KPK Panggil Kepala BKIPM KKP dan Soetta Terkait Kasus Edhy Prabowo

Menurut Ali, aturan penyerahan jaminan bank tersebut tak pernah ada.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 22 Mar 2021, 11:07 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2021, 11:03 WIB
Edhy Prabowo
Edhy Prabowo (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rina serta Kepala Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta I Soekarno Hatta Habrin Yake.

Pemanggilan keduanya dilakukan untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy terjerat dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur atau benih lobster di KKP Tahun Anggaran 2020.

"Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (22/3/2021).

Pemeriksaan Rina dan Habrin Yake diduga berkaitan dengan penyitaan uang Rp 52,3 miliar. Uang itu diketahui sebagai bank garansi yang diserahkan para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster di KKP tahun 2020.

KPK menyebut Edhy Prabowo diduga memerintahkan Sekjen KKP Antam Novambar agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (Bank Garansi) dari para eksportir kepada Kepala BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan).

Selanjutnya Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut. Padahal, menurut Ali, aturan penyerahan jaminan bank tersebut tak pernah ada.

"Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," kata Ali.

Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Untuk Kepentingan Edhy Prabowo

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya