Liputan6.com, Jakarta Polri mendapati temuan sejumlah lokasi pelatihan anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang direkrut dari berbagai Pondok Pesantren (Ponpes). Penyidik pun mendalami dugaan keterlibatan para tokoh pesantren atas kasus tersebut.
"Diduga seperti itu, ada keterlibatan juga daripada tokoh-tokoh di pondok pesantren itu," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (29/12/2020).
Rusdi belum merinci Pondok Pesantren yang terafiliasi dengan kelompok JI. Yang jelas, informasi tersebut berdasarkan keterangan terpidana kasus terorisme atas nama Joko Priyono.
Advertisement
"Sekarang masih pendalaman Densus, pada saatnya nanti akan disampaikan pondok pesantren di mana saja yang direkrut berdasarkan hasil penyelidikan Densus 88," kata Rusdi.
Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menyampaikan, kelompok teroris Jamaah Islamiah (JI) menyiapkan dana sebesar Rp 65 juta per bulan untuk kegiatan pelatihan. Biasanya kurun waktu masa pelatihan yang ditentukan adalah selama enam bulan.
"Kami tanyakan kepada pelatih, tersangka Karso ini, setiap bulan itu mengeluarkan biaya sekitar Rp 65 juta. Rp 65 juta untuk bayar pelatih, makan selama pelatihan, dan juga ada untuk beli obat-obatan. Kemudian kalau ke Suriah berapa biaya yang dibutuhkan, sekitar Rp 300 juta untuk berangkat ke Suriah untuk 10 sampai 12 orang," tutur Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (28/12/2020).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Himpun Dana dari Pengumpulan Infak
Menurut Argo, sejauh ini perekrutan generasi muda JI sudah ada sejak 2011. Sebanyak tujuh angkatan terbentuk dengan total 96 orang peserta pelatihan dan bergabung dalam kelompok teroris tersebut.
"Dari 96 ini, kemudian yang berangkat ke Suriah ada 66. Kenapa 66, kenapa nggak 96 ke Suriah, karena ada beberapa yang sudah kita lakukan penangkapan sehingga jumlahnya berkurang yang berangkat ke Suriah," jelas dia.
Berdasarkan keterangan Joko Priyono alias Karso yang merupakan pelatih dan tahanan terorisme, dana tersebut berasal dari infak yang dikumpulkan. Termasuk juga dari para anggota aktif JI yang sejauh ini tercatat berjumlah 6 ribu orang.
"Kalau umpama satu orang itu kirim Rp 100 ribu, dikali enam ribu sudah Rp 600 juta. Ini tersangka Karso mengilustrasikan seperti itu. Tetapi, banyak juga yang mengirim tidak Rp 100 ribu, ada yang Rp 10 juta, Rp 15 juta, Rp 25 juta, bervariasi," ucap dia.
"Tentunya dana yang didapatkan ini digunakan dan dipersiapkan untuk gelombang berikutnya, setiap angkatan mau berangkat, dimintakan infak ke anggota yang aktif tadi," Argo menandaskan.
Advertisement