Liputan6.com, Jakarta - Gunung Ili Lewotolok kembali erupsi pada Senin 30 November 2020 pukul 23.20 Wita. Kini status gunung berapi di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu naik menjadi Level III atau Siaga.
Berdasarkan hasil pemantauan Pos Pengamatan Gunung Api Ili Lewotolok, NTT, ada suara gemuruh saat erupsi yang terus menerus terjadi.
Baca Juga
"Kondisi saat ini erupsi terus terjadi di gunung api yang pertama kali terjadi hal serupa pada tanggal 27 November 2020 pukul 05.57 WITA," ujar Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Devy Kamil Syahbana, Minggu, 29 November 2020.
Advertisement
Palang Merah Indonesia (PMI) pun bergerak cepat mengirimkan personel dan bantuan logistik ke wilayah terdampak letusan Gunung Ili Lewotolok.
"Merespons kejadian tersebut PMI Kabupaten Lembata memobilisasi personil untuk melakukan assessment, evakuasi, stand by dan monitoring informasi lebih lanjut serta berkoordinasi dengan instansi terkait," terang Sekretaris Jenderal (Sekjen) PMI Sudirman Said , Senin, 30 November 2020.
Sementara itu, berdasarkan laporan yang diterima Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin, 30 November 2020 pukul 22.00 WIB, ada sebanyak 4.628 jiwa yang telah dievakuasi di 7 titik pengungsian.
Berikut deretan kabar terbaru terkait kondisi Gunung Ili Lewotolok, Nusa Tenggara Timur (NTT) dihimpun Liputan6.com:
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Suara Gemuruh Saat Erupsi
Suara gemuruh menyertai erupsi terus menerus Gunung Ili Lewotolok di wilayah Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal itu dikatakan oleh Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Devy Kamil Syahbana.
Menurut Devy kondisi saat ini erupsi terus terjadi di gunung api yang pertama kali terjadi hal serupa pada tanggal 27 November 2020 pukul 05.57 WITA.
Pada saat itu, kata Devy, tinggi kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam tinggi 500 meter di atas puncak atau 1.923 m di atas permukaan laut (mdpl) dengan intensitas tebal condong ke arah barat.
"Sampai saat ini erupsi masih terjadi lagi ya, tadi beberapa kali terjadi erupsi. Maksudnya dia menerus ya, dengan intensitas yang naik turun tapi masih kecil dari erupsi yang tadi jam 9.45 WITA.
Kondisi sekarang dari pos pengamatan gunung api Ili Lewotolok, di pos atau kantor kami di barat daya 6 kilometer dari jarak ke Gunung Lewotolok, kita selain merekam kegempaan juga mendengar suara gemuruh dari gunung," ujar Devy saat dihubungi melalui telepon, Bandung, Minggu, 29 November 2020.
Devy menjelaskan pada pukul 9.45 WITA, terjadi erupsi dengan tinggi kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam tinggi 4.000 meter di atas puncak atau 5.423 mdpl, dengan intensitas tebal condong ke arah barat di kolom bagian bawah dan ke arah timur di kolom bagian atas.
Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 35 milimeter dengan durasi erupsi 10 menit dan diikuti tremor menerus.
Devy mengatakan hasil data pemantauan tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas Gunung Ili Lewotolok masih tinggi dan berpotensi untuk mengalami erupsi susulan.
Â
Advertisement
Evakuasi Warga Berjalan Tanpa Kendala
Mengingat abu vulkanik hingga saat ini jatuh di beberapa sektor di sekeliling Gunung Ili Lewotolok, maka masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai-sungai yang berhulu di gunung tersebut agar mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar terutama di musim hujan.
"Kalau saat ini pengungsi telah ada. Masyarakat secara mandiri, mereka masih berada di luar radius bahaya 4 kilometer. Tapi masyarakat tersebut melakukan evakuasi secara mandiri karena ada perasaan takut atau mungkin karena ada abu vulkanik," kata Devy.
Devy menerangkan informasi yang diperolehnya, proses evakuasi berjalan tanpa kendala. Begitu halnya dengan masyarakat yang sebelumnya bermukim di radius bahaya, seluruhnya telah dilakukan evaluasi dan kini tidak ada aktivitas diradius tersebut.
Saat ini Kantor Bupati Lembata menjadi pusat penampungan pengungsi sementara oleh otoritas penanggulangan bencana setempat. Warga dari 28 desa dinyatakan telah mengungsi akibat erupi Gunung Ili Lewotolok ini.
"Rekomendasi dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam tingkat aktivitas Siaga (Level III), masyarakat di sekitar Gunung Ili Lewotolok maupun pengunjung, pendaki atau wisatawan direkomendasikan agar tidak melakukan aktivitas di dalam radius 4 kilometer dari kawah puncak," ucap Devy.
Â
4.628 Warga Mengungsi
Saat ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lembata dibantu tim gabungan dari instansi dan unsur terkait lainnya sedang mengevakuasi para warga yang tinggal dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Ili Lewotolok.
Diketahui, berdasarkan informasi dari Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin, 30 November 2020 pukul 22.00 WIB. Sebanyak 4.628 jiwa telah dievakuasi di 7 titik pengungsian.
Pengungsian tersebut meliputi Kantor Bupati lama sebanyak 3.672 jiwa, Aula Ankara ada 148 jiwa, Kelurahan Lewoleba Tengah ada 140 jiwa, Tapolangu 287 jiwa, Desa Baopana 15 jiwa, Kantor BKD PSDM 338 jiwa dan Lapangan Harnus ada sebanyak 28 jiwa.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk membantu pengungsi akibat erupsi Gunung Ili Lewotolok.
"Sampai siang ini, kami sudah koordinasikan bantuan dari berbagai pihak untuk mereka yang berada di pengungsian," Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday dihubungi di Kupang, Senin, 30 November 2020.
"Saya baru selesai mengunjungi sembilan titik, dengan jumlah mereka setiap titik berkisar 27-55 orang," tambah dia.
Hingga saat ini, kebutuhan mendesak yang dibutuhkan meliputi tenda pengungsian, air dan sanitasi, kebutuhan bayi dan balita, masker, selimut, alas tidur, terpal dan dukungan relawan untuk anak-anak.
Â
Advertisement
Gerak Cepat PMI Bantu Evakuasi Warga
Palang Merah Indonesia (PMI) mengirimkan personel dan bantuan logistik ke wilayah terdampak letusan Gunung Ili Lewotolok, Lembata, NTT pada Minggu, 29 November 2020.
Relawan PMI bersama pemerintah setempat mengevakuasi warga dari desa sekitar lereng Gunung Ili Lewotok ke tempat aman.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PMI Sudirman Said menerangkan, beberapa desa di sekitar lereng Gunung Ili Lewotolok diguyur hujan abu dan pasir dari letusan tersebut.
Saat ini, warga yang terdampak dievakuasi ke lapangan Kantor Bupati Lama di kawasan Kota Baru, Kecamatan Lewoleba Tengah.
"Merespons kejadian tersebut PMI Kabupaten Lembata memobilisasi personil untuk melakukan assessment, evakuasi, stand by dan monitoring informasi lebih lanjut serta berkoordinasi dengan instansi terkait," terang Sudirman, Senin, 30 November 2020.
Berdasarkan informasi BPBD Kabupaten Lembata, sebanyak 3.671 jiwa pengungsi berasal dari 17 Desa di Kecamatan Ile Ape dan 9 Desa di Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata mengungsi di enam titik pengungsian.
"Markas Pusat PMI telah mengirimkan logistik berupa 10.000 masker, 300 perangkat kebersihan, 200 terpaulin, dan 50 rompi," jelas Sudirman.
Â
Pengungsian Terapkan Protokol kesehatan
Guna menjaga agar tidak adanya klaster baru di wilayah pengungsian, Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur berinisiatif melakukan penyemprotan cairan disinfektan di lokasi pengungsian warga korban letusan atau erupsi Gunung Ili Lewotolok.
"Disinfeksi ini untuk mengantisipasi terjadinya penyebaran Covid-19 di pengungsian korban bencana gunung meletus ini," kata Kepala Markas PMI Kabupaten Lembata Nikolaus Hayu, Senin, 30 November 2020.
Nikolaus menambahkan, penerapan protokol kesehatan menjadi salah satu perhatian PMI di lokasi pengungsian yang terdampak langsung erupsi Gunung Ili Lewotolok, seperti menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun (3M) serta lokasinya rutin dilakukan disinfeksi.
"Saat pandemi Covid-19 ini, para pengungsi diharapkan untuk selalu menjaga protokol kesehatan agar shelter ini tetap steril dan bisa meminimalisir penularan virus mematikan tersebut," kata dia.
Penyiapan sarana penampungan untuk korban bencana alam di masa pandemi akan menjadi fokus utama agar jangan sampai warga selamat dari bencana alam, tetapi malah menjadi korban Covid-19.
Saat ini kebutuhan darurat untuk warga terdampak erupsi berupa air bersih, family, hygiene kit dan baby kit serta terpal. Selain itu kebutuhan lainnya yang mendesak adalah alat pelindung diri (APD).
"Tentunya ini menjadi tantangan kita semua bagaimana penerapan protokol kesehatan harus diterapkan di pengungsian, walaupun dalam kondisi darurat seperti sekarang," tutup Nikolaus.
Â
(Fifiyanti Abdurahman)
Advertisement