4 Fakta Kasus Anak Anggota DPRD Kota Bekasi Perkosa Remaja

Anak anggota DPRD Kota Bekasi, AT (21) ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur berinisial PU (15).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 21 Mei 2021, 18:35 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2021, 18:35 WIB
tersangka ilustrasi
Ilustrasi Tersangka

Liputan6.com, Jakarta - Anak anggota DPRD Kota Bekasi, AT (21) ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur berinisial PU (15).

"Sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara," kata Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Pol Aloysius Suprijadi, Rabu 19 Mei 2021.

Sempat menjadi incaran polisi, AT pun akhirnya menyerahkan diri ke polisi. Hal tersebut dibenarkan Kabag Humas Polres Metro Bekasi Kota Kompol Erna Ruswing.

Menurut Erna, AT yang merupakan anak anggota DPRD Kota Bekasi itu datang bersama keluarga didampingi pengacaranya pada pukul 04.00 WIB subuh, Jumat, 21 Mei 2021.

"Sudah diserahkan sama keluarganya," tutur Erna saat dikonfirmasi.

Sementara, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar ingin agar polisi dapat memberikan hukuman yang maksimal terhadap pelaku.

Berikut fakta-fakta terkait kasus anak anggota DPRD Kota Bekasi yang jadi tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kronologi Kasus

2 Tersangka Videotron Tewas di Rutan, Keluarga Hendra Kawatir
Ilustrasi

AT (21) anak anggota DPRD Kota Bekasi dilaporkan ke Polres Metro Bekasi Kota dengan nomor STPL/971/K/IV/2021/SPKT/Restro Bks Kota pada 12 April 2021 atas dugaan asusila.

Korban disekap selama hampir satu minggu di sebuah kos-kosan di wilayah Pengasinan, Rawalumbu. Selama disekap, korban dicabuli pelaku lebih dari satu kali, pada Minggu 11 April 2021.

Selain pencabulan, pelaku juga diduga menjual korban kepada lelaki hidung belang. Korban mengaku dalam sehari dipaksa melayani 4 sampai 5 pria hidung belang.

Pelaku menawarkan jasa korban melalui aplikasi MiChat, sembari menyertakan foto-foto korban.

 

Sempat Dicari Polisi

Ilustrasi – Tersangka pencabulan balita di Kebumen diborgol. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Tersangka pencabulan balita di Kebumen diborgol. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Polres Metro Bekasi Kota pun kemudian menetapkan AT (21), anak anggota DPRD Kota Bekasi sebagai tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur berinisial PU (15). Keberadaan AT sempat dicari pihak kepolisian.

"Sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara," kata Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Pol Aloysius Suprijadi, Rabu, 19 Mei 2021.

Menurut dia, tersangka sudah dua kali mangkir dalam pemanggilan oleh pihak penyidik. Alhasil, tersangka kini tengah jadi buruan aparat kepolisian.

"Saat ini masih dalam pencarian yang bersangkutan," ujar Aloysius.

 

Serahkan Diri

Ilustrasi tersangka
Ilustrasi (Liputan6.com)

Anak anggota DPRD Bekasi berinisial AT (21) yang merupakan tersangka kasus perkosaan terhadap remaja putri yakni PU (15) menyerahkan diri ke polisi. Hal itu dibenarkan Kabag Humas Polres Metro Bekasi Kota Kompol Erna Ruswing.

"Sudah diserahkan sama keluarganya," tutur Erna saat dikonfirmasi, Jumat, 21 Mei 2021.

Menurut Erna, AT diserahkan ke Polres Bekasi Kota oleh keluarga didampingi pengacaranya pada pukul 04.00 WIB subuh tadi. Sejauh ini, proses pemeriksaan masih berlanjut.

"Pokoknya lagi diperiksa dulu anaknya," jelas Erna.

 

Kemen PPPA Angkat Bicara

Ilustrasi tersangka.
Ilustrasi tersangka.

Dengan adanya kasus itu, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar ingin agar polisi dapat memberikan hukuman yang maksimal terhadap pelaku AT.

"Yang jadi konsen kita lagi juga memastikan korban ini juga dapat hak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya. Karena begini, kasus ini sesungguhnya bisa diberikan hukuman maksimal," kata Nahar saat dihubungi merdeka.com.

Ia ingin pelaku perkosaan diberikan hukuman maksimal yaitu kebiri kimia atau hukuman mati karena dampak dari perbuatannya itu membawa efek yang buruk terhadap korban.

"Karena dampak dari persetubuhan, dari praktek apapun namanya ya TPPO, yang pasti kan sudah ada unsur persetubuhannya di situ. Kemudian dampaknya di situ kan ada positif diduga ada penyakit (sama sering ketawa dan nangis sendiri) nah dua unsur itu yang memberatkan ketika menggunakan UU Nomor 17 itu bisa diancam kebiri bahkan hukuman mati," kata dia.

"Ini kan dia pakai juga kan, disodorin ke orang lain juga kan. Sempurna itu, bisa double-double itu, berlapis itu. Kalau saya rekomendasinya kebiri, karena sudah memenuhi unsur ayat 5," sambungnya.

Nahar juga berharap polisi menggunakan dua pola dalam kasus ini. Yaitu, penegakan hukum harus tuntas dan perlindungan terhadap korban.

"Sehingga kita pararel saja mendukung polisi untuk temukan, tapi juga korbannya kita pantau terus," tutup dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya