Liputan6.com, Jakarta Draf awal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) mulai dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Senin 30 Agustus 2021.
Tim ahli dari Baleg, Sabari Barus membeberkan, hasil kajian tim mengusulkan kata "Penghapusan" di judul dihilangkan. Nama RUU PKS diusulkan untuk diganti dengan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Kata penghapusan terkesan abstrak dan mutlak, karena penghapusan berarti hilang sama sekali, ini yang mustahil tercapai di dunia. Kami menggunakan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Barus di Kompleks Parlemen Senayan, dalam video yang diunggah Baleg, seperti dikutip Liputan6.com, Sabtu (4/9/2021).
Advertisement
Dia juga membeberkan hanya ada lima jenis TPKS, yakni pelecehan seksual, pemaksaan pemakaian alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi seksual, TPKS yang disertai perbuatan tingkat pidana lain.
Menanggapi hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) menyatakan perubahan judul ini memiliki dampak serius terhadap materi muatan RUU PKS secara keseluruhan.
9 Bentuk Kekerasan Seksual Usulan
Kompaks juga menyoroti pemangkasan lima jenis kekerasan seksual oleh Baleg, yakni Ketentuan Tindak Pidana Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, dan Perbudakan Seksual.
"Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi Baleg DPR RI hanya memuat 4 bentuk kekerasan seksual yakni: 1) Pelecehan seksual (fisik dan nonfisik); 2) Pemaksaan Kontrasepsi; 3) Pemaksaan Hubungan Seksual; dan 4) Eksploitasi Seksual," kata Perwakian Kompaks Naila.
Naila menyatakan, pada naskah awal RUU PKS, masyarakat sipil merumuskan 9 bentuk kekerasan seksual, yakni Pelecehan Seksual, Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Kontrasepsi, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, Perbudakan Seksual, dan Eksploitasi Seksual.
“Ketiadaan pengakuan dan pengaturan ragam bentuk kekerasan seksual tersebut adalah bentuk invalidasi terhadap pengalaman korban kekerasan seksual serta pengabaian terhadap hak korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan,” katanya.
Advertisement