Aliansi Dosen UNJ Sebut Senat Akan Ubah Pedoman Pemberian Gelar Doktor Kehormatan untuk Pejabat

Rapat Pleno Senat UNJ tentang pemberian doktor kehormatan atau honoris causa pada Kamis (14/10/2021), melalui perdebatan panjang dan berakhir deadlock.

oleh Yopi Makdori diperbarui 14 Okt 2021, 20:27 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 20:27 WIB
Kampus UNJ
Kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) (Liputan6.com/ Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta Presidium Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengatakan, pihak Senat UNJ berencana mengubah pedoman pemberian gelar doktor kehormatan UNJ demi memberikan gelar kehormatan kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Rapat Pleno Senat UNJ tentang pemberian doktor kehormatan atau honoris causa pun digelar pada Kamis (14/10/2021). Rapat yang berlangsung dari pukul 13.00 WIB hingga berakhir sekitar jam 17.15 WIB melalui perdebatan panjang, berujung jalan buntu atau deadlock.

"Rapat pleno akan dilanjutkan pada waktu yang belum ditentukan hanya untuk mengubah pedoman pemberian penghargaan gelar kehormatan tahun 2021 tersebut. Dalam aturan yang sudah ada tersebut disebutkan bahwa penganugerahan doktor honoris causa tidak diberikan UNJ kepada siapa pun yang sedang menjabat dalam pemerintahan sebagai cara untuk menjaga moral akademik Universitas Negeri Jakarta (UNJ)," kata Ubedilah dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Kamis (14/10/2021).

Perdebatan juga mempertanyakan karya luar biasa calon penerima doktor kehormatan atau dalam hal ini, Ma'ruf Amin dan Erick Thohir di bidang ilmu pengetahuan teknologi, kemanusiaan dan peradaban.

Ubedilah menuturkan, dalam rapat pleno tersebut anggota Senat UNJ terbelah ada yang mengatakan keduanya tidak memiliki karya iptek luar biasa tetapi di sisi lain ada yang menyebut Maruf Amin punya tetapi masih debatable atau diperdebatkan. Sementara Erick Thohir belum ditemukan karya ipteknya yang luar biasa.

"Perdebatan juga terjadi dari proses pengusulan karena dalam rapat pleno tersebut yang mengusulkan Erick Thohir adalah dari Fakultas Ilmu Olahraga (FIO) dan yang mengusulkan Maruf Amin adalah Fakultas Ilmu Sosial (FIS)," kata dia.

Perdebatan terjadi, lanjut Ubedilah karena dalam Peraturan Rektor Nomor 10 Tahun 2019 Pasal 21 menyebut pengusul harus dari program studi S3 yang terakreditasi A bukan langsung dari Fakultas.

"Pasalnya Fakultas Ilmu Sosial tidak memiliki Program Studi S3 yang terakreditasi A, jadi pengusulan Ma'ruf Amin melanggar peraturan Rektor," tegas Presidium Aliansi Dosen UNJ ini.


Aliansi Dosen UNJ Tolak Pengajuan Gelar Doktor Kehormatan Bagi Pejabat Publik

Wakil Presiden Ma'ruf Amin
Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat memimpin Rapat Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. (Foto: Istimewa).

Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menolak pengajuan kembali Ma'ruf Amin dan Erick Thohir untuk  mendapatkan gelar doktor kehormatan atau honoris causa.

Presidium Aliansi Dosen UNJ, Ubedilah Badrun mengatakan hal tersebut terungkap pada agenda persetujuan pemberian gelar doktor honoris causa yang dimuat dalam surat undangan rapat Senat UNJ bernomor B/3110/UN39.22/TP.01.07/2021.

"Tentu saja Aliansi Dosen UNJ kaget dan tetap konsisten menolak upaya tersebut. Upaya pemberian gelar doktor honoris causa pada pejabat tersebut sudah kami tolak pada September 2020 lalu karena berbau kepentingan pragmatis. Kini upaya pemberian gelar tersebut muncul kembali, dan kami konsisten tetap menolak," tegas Ubedilah dalam keterangan tulis, Kamis (14/10/2021).

Dia mengurai terdapat empat alasan penting untuk tetap menolak upaya pemberian gelar kehormatan tersebut. Pertama, Aliansi Dosen UNJ menilai pemberian gelar doktor honoris causa kepada tokoh yang sedang berkuasa dan memegang jabatan publik (pejabat) berpotensi mengancam otonomi perguruan tinggi dan kebebasan akademik, karenanya bisa merusak moral akademik universitas.

"Hal ini dengan jelas diatur didalam Pedoman Penganugerahan Doktor Kehormatan UNJ tahun 2021 Bab tentang Persyaratan pada ayat 3 diatur bahwa Penganugerahan gelar doktor honoris causa tidak diberikan oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) kepada siapa pun yang sedang menjabat dalam pemerintahan sebagai cara untuk menjaga moral akademik Universitas Negeri Jakarta," jelasnya. 

Menurut Ubedilah hal yang berbahaya jika rektor dan para profesor UNJ sebagai anggota Senat Universitas melanggar kode etik pedoman yang dibuatnya sendiri.

"Ini menyedihkan dan bencana moralitas akademik. Melanggar aturan atau merubah aturan demi untuk kepentingan sesaat dan kepingingan pejabat," katanya.

Kedua, usulan pemberian gelar doktor honoris causa kepada pejabat negara juga kontraproduktif terhadap upaya memulihkan nama baik institusi UNJ. Pasalnya, beberapa kali UNJ mendapat sorotan negatif atas beberapa peristiwa yang dinilai telah mencederai kehormatan kampus terkait relasinya dengan sejumlah pejabat.

Ketiga, Ubedilah melanjutkan, alasan pemberian gelar doktor honoris causa kepada Ma’ruf Amin atas pemikirannya tentang negara patut dipertanyakan. Selain ide tersebut tidak orisinil karena telah dikemukakan oleh para pemikir klasik sejak abad ke-17 melalui teori kontrak sosial, dalam catatan Ubedilah, Ma'ruf Amin juga memiliki catatan khusus dalam isu politik identitas di Jakarta tahun 2017 yang justru bertentangan dengan teori kontrak sosial.

"Sementara pemikiran Erick Thohir atau karya besarnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak kami temukan. Sebab dalam syarat pemberian gelar tersebut harus memiliki karya luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemanusiaan dan peradaban," papar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya