Peneliti LIPI Beberkan Rekayasa Orde Baru Adu Domba Bung Karno dan Bung Hatta

Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengungkapkan fakta tentang kepemimpinan Dwitunggal masa awal Republik Indonesia berdiri yakni, Soekarno-Hatta.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 12 Agu 2021, 22:34 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2021, 22:34 WIB
20150820-6 Cerita Tersembunyi Seputar Soekarno-Jakarta
Dalam buku Samudera Merah Putih 19 September 1945, Jilid 1 (1984) karya Lasmidjah Hardi, alasan Presiden Sukarno memilih tanggal 17 Agustus sebagai waktu proklamasi kemerdekaan adalah karena Bung Karno mempercayai mistik. (Dok.Arsip Nasional RI)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengungkapkan fakta tentang kepemimpinan Dwitunggal masa awal Republik Indonesia berdiri yakni, Soekarno-Hatta. Menurut dia, Bung Karno dan Bung Hatta selalu bersama dalam memperjuangkan kemerdekaan hingga keduanya memimpin bangsa ini.

Hal ini disampaikan Asvi pada peringatan HUT Ke-199 Proklamator RI Mohammad Hatta yang digelar oleh Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BKNP) PDI Perjuangan secara virtual, Kamis (12/8/2021). 

"Tidak ada proklamasi kemerdekaan tanpa Bung Karno. Tidak ada proklamasi kemerdekaan tanpa Bung Hatta. Tidak ada proklamasi kemerdekaan tanpa Bung Karno dan Bung Hatta," kata Asvi sebagaimana dikutip dari siaran pers, Kamis.

Dia menyampaikan kedekatan Bung Karno dan Bung Hatta ternyata mengusik banyak pihak. Hingga keduanya tidak lagi berkuasa, ada saja anasir-anasir terkait rekayasa sejarah.

Namun, kata Asvi, berbagai kisah lewat isu dan buku disebarkan yang mengatakan bahwa Bung Karno melecehkan Bung Hatta dan juga pendiri bangsa lainnya Sutan Sjahrir. Dia pun menanyakan ke Syamsul Hadi dari Yayasan Bung Karno untuk mencari tahu kebenaran hal itu.

Syamsul adalah orang yang berperan memperbaiki atau merevisi dari terjemahan buku Karya Cindy Adams, penulis berkebangsaan Amerika Serikat, mengenai Bung Karno. Ternyata, Asvi menemukan bahwa rekayasa itu ada dalam dua alinea 'tambahan' atau rekayasa ala Orde Baru.

Menurut dia, salah satu teks atau alinea itu dituliskan Bung Karno seolah tidak membutuhkan Hatta dan Sjahrir yang dikatakan menolak memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi.

"Kemudian Syamsul Hadi itu memeriksa buku aslinya yang berbahasa Inggris dan ternyata tidak ada dua alinea yang sangat melecehkan itu, sama sekali tidak ada dalam bahasa Inggrisnya," jelasnya.

"Jadi kalau begitu, ada orang yang menambahkan dua alinea itu dan itu dibaca sepanjang Orde Baru," sambung Asvi.

Peran Bung Karno dan Bung Hatta

Asvi memastikan, sejarah membuktikan bahwa Bung Karno adalah penggali Pancasila. Sementara itu, Bung Hatta lah pengawal dan penyelamat Pancasila.

"Bung Hatta lah yang pada tanggal 18 Agustus 1945 membicarakan dengan beberapa tokoh Islam tentang penghapusan 7 kata (Piagam Jakarta) dan mencantumkan 'Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau tidak ada Hatta, 7 kata itu akan tetap sampai sekarang," tutur Asvi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya