal pelanggaran Kekarantinaan, bukan PSBB," ujar Abdul Chair soal kerumunan di acara Rizieq Shihab.
Dia juga menyoroti penerapan Pasal 216 KUHP. Menurut Abdul, penggunaan pasal tersebut dinilai tidak tepat guna kepentingan penyelidikan perkara.
"Pasal 216 KUHP tidak ada relevansinya dengan penyelenggaraan PSBB. Oleh karena tidak ada perbuatan pidana dalam PSBB, maka keberlakuan Pasal 216 KUHP tidak dapat diterapkan," paparnya.Â
Pada kasus ini, Pemprov DKI Jakarta telah menjatuhkan denda sebesar Rp 50 juta kepada Rizieq Shihab. Penjatuhan denda ini bukan dimaksudkan sebagai pelanggaran hukum pidana, melainkan sebagai denda administratif.
"Denda administratif yang telah dibayarkan oleh Imam Besar Habib Rizieq Shihab memperjelas tidak adanya perbuatan pidana," tandas Abdul Chair.
Advertisement