Konflik PTPN V dan Petani, DPR: Duduk Bersama untuk Mencari Jalan Keluar

Pada petani sendiri telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi sejumlah pejabat PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) ke KPK pada 25 Mei 2021.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 29 Jun 2021, 01:17 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2021, 01:17 WIB
Pemetik Teh Kaki Gunung Kerinci
Sebagian ibu-ibu warga Kabupaten Kerinci di kaki Gunung Kerinci adalah pemetik teh peninggalan Belanda yang kini dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IV DPR RI I Made Urip meminta PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) dan para petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau, untuk segera menyelesaikan konflik yang terjadi.

"Untuk mengetahui duduk persoalannya, bisa saja Komisi IV DPR memanggil PTPN V dan juga pihak petani untuk mencari jalan keluar," tutur I Made Urip saat dikonfirmasi, Senin (28/6/2021).

Dia berharap kedua pihak dapat mematuhi aturan yang sudah disepakati bersama. Sebab memang berdasarkan pengalamannya selama di Komisi IV DPR membidangi perkebunan, pertanian dan kehutanan, tidak sedikit petani berkonflik dengan perusahaan perkebunan.

"Solusinya ya harus duduk bersama, bermusyawarah untuk mencari jalan keluar. Jika mentok, maka pihak yang merasa dirugikan bisa menempuh jalur hukum," jelasnya.

I Made Urip mengatakan, aparat penegak hukum baik itu Polri, Kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat segera bertindak usai mendapatkan laporan.

"Itu supaya di lapangan tidak terjadi konflik fisik. Selesaikanlah konflik secara hukum," I Made Urip menandaskan.

Pada petani sendiri telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi sejumlah pejabat PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Mei 2021.

Selain itu, laporan dugaan penyerobotan tanah 400 hektare di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau, itu juga dilayangkan ke Bareskrim Polri dengan Nomor STTL/220/V/2021/Bareskrim tertanggal 27 Mei 2021.

Sementara itu, sejak tahun lalu pun Bidang Pidana Khusus Kejati Riau mengusut dugaan penyelewengan kredit oleh PT Perkebunan Nusantara V. Kredit ini terkait pembangunan lahan perkebunan Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) di Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M).

Setelah mengumpulkan data, keterangan dan pengecekan di lapangan, Kejati Riau akhirnya menyimpulkan kasus ini tidak bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya. Penyelidik menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Awal Mula Perkara dari Laporan LSM

Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto menjelaskan, pengusutan perkara ini berawal dari laporan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning).

"Hasilnya tidak ditemukan unsur kerugian keuangan negara," kata Raharjo, Kamis petang, 24 Juni 2021.

Raharjo menerangkan, kredit Rp 54 miliar itu dibayar oleh PTPN V. Hal ini terjadi karena sejumlah koperasi pengguna kredit tidak menunaikan kewajibannya membayar cicilan.

"Koperasi tadi banyak yang menunggak, jadi unsur kerugian negara tidak terpenuhi," tegas Raharjo.

Menurut Raharjo, LSM Inlaning sebagai pelapor bakal diberitahu oleh penyelidik Pidana Khusus Kejati Riau. Pemberitahuan harus dilakukan agar pelapor mendapatkan kepastian terkait laporannya.

Raharjo menambahkan, laporan oleh LSM Inlaning ini terjadi pada pengembangan kebun sawit mitra PTPN V di di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

"Ada sejumlah koperasi di sana. Saya tidak tahu pasti jumlahnya, mereka tidak bisa bayar sehingga PTPN V yang menalangi," jelas Raharjo.

Sebagai informasi, laporan kredit bermasalah ini dilaporkan pada tahun 2020. Inlaning menilai kredit Rp 54 miliar itu bermasalah karena kebun yang dibangun tidak sepenuhnya berhasil.

Inlaning juga menilai ada kejanggalan dalam peralihan agunan dari BRI Agro ke bank lain. Lembaga ini juga menilai kredit juga tidak dilakukan penilaian oleh pihak berkompeten, sehingga PTPN V sebagai penyicil kredit telah merugikan negara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya